Kritik Riwayat Asbabun Nuzul (5)



نقد روايات النزول عند ابن عطية

Kritik terhadap Riwayat Asbabun Nuzul menurut Ibnu ‘Athiyyah (Bagian Kelima)

Oleh : Syaikh Muhammad Shalih Sulaiman

Alih Bahasa : Reza Ervani bin Asmanu

Artikel Kritik Terhadap Riwayat Asbabun Nuzul ini masuk dalam Kategori Asbabun Nuzul

Artikel ini berasal dari kitab “ash-Shina‘ah an-Naqdiyyah fi Tafsir Ibni ‘Athiyyah”, terbitan Markaz Tafsir tahun 1437 H / 2016 M, hlm. 291 dan setelahnya

٦) توجيهه للاختلاف بين الأقوال وبيان أثره:

6) Penjelasan Ibnu ‘Athiyyah terhadap Perbedaan Pendapat dan Dampaknya:


الاختلاف في القول بالنزول على نوعين:

Perbedaan pendapat dalam hal sebab nuzul terbagi menjadi dua jenis:


الأول: إمّا أن يكون اختلافًا بين نزول الآية ابتداءً، أو نزولها على سبب.

Pertama: Perbedaan apakah ayat turun secara langsung tanpa sebab, ataukah turun karena suatu sebab tertentu.


الثاني: وإمّا أن يكون اختلافًا في تعيين السبب الذي نزلت الآية فيه.

Kedua: Perbedaan dalam menentukan sebab spesifik yang menjadi latar belakang turunnya ayat tersebut.


وسواء كان هذا أو ذاك؛ فإنّ للاختلاف بنوعيه أثرًا اعتنى ابن عطية ببيانه، وبيان ما يترتب عليه، وما يندرج تحته من مسائل، فمن ذلك:

Baik jenis perbedaan yang pertama maupun yang kedua, keduanya memiliki dampak tersendiri yang dijelaskan secara rinci oleh Ibnu ‘Athiyyah, berikut dengan konsekuensi-konsekuensi dan permasalahan-permasalahan yang timbul dari masing-masing pendapat. Di antara contohnya adalah:

بيانه لاختلاف مقصد الآية باختلاف زمن نزولها:

Penjelasan tentang Perbedaan Makna Ayat Berdasarkan Perbedaan Waktu Turunnya:


ذكر ابن عطية في قوله تعالى:

Ibnu ‘Athiyyah menyebutkan saat menafsirkan firman Allah:

﴿لَا يَسْتَوِي مِنْكُمْ مَنْ أَنْفَقَ مِنْ قَبْلِ الْفَتْحِ وَقَاتَلَ أُولَئِكَ أَعْظَمُ دَرَجَةً مِنَ الَّذِينَ أَنْفَقُوا مِنْ بَعْدُ وَقَاتَلُوا﴾ [سورة الحديد: ١٠]

“Tidaklah sama di antara kalian orang-orang yang menafkahkan (hartanya) dan berperang sebelum penaklukan (Mekah). Mereka lebih tinggi derajatnya daripada orang-orang yang menafkahkan (hartanya) dan berperang setelah itu.” (Surah al-Hadid ayat 10)

الآية، أنها نزلت بسبب أنّ جماعة من الصحابة أنفقَت نفقات كثيرة حتى قال ناس: هؤلاء أعظم أجرًا مِن كلِّ مَن أنفق قديمًا. فنزلت الآية مبينة أنّ النفقة قبل الفتح أعظم أجرًا، ثم علَّق بقوله: «وهذا التأويل على أنَّ الآية نزلَت بعد الفتح، وقد قيل: إنها نزلت قبل الفتح تحريضًا على الإنفاق، والأول أَشهَر

Ayat tersebut, menurut Ibnu ‘Athiyyah, turun karena sekelompok sahabat telah menginfakkan harta dalam jumlah besar, hingga sebagian orang berkata: “Mereka ini lebih besar pahalanya daripada siapa pun yang berinfak di masa lalu.” Maka turunlah ayat tersebut untuk menjelaskan bahwa infak sebelum penaklukan (Mekah) lebih besar pahalanya. Kemudian ia menambahkan: “Takwilan ini berdasarkan pendapat bahwa ayat tersebut turun setelah penaklukan. Ada pula yang mengatakan bahwa ayat ini turun sebelum penaklukan sebagai dorongan untuk berinfak, namun pendapat yang pertama lebih masyhur.”1

فظاهرٌ جدًّا أنّ مقصد الآية يختلف باختلاف زمن النزول المترتب على كلّ قول من القولين المذكورين: فمقصدُ الآية على القول بنزولها بعد الفتح بيانُ فضل الإنفاق قبل الفتح، وأنه أعظم أجرًا. ومقصد الآية على القول بنزولها قبل الفتح التحريض على الإنفاق، والحث عليه.

