
هل صيام عاشوراء يكفر الكبائر؟
Apakah Puasa ‘Asyura (dan Arafah) Bisa Menghapus Dosa-Dosa Besar ? (Bagian Dua)
Alih Bahasa : Reza Ervani bin Asmanu
Artikel Apakah Puasa ‘Asyura Bisa Menghapus Dosa-Dosa Besar ini termasuk dalam Kategori Tanya Jawab
فَرَمَضَانُ إِلَى رَمَضَانَ، وَالْجُمُعَةُ إِلَى الْجُمُعَةِ، لَا يَقْوَيَان عَلَى تَكْفِيرِ الصَّغَائِرِ، إِلَّا مَعَ انْضِمَامِ تَرْكِ الْكَبَائِرِ إِلَيْهَا، فَيَقْوَى مَجْمُوعُ الْأَمْرَيْنِ عَلَى تَكْفِيرِ الصَّغَائِرِ.
Puasa dari Ramadhan ke Ramadhan, dan Jumat ke Jumat, tidak akan cukup kuat untuk menghapus dosa-dosa kecil kecuali disertai dengan meninggalkan dosa-dosa besar. Gabungan antara keduanya (amal dan meninggalkan dosa besar) barulah mampu menghapus dosa-dosa kecil.
فَكَيْفَ يُكَفِّرُ صَوْمُ يَوْمِ تَطَوُّعٍ كُلَّ كَبِيرَةٍ عَمِلَهَا الْعَبْدُ وَهُوَ مُصِرٌّ عَلَيْهَا، غَيْرُ تَائِبٍ مِنْهَا؟ هَذَا مُحَالٌ.
Maka bagaimana mungkin puasa sunnah satu hari dapat menghapus seluruh dosa besar yang dilakukan seorang hamba, sementara ia masih terus melakukannya dan belum bertaubat darinya? Itu sesuatu yang mustahil.
عَلَى أَنَّهُ لَا يَمْتَنِعُ أَنْ يَكُونَ صَوْمُ يَوْمِ عَرَفَةَ وَيَوْمِ عَاشُورَاءَ مُكَفِّرًا لِجَمِيعِ ذُنُوبِ الْعَامِ عَلَى عُمُومِهِ، وَيَكُونُ مِنْ نُصُوصِ الْوَعْدِ الَّتِي لَهَا شُرُوطٌ وَمَوَانِعُ، وَيَكُونُ إِصْرَارُهُ عَلَى الْكَبَائِرِ مَانِعًا مِنَ التَّكْفِيرِ، فَإِذَا لَمْ يُصِرَّ عَلَى الْكَبَائِرِ تَسَاعد الصَّوْم وَعَدَم الْإِصْرَارِ، وَتَعَاونَا عَلَى عُمُومِ التَّكْفِيرِ،
Namun, tidak mustahil bahwa puasa hari Arafah dan hari ‘Asyura bisa menghapus seluruh dosa dalam setahun secara umum, dan ini termasuk dalam nash-nash janji yang memiliki syarat dan penghalang. Ketekunan dalam melakukan dosa besar bisa menjadi penghalang dari penghapusan dosa. Maka jika seseorang tidak bersikukuh dalam dosa besar, maka puasa dan meninggalkan dosa itu akan saling mendukung untuk menghapus dosa-dosa secara umum.
كَمَا كَانَ رَمَضَانُ وَالصَّلَوَاتُ الْخَمْسُ مَعَ اجْتِنَابِ الْكَبَائِرِ مُتَسَاعِدَيْنِ مُتَعَاوِنَيْنِ عَلَى تَكْفِيرِ الصَّغَائِرِ، مَعَ أَنَّهُ سُبْحَانَهُ قَدْ قَالَ:
Sebagaimana puasa Ramadhan dan salat lima waktu, jika disertai dengan menjauhi dosa-dosa besar, maka keduanya akan saling memperkuat dan saling membantu dalam menghapus dosa-dosa kecil. Padahal Allah Subhanahu wa Ta‘ala telah berfirman:
﴿إِنْ تَجْتَنِبُوا كَبَائِرَ مَا تُنْهَوْنَ عَنْهُ نُكَفِّرْ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ﴾ [سورة النساء: ٣١]؛
“Jika kalian menjauhi dosa-dosa besar yang dilarang bagi kalian, niscaya Kami akan hapuskan kesalahan-kesalahan kalian.” (Surah an-Nisa: 31).
