Mengikuti Empat Madzhab dan Hukum Menyelisihinya (Bagian 5)
Alih Bahasa : Reza Ervani bin Asmanu
Artikel Mengikuti Empat Madzhab dan Hukum Menyelisihinya ini masuk ke Kategori Tanya Jawab dan Fatwa Dar Ifta Mesir
Seluruh Serial Mengikuti Empat Madzhab dan Hukum Menyelisihinya dapat dibaca di Link Ini |
لكن مع هذا لا يوجد دليل شرعي يحتم على المكلفين تقليد هذه المذاهب الأربعة بخصوصها في الإفتاء والقضاء أو فرضها قسرا على الأمم والشعوب الإسلامية،
Namun, meskipun demikian, tidak ada dalil syariat yang mewajibkan ummat untuk mengikuti keempat madzhab ini secara khusus dalam hal fatwa dan keputusan hukum, atau mewajibkan madzhab-madzhab secara paksa kepada umat dan bangsa Islam.
فالأصل جواز تقليد كل إمام مجتهد، وفي اختلاف الأئمة سعة ورحمة، فمتى كانت هناك مصلحة راجحة أو مشقة مطلوب رفعها، ويتحقق هذا بالاعتماد على رأي فقهي ثابت النسبة لإمام مجتهد من غير الأئمة الأربعة فلا مانع حينئذ من الأخذ به سواء كان في القضاء أو الإفتاء أو عمل النفس.
Prinsipnya adalah diperbolehkannya mengikuti setiap imam mujtahid. Dalam perbedaan pendapat para imam terdapat kelapangan dan rahmat. Jika terdapat kepentingan yang lebih besar atau kesulitan yang perlu diatasi, maka hal ini dapat dilakukan dengan mengacu pada pendapat hukum yang sah dari seorang imam mujtahid, meskipun bukan dari keempat madzhab tersebut, baik dalam keputusan hukum, fatwa, atau tindakan pribadi.
قال العلامة النفراوي المالكي في الفواكه الدواني [١/ ٢٤، ط. دار الفكر]:
Menurut al Allamah an Nafrawi dari mazdhab Maliki dalam kitab al Fawākih ad Dawānī [1/24, Penerbit Dar al-Fikr] :
«وبالجملة يجب اعتقاد أن جميع المجتهدين على هُدًى حتى من هُجِر مذهبه، وامتناع تقليد غير الأربعة إنما هو لعدم حفظ مذاهبهم، فلا ينافي أن جميعهم على خير من الله وهُدًى وليسوا على ضلال ولا بدعة» اهـ.
“Secara umum, harus diyakini bahwa semua mujtahid berada dalam petunjuk, bahkan meskipun madzhab mereka diabaikan. Larangan mengikuti selain empat mazhab ini hanya karena kurangnya penjagaan terhadap madzhab mereka, bukan karena mereka sesat dan bukan juga karena bid’ah”
وقال النفراوي أيضا في الفواكه الدواني [٢/ ٣٥٦] :
an Nafrawi juga mengatakan dalam al Fawākih ad Dawānī [2/356] :
وقد انعقد إجماع المسلمين اليوم على وجوب متابعة واحد من الأئمة الأربعة: أبي حنيفة ومالك والشافعي وأحمد بن حنبل رضي الله عنهم، وعدم جواز الخروج عن مذاهبهم،
“Saat ini, telah disepakati oleh umat Islam bahwa wajib mengikuti salah satu dari empat imam: Abu Hanifah, Malik, asy Syafi’i, dan Ahmad bin Hanbal radhiyallahu ‘anhum, dan tidak diperbolehkan keluar dari madzhab mereka.
وإنما حرم تقليد غير هؤلاء الأربعة من المجتهدين، مع أن الجميع على هدى؛ لعدم حفظ مذاهبهم؛ لموت أصحابهم وعدم تدوينها،
Larangan mengikuti madzhab yang lain disebabkan oleh kurangnya penjagaan terhadap madzhab-madzhab yang lain itu, karena kematian para pengikut mereka dan tidak adanya dokumentasi.
ولذا قال بعض المحققين: المعتمد أنه يجوز تقليد الأربعة، وكذا من عداهم ممن يحفظ مذهبه في تلك المسألة ودون حتى عرفت شروطه وسائر معتبراته،
Oleh karena itu, beberapa muhaqiqiin berpendapat bahwa yang diterima adalah mengikuti empat imam ini, serta mereka (para ulama madzhab) yang memelihara madzhabnya dalam perkara-perkara tersebut dan telah diketahui syarat-syarat dan kriteria-kriterianya.
فالإجماع الذي نقله غير واحد -كابن الصلاح وإمام الحرمين والقرافي- على منع تقليد الصحابة يحمل على ما فقد منه شرط من ذلك» اهـ.
