Karya Orientalis sebagai Sumber Informasi tentang Islam (4)



أعمال المستشرقين مصدرا من مصادر المعلومات عن الإسلام والمسلمين

Karya-Karya Orientalis sebagai Sumber Informasi tentang Islam dan Kaum Muslimin (Bagian Keempat)

Penulis: Prof. Dr. Ali bin Ibrahim an-Namlah

Sumber: Majalah Universitas Imam Muhammad bin Su’ud al-Islamiyyah, Edisi 7, Tahun ke-7, hlm. 519–564

Artikel Karya Orientalis sebagai Sumber Informasi tentang Islam  ini masuk dalam Kategori Tsaqafah Islamiyah dan Orientalisme

ولا يستطيع المستشرقون – أو غيرهم – أن ينزعوا العلم من صدور الناس، كما لا يستطيعون إبعاد سلطان الدين عن النفوس إلا بتقويض الأعمدة الثلاثة للثقافة.

Para orientalis — atau siapa pun — tidak akan mampu mencabut ilmu dari dada manusia, sebagaimana mereka pun tidak akan mampu menyingkirkan kekuasaan agama dari jiwa manusia kecuali dengan meruntuhkan tiga pilar utama budaya.

فنحن ندرك أن التحول لا يكون سريعاً، ولكن العلم يتضاءل من الصدور، فيكثر الخلط والجهل، وتهتز الثقة،

Kita menyadari bahwa perubahan tidak terjadi secara tiba-tiba, tetapi lambat laun ilmu menyusut dari dada, kekacauan dan kebodohan semakin meluas, dan kepercayaan pun mulai goyah,

فيكون البحث عن البديل فيخرج في الأمة من يتمثل فيه ذلك، فيدعو إلى نبذ الماضي، وإعادة التشكيل الثقافي وفق النمط الغربي،

hingga orang-orang mulai mencari alternatif. Lalu muncullah di tengah umat seseorang yang menyerukan penolakan terhadap masa lalu, serta rekonstruksi budaya menurut pola Barat,

والتقليل من قيمة الميراث الثقافي أو قراءته بأبجدية النسق الغربي،

dengan meremehkan nilai warisan budaya, atau menafsirkan kembali warisan itu dengan alfabet kerangka pemikiran Barat,

وإن لم يكن ذلك ممكناً فلا بأس من الانتقاء من التراث الديني والأدبي والثقافي نقاطاً تهز الثقة، مرت عبر التاريخ الحافل بكل شيء حسن في معظمه، سيء في بعض مواضع منه،

dan jika itu pun tidak mungkin dilakukan, maka tidak mengapa jika hanya mengambil cuplikan dari warisan keagamaan, sastra, dan budaya — potongan-potongan sejarah yang dapat mengguncang kepercayaan — meski sejarah itu mayoritasnya baik dan hanya sebagian kecil saja yang buruk,

ولا بأس من وأد اللغة الأم وجعلها مقصورة على المعابد، وجعل لغات أخرى هي لغة المعاهد، فالفرنسية في المغرب، والانجليزية في المشرق، وربما الروسية بينهما،

dan tidak masalah pula mengubur bahasa ibu, membatasi penggunaannya hanya di tempat ibadah, sementara menjadikan bahasa lain sebagai bahasa pendidikan: Prancis di kawasan Maghrib, Inggris di kawasan Timur, dan mungkin Rusia di antaranya,

حتى تصل لغة المعابد إلى مستوى غير مفهومة فيه، خاضعة للترديد دون إدراك للمعنى مع إدخال اللهجات فيها حتى يتم إحلالها محلها،

hingga bahasa tempat ibadah itu menjadi bahasa yang tak lagi dipahami, sekadar diulang-ulang tanpa penghayatan makna, dan kemudian dimasuki dialek-dialek yang kelak akan menggantikannya sepenuhnya,