فَعُلِمَ أَنَّ جَعْلَ الشَّيْءِ سَبَبًا لِلتَّكْفِيرِ لَا يَمْنَعُ أَنْ يَتَسَاعَدَ هُوَ وَسَبَبٌ آخَرُ عَلَى التَّكْفِيرِ، وَيَكُونُ التَّكْفِيرُ مَعَ اجْتِمَاعِ السَّبَبَيْنِ أَقْوَى وَأَتَمَّ مِنْهُ مَعَ انْفِرَادِ أَحَدِهِمَا، وَكُلَّمَا قَوِيَتْ أَسْبَابُ التَّكْفِيرِ كَانَ أَقْوَى وَأَتَمَّ وَأَشْمَلَ.” انتهى من “الجواب الكافي” (ص13).
Maka diketahui bahwa menjadikan sesuatu sebagai sebab penghapus dosa tidak menafikan kemungkinan adanya sebab lain yang turut membantu dalam proses penghapusan itu. Dan ketika dua sebab berkumpul dalam satu waktu, maka pengaruh penghapusannya akan lebih kuat, lebih sempurna dibandingkan hanya salah satunya saja. Dan semakin kuat sebab-sebab penghapus dosa itu, maka pengaruhnya pun akan semakin besar, lebih lengkap, dan lebih luas. (Selesai dinukil dari al-Jawab al-Kafi, hal. 13)
وقد روى الترمذي (1862) عن عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
Telah diriwayatkan oleh At-Tirmidzi (1862) dari Abdullah bin Umar bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ شَرِبَ الْخَمْرَ لَمْ يَقْبَلْ اللَّهُ لَهُ صَلَاةً أَرْبَعِينَ صَبَاحًا، فَإِنْ تَابَ تَابَ اللَّهُ عَلَيْهِ، فَإِنْ عَادَ لَمْ يَقْبَلِ اللَّهُ لَهُ صَلَاةً أَرْبَعِينَ صَبَاحًا، فَإِنْ تَابَ تَابَ اللَّهُ عَلَيْهِ، فَإِنْ عَادَ لَمْ يَقْبَلِ اللَّهُ لَهُ صَلَاةً أَرْبَعِينَ صَبَاحًا، فَإِنْ تَابَ تَابَ اللَّهُ عَلَيْهِ، فَإِنْ عَادَ الرَّابِعَةَ لَمْ يَقْبَلِ اللَّهُ لَهُ صَلَاةً أَرْبَعِينَ صَبَاحًا، فَإِنْ تَابَ لَمْ يَتُبِ اللَّهُ عَلَيْهِ، وَسَقَاهُ مِنْ نَهْرِ الْخَبَالِ. وصححه الألباني في “صحيح الترمذي”.
“Barangsiapa yang meminum khamr, maka Allah tidak akan menerima salatnya selama empat puluh pagi. Jika ia bertaubat, maka Allah akan menerima taubatnya. Jika ia kembali (meminumnya), maka Allah tidak akan menerima salatnya selama empat puluh pagi. Jika ia bertaubat, maka Allah akan menerima taubatnya. Jika ia kembali (lagi), maka Allah tidak akan menerima salatnya selama empat puluh pagi. Jika ia bertaubat, maka Allah akan menerima taubatnya. Jika ia kembali untuk yang keempat kalinya, maka Allah tidak akan menerima salatnya selama empat puluh pagi. Jika ia bertaubat, maka Allah tidak akan menerima taubatnya dan Allah akan memberinya minum dari Sungai al-Khabal.” Hadits ini dinyatakan sahih oleh Al-Albani dalam Shahih At-Tirmidzi.
قال المباركفوري في “تحفة الأحوذي”: “وَقِيلَ: إِنَّمَا خَصَّ الصَّلاةَ بِالذِّكْرِ لأَنَّهَا أَفْضَلُ عِبَادَاتِ الْبَدَنِ، فَإِذَا لَمْ تُقْبَلْ فَلِأَنْ لا يُقْبَلَ غَيْرُهَا مِنَ الْعِبَادَاتِ أَوْلَى” انتهى من “تحفة الأحوذي” (5/488) بتصرف. وكذا قال العراقي والمناوي. ويراجع جواب السؤال الأخر هنا :
Al-Mubarakfuri dalam Tuhfatul Ahwadzi berkata: “Disebutkannya salat secara khusus karena salat adalah ibadah fisik yang paling utama. Maka jika salat saja tidak diterima, maka lebih layak ibadah-ibadah lainnya juga tidak diterima.” (Tuhfatul Ahwadzi, 5/488). Hal ini juga dikatakan oleh Al-Iraqi dan Al-Munawi. Lihat juga jawaban soal lain disini
- Celakalah mereka yang meminum khamr
فإذا كانت العبادات لا تُقْبَلُ مع الإصرار على شرب الخمر، فكيف يُقْبَلُ صوم عاشوراء؟ بل كيف يُكَفِّرُ ذنوب سنة؟
Jika ibadah-ibadah saja tidak diterima ketika seseorang bersikeras meminum khamr, maka bagaimana mungkin puasa ‘Asyura diterima? Bahkan, bagaimana mungkin ia menghapus dosa selama setahun?