Jadi, kesepakatan yang dinyatakan oleh beberapa ulama, seperti Ibn ash Shalah, Imam al Haramayn, dan al Qarāfī, tentang larangan bagi seorang mujtahid untuk taqlid kepada shahabat dapat dimaknai sebagai sesuatu yang hanya berlaku jika syarat-syarat tertentu tidak terpenuhi.
— Selesai Kutipan dari al Fawakih ad Dawaani —
ويقول العلامة علوي بن أحمد السقاف في الفوائد المكية [ص٥٠، ط. مصطفى الحلبي] :
Dan, menurut ulama Alawi bin Ahmad al-Saqqaf dalam al-Fawā’id al-Makkiyyah [hal. 50, penerbit Mustafa al-Halabi]:
وليست المذاهب المتبوعة منحصرة في الأربعة، بل لجماعة من العلماء مذاهب متبوعة أيضا كالسفيانين وإسحاق بن راهويه وداود الظاهري والأوزاعي،
Madzhab-madzhab yang diikuti tidak hanya terbatas pada empat madzhab, tetapi juga ada madzhab-madzhab diikuti oleh sekelompok ulama, seperti Madzhab Sufyan, Ishaq bin Rahuyah, Dawud azh Zhahiri, dan al Auza’i.
ومع ذلك فقد صرح جمع من أصحابنا بأنه لا يجوز تقليد غير الأئمة الأربعة، وعللوا ذلك بعدم الثقة بنسبتها إلى أربابها؛ لعدم الأسانيد المانعة من التحريف والتبديل،
Meskipun demikian, beberapa ulama kita menyatakan bahwa tidak boleh mengikuti pendapat selain empat imam tersebut. Hal ini mereka dasarkan pada alasan tidak adanya keyakinan terhadap ketersambungan madzhab-madzhab tersebut dengan pendirinya karena kurangnya sanad yang menjaga dari perubahan dan penyimpangan
بخلاف المذاهب الأربعة؛ فإن أئمتها بذلوا أنفسهم في تحرير الأقوال وبيان ما ثبت عن قائله وما لم يثبت، فأمن أهلها من كل تغيير وتحريف، وعلموا الصحيح من الضعيف؛
Berbeda dengan empat mazhab utama, karena para imamnya telah berusaha keras untuk menjelaskan pendapat dan memisahkan antara apa yang shahih dan tidak shahih, sehingga terjaga dari perubahan dan penyimpangan.
ولذا قال غير واحد في الإمام زيد بن علي: إنه إمام جليل القدر عالي الذكر، وإنما ارتفعت الثقة بمذهبه؛ لعدم اعتناء أصحابه بالأسانيد، فلم يؤمن على مذهبه التحريف والتبديل ونسبة ما لم يقله إليه،
Oleh karena itu – misalnya – banyak yang mengatakan tentang Imam Zaid bin Ali bahwa beliau adalah Imam yang memiliki kedudukan tinggi dan terkenal, namun kepercayaan terhadap madzhabnya hilang karena kurangnya perhatian para pengikutnya terhadap sanad, sehingga tidak aman dari perubahan dan penambahan pendapat yang tidak berasal darinya.
فالمذاهب الأربعة هي المشهورة الآن المتبعة، وقد صار إمام كل منهم لطائفة من طوائف الإسلام عريفا بحيث لا يحتاج السائل عن ذلك تعريفا،
Sementara itu, empat madzhab utama adalah yang masyhur dan diikuti saat ini. Setiap Imam dari empat madzhab tersebut dikenal dalam komunitas Islam sehingga tidak perlu diperkenalkan lagi.
ولا بأس بتقليد غير من التزم مذهبه في أفراد المسائل، سواء كان تقليده لأحد الأئمة الأربعة أو لغيرهم ممن حفظ مذهبه في تلك المسألة ودون حتى عرفت شروطه وسائر معتبراته،
Tidak mengapa mengikuti pendapat selain mereka dalam kasus-kasus tertentu, baik mengikuti salah satu dari empat imam atau ulama lain yang memiliki pendapat di madzhabnya dalam masalah tersebut serta telah terdokumentasi dengan baik syarat-syarat dan pertimbangannya.
فالإجماع الذي نقله غير واحد على منع تقليد الصحابة يحمل على ما لم يعلم نسبته لمن يجوز تقليده، أو علمت ولكن جهل بعض شروطه عنده» اهـ.
Kesepakatan yang dinyatakan oleh beberapa ulama tentang larangan bagi seorang mujtahid untuk taqlid kepada shahabat harus dipahami dalam konteks tidak adanya kepastian ketersambungan dengan orang yang dapat diikuti, atau ketersambungannya jelas tetapi beberapa bahasan syarat-syarat dalam masalah tersebut tidak diketahui.
