
رؤية معاصرة للحملة الصليبية الأولى
Pandangan Kontemporer terhadap Perang Salib Pertama (Bagian Keduabelas)
Alih Bahasa : Reza Ervani bin Asmanu
Artikel Pandangan Kontemporer Terhadap Perang Salib Pertama ini termasuk dalam kategori Tarikh Islam
كما ذكر صاحب كتاب أعمال الفرنجة، وهو من شهود العيان كثرة القتلى من المسلمين، وصوّر ذلك تصويراً بارعاً فقال:
“وصدر الأمر أيضاً