فتتفكك الرابطة، ويصبح العربي في بلاده وأهله غريب اليد واللسان، وإن لم يكن غريب الوجه،

maka hancurlah keterikatan, dan seorang Arab pun akan menjadi asing di tengah negeri dan kaumnya — meskipun wajahnya masih tampak sama, namun tangan dan lisannya telah asing,

ويصبح لزاماً عليه أن يسير مع الركب وإلا صدقت عليه إدعاءات التخلف والرجعية، والتقوقع على الذات دون الإفادة من الثقافات الأخرى المحيطة بالمجتمع المسلم قديمه وحديثه.

lalu ia merasa terpaksa untuk ikut dalam arus globalisasi, jika tidak, maka tuduhan-tuduhan tentang keterbelakangan, kejumudan, dan sikap tertutup terhadap budaya lain akan dianggap benar adanya, baik terhadap umat Islam masa lalu maupun masa kini.

فأدى الخوف من الوصم بالتخلف والرجعية والتقوقع إلى أن يتبنى بعض أبناء المسلمين الثقافات الغربية عليهم وعلى مجتمعهم،

Rasa takut akan dicap terbelakang, kolot, dan eksklusif membuat sebagian anak-anak umat Islam justru mengadopsi budaya Barat atas diri mereka dan atas masyarakatnya,

واستدعى هذا التبني محاولة الانسلاخ من الماضي بإهانته والتقليل من شأنه وحصر آثاره على الوقت الذي ظهرت فيه هذه الآثار دون امتداد إلى المستقبل،

dan adopsi ini menyeret mereka untuk melepaskan diri dari masa lalu dengan cara menghina, meremehkan, dan membatasi pengaruh warisan tersebut hanya pada masanya saja, tanpa meyakini relevansinya untuk masa depan,

مما يستدعي – في نظر هؤلاء المنبهرين بالثقافة الغربية – السير في ((ثقافة عالمية)) قادمة من الغرب أو من الشرق.

yang pada akhirnya — menurut mereka yang terpesona dengan budaya Barat — menuntut kita untuk mengikuti “budaya global” yang berasal dari Barat atau dari Timur.

وتلك ربما تكون نتيجة من نتائج إبعاد سلطان الدين من النفوس التي تأتي نتيجة من نتائج الفعل الاستشراقي.

Semua ini bisa jadi merupakan salah satu dari hasil penyingkiran kekuasaan agama dari dalam jiwa, yang merupakan buah dari aksi-aksi orientalisme.

وإذا سلمنا بأن العلم والثقافة لا تنتزع من الصدور انتزاعاً – ونحن مسلِّمون بهذا – سلمنا بأن الوقت عامل مهم في تحقيق ذلك،

Jika kita menerima bahwa ilmu dan budaya tidak dapat dicabut secara paksa dari dada manusia — dan kita memang mengakui hal itu — maka kita pun akan mengakui bahwa waktu adalah faktor penting dalam mewujudkan hal tersebut,

ومع الوقت تأتي الجهود في تحقيق الهدف أو الغاية التي تدخل في الغاية الثانية التي مر ذكرها آنفاً،

dan seiring berjalannya waktu, berbagai upaya pun muncul untuk merealisasikan tujuan yang termasuk ke dalam tujuan kedua yang telah disebutkan sebelumnya,

وذكر أنها تسعى في النهاية إلى السيطرة على هذا الشرق سيطرة قد لا تكون بالضرورة مباشرة.

yakni tujuan yang pada akhirnya berusaha untuk menguasai kawasan Timur ini, dengan bentuk penguasaan yang mungkin tidak selalu berupa dominasi secara langsung.

وهذا متحقق إذا مانزع العلم من الصدور.

Dan penguasaan seperti itu akan tercapai bila ilmu telah berhasil dicabut dari dada umat.

Bersambung ke bagian berikutnya in sya Allah

Sumber : Alukah



Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*


This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.