Tampak sangat jelas bahwa maksud ayat ini berbeda tergantung pada waktu turunnya, sebagaimana dijelaskan dalam dua pendapat yang disebutkan. Jika ayat ini turun setelah penaklukan, maka tujuannya adalah menjelaskan keutamaan infak sebelum penaklukan, bahwa pahalanya lebih besar. Namun jika ayat ini turun sebelum penaklukan, maka tujuannya adalah mendorong dan memotivasi untuk berinfak.

بيانه لاختلاف معاني المفردات بحسب اختلاف روايات النزول:

Penjelasan Ibnu ‘Athiyyah tentang Perbedaan Makna Kata Berdasarkan Perbedaan Riwayat Sebab Nuzul:

تختلف المعاني المتعلقة بألفاظ الآية باختلاف روايات النزول، وقد حرص ابن عطية على بيان ذلك والتنبيه عليه.

Makna-makna yang berkaitan dengan lafaz dalam suatu ayat dapat berbeda tergantung pada riwayat sebab nuzul yang diterima. Ibnu ‘Athiyyah sangat memperhatikan hal ini dan menekankan pentingnya memperjelas perbedaan tersebut.

فمِن ذلك مثلًا ما ذكره ابن عطية عند قوله تعالى:

Contohnya adalah yang disebutkan Ibnu ‘Athiyyah dalam tafsir firman Allah:

﴿وَلَا يَحْسَبَنَّ الَّذِينَ يَبْخَلُونَ بِمَا آتَاهُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ هُوَ خَيْرًا لَهُمْ بَلْ هُوَ شَرٌّ لَهُمْ سَيُطَوَّقُونَ مَا بَخِلُوا بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ﴾ [سورة آل عمران: ١٨٠]

“Dan janganlah sekali-kali orang-orang yang kikir dengan apa yang telah diberikan Allah kepada mereka dari karunia-Nya, mengira bahwa (kekikiran itu) baik bagi mereka. Tidak! Bahkan itu buruk bagi mereka. Kelak apa yang mereka kikirkan itu akan dikalungkan di leher mereka pada hari kiamat.” (Surah Ali ‘Imran ayat 180)

قال: «وقال السدي وجماعة من المتأوِّلين: الآية نزلت في البخل بالمال والإنفاق في سبيل الله، وأداء الزكاة المفروضة، ونحو ذلك، قالوا: ومعنى:﴿سَيُطَوَّقُونَ مَا بَخِلُوا﴾ هو الذي ورَدَ في الحديث عن رسول الله -صلى الله عليه وسلم- أنه قال: 

Ia berkata: “As-Suddī dan sekelompok ahli tafsir berpendapat bahwa ayat ini turun mengenai orang-orang yang kikir dalam hal harta, enggan berinfak di jalan Allah, dan tidak menunaikan zakat yang diwajibkan, serta hal-hal serupa lainnya. Mereka mengatakan bahwa makna

﴿سَيُطَوَّقُونَ مَا بَخِلُوا﴾

adalah sebagaimana disebutkan dalam hadits Nabi ﷺ:

(ما مِن ذي رحم يأتي ذا رحمِهِ، فيسأله عن فضلِ ما عنده فيبخل به عليه، إلّا خرج له يوم القيامة شجاعٌ أقرع من النار يتلمَّظ حتى يطوِّقَه».

‘Tidaklah seseorang yang memiliki hubungan kekerabatan mendatangi kerabatnya lalu meminta kelebihan harta yang ia miliki, namun ditolak dengan kikir, kecuali pada hari kiamat akan keluar untuknya seekor ular besar botak dari api neraka yang menjulurkan lidahnya hingga melilitnya.’” 2

Bersambung ke bagian berikutnya in sya Allah


Baca lebih nyaman dengan aplikasi rezandroid. Download versi terbaru di Google Play Store : https://play.google.com/store/apps/details?id=com.rezaervani.rezandroid

Catatan Kaki

  1. Lihat: al-Muharrar al-Wajiz (8/222).
  2. Lihat: al-Muharrar al-Wajiz (2/430–431); saya tidak menemukan riwayat ini dengan lafaz tersebut, tetapi hadits serupa terdapat dalam al-Mu‘jam al-Awsath karya ath-Thabarani (5/372), no. 5593, dengan lafaz yang mirip: “Tidaklah seseorang yang memiliki hubungan kekerabatan mendatangi kerabatnya untuk meminta kelebihan nikmat yang Allah berikan kepadanya, lalu ia menolak dengan kikir, kecuali Allah akan mengeluarkan untuknya pada hari kiamat seekor ular dari neraka yang disebut ‘Syujā‘’, yang menjulurkan lidahnya dan melilitkannya kepadanya.”


Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*


This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.