فالواجب عليك أن تبادر إلى التوبة النصوح الصادقة، وأن تقلع عما أنت مقيم عليه من شرب الخمر، وتستدرك ما أنت عليه من التفريط، وأكثر من الباقيات الصالحات، عسى الله أن يتوب عليك، ويتجاوز عنك ما سلف من تفريط وتعدٍّ لحدود الله.
Maka kewajibanmu adalah segera bertaubat dengan taubat yang tulus dan jujur, meninggalkan perbuatanmu dalam meminum khamr, memperbaiki kelalaianmu, dan memperbanyak amalan-amalan saleh yang kekal (al-baqiyat ash-shalihat). Semoga Allah menerima taubatmu dan mengampuni kelalaian serta pelanggaranmu terhadap batas-batas-Nya yang telah lalu.
ما ذكرناه لك هنا، ليس مانعا من صيام يوم عرفة، أو عاشوراء، أو ما شئت من نوافل الخيرات، من صلاة وصيام وصدقة ونسك، فشرب الخمر لا يمنع من ذلك كله، والوقوع في كبيرة، لا يعني أن تمنع نفسك من الطاعات والخيرات، فتزيد الأمر سوءا، بل بادر بالتوبة والإقلاع، وأكثر من الخيرات، حتى ولو غلبتك نفسك ووقعت في بعض الذنب.
Apa yang kami sebutkan di atas, bukanlah penghalang untuk tetap melaksanakan puasa Arafah, ‘Asyura, atau berbagai amalan sunnah lainnya seperti salat, puasa, sedekah, dan ibadah lainnya. Meminum khamr tidak menghalangi seluruh itu. Terjatuh ke dalam dosa besar bukan berarti seseorang harus meninggalkan ketaatan dan amal kebaikan, sehingga memperburuk keadaannya. Justru segeralah bertaubat dan berhenti, serta perbanyaklah amal kebaikan, sekalipun dirimu masih sesekali dikalahkan hawa nafsu dan jatuh dalam dosa.
لكن صحة العمل، وقبوله شيء، والفضل الخاص بتكفير ذنوب سنة أو سنتين شيء آخر.
Namun, sahnya sebuah amal dan diterimanya adalah satu hal, sementara keutamaan khusus berupa penghapusan dosa selama setahun atau dua tahun adalah hal lain.
قال جعفر بن يونس: كنت في قافلة بالشام، فخرج الأعراب فأخذوها، وجعلوا يعرضونها على أميرهم، فخرج جراب فيه سكر ولوز، فأكلوا منه، والأمير لا يأكل !!
Ja’far bin Yunus berkata: Aku berada dalam sebuah kafilah di Syam. Lalu datanglah para perampok dari kalangan Arab Badui dan mereka merampas seluruh kafilah tersebut. Mereka membawa hasil rampasan itu kepada pemimpin mereka. Di antaranya ada sebuah kantong berisi gula dan kacang almond. Mereka memakannya, tetapi pemimpin mereka tidak makan!
فقلت له: لم لا تأكل؟ فقال أنا صائم!
Aku pun bertanya padanya, “Mengapa engkau tidak makan?” Ia menjawab, “Aku sedang berpuasa!”
فقلت: تقطع الطريق، وتأخذ الأموال، وتقتل النفس، وأنت صائم؟!
Aku berkata, “Engkau merampok di jalan, merampas harta orang, bahkan mungkin membunuh, dan engkau berpuasa?”
فقال: يا شيخ؛ أَجْعلُ للصُّلح موضعا!!
Ia menjawab, “Wahai Syaikh, aku sisakan tempat untuk berdamai dengan Allah!”
فلما كان بعد حين رأيته يطوف حول البيت وهو محرم، فقلت: أنت ذاك الرجل؟
Beberapa waktu kemudian, aku melihatnya sedang thawaf mengelilingi Ka’bah dalam keadaan berihram. Maka aku bertanya, “Apakah engkau orang yang dulu itu?”
فقال: ذاك الصوم؛ بلغ بي هذا المقام!! (تاريخ دمشق 66/52).
Ia menjawab, “Itulah puasa, yang membawaku sampai pada kedudukan ini!” (Tarikh Dimasyq 66/52)
راجع جواب السؤال الأخر هنا
Lihat juga jawaban pada pertanyaan lain disini
- Tentang Taubat
والله أعلم.
Allah-lah yang Maha Mengetahui.
Sumber: IslamQA.info
Leave a Reply