ويضاف إلى ما مر أن المفتي أو القاضي قد يكون مجتهدا مطلقا فله الخروج قطعا عن المذاهب الأربعة إذا أداه لذلك اجتهاده، وقد يكون مجتهدا منتسبا، أي: وافق اجتهاده اجتهاد إمام سابق صاحب مذهب فانتسب إليه، فله ذلك أيضا،
Sebagai tambahan dari yang telah disebutkan adalah bahwa seorang mufti atau hakim bisa saja merupakan seorang mujtahid mutlak, yang berarti dia dapat meninggalkan empat madzhab jika itu sesuai dengan hasil ijtihadnya. Dia juga bisa menjadi mujtahid yang terafiliasi, yaitu mengikuti ijtihad seorang imam madzhab sebelumnya, dan dia juga diperbolehkan melakukan hal tersebut.
وقد يكون مجتهدا في مذهب إمام معين يمكنه الاستنباط والتخريج على أصول إمامه، فله أيضا الخروج إذا تبحر في فهم مذهب مجتهد آخر وأدلته حتى ترجح لديه الإفتاء بمذهبه،
Selain itu, seorang mujtahid dalam madzhab tertentu yang mampu melakukan ijtihad dan menarik kesimpulan berdasarkan prinsip-prinsip imamnya, juga diperbolehkan untuk meninggalkan madzhab tersebut jika dia telah mempelajari madzhab mujtahid lain (dalam perkara tertentu) dan argumennya dengan mendalam, sehingga dia merasa bahwa mengikuti madzhab tersebut lebih kuat (dalam suatu perkara)
وقد يكون المفتي مجتهدا في الفتيا، أي: لديه القدرة على الترجيح بين الأقوال والوجوه المختلفة في مذهب إمامه، فله أن يعرض للمستفتي الراجح في مذهبه وأن يعرض عليه آراء المذاهب الأخرى الموثوق في نسبتها إلى أصحابها دون أن يلزم المستفتي بالتزام مذهب معين،
Seorang mufti mungkin juga merupakan seorang mujtahid dalam fatwa, yaitu memiliki kemampuan untuk menilai dan membandingkan pendapat dan opsi yang berbeda dalam madzhabnya, maka dia dapat menunjukkan kepada orang yang meminta fatwa pendapat yang lebih kuat dalam madzhabnya serta menyajikan pandangan dari madzhab lain yang terpercaya tanpa mewajibkan orang tersebut untuk mengikuti madzhab tertentu.
وكذلك الأمر للمفتي الناقل لمذهب إمام مجتهد ما دام قد وقف على حقيقة مذهب غير إمامه، فله أن يعرضه على المستفتي بعد عرض مذهب إمامه.
Begitu pula, seorang mufti boleh mengutip madzhab seorang imam mujtahid, selama dia memahami dengan baik madzhab selain imamnya tersebut. Dia dapat menyampaikannya kepada orang yang meminta fatwa setelah menyajikan madzhab imam yang diikutinya.
وبناء على ما سبق: فإن نبذ التقليد للمجتهد مطلوب، أما العامي فينبغي أن يقلد مجتهدا من المجتهدين، ويجوز الخروج عن المذاهب الأربعة في الفتيا والعمل إذا لم يشترط ولي الأمر في تولية المفتي أن يلتزم الإفتاء على مذهب معين، وبشرط أن يقف على حقيقة المذهب الذي يفتي به ويستوثق من نسبته إلى صاحبه من أئمة الاجتهاد، وبشرط ألا يترتب على ذلك حصول مفاسد واضطرابات في المجتمع.
Berdasarkan apa yang telah dijelaskan sebelumnya: maka meninggalkan taklid bagi seorang mujtahid adalah suatu keniscayaan. Sedangkan bagi orang awam, sebaiknya mereka mengikuti pendapat salah satu mujtahid. Diizinkan untuk meninggalkan mazhab empat dalam fatwa dan praktik jika penguasa (waliyul amri) tidak mensyaratkan bahwa seorang mufti harus mengikuti madzhab tertentu. Namun, ini harus dilakukan dengan syarat mufti tersebut benar-benar memahami madzhab yang dia fatwakan dan memastikan bahwa madzhab tersebut berasal dari imam yang kompeten, serta tidak menyebabkan kerusakan atau kekacauan di masyarakat.
والله تعالى أعلم.
Wallahu Ta’ala A’lam
— Alhamdulillah, selesai 5 (Lima) Artikel Rangkaian Serial —
Sumber : Dar al Ifta al Mishriyah
Leave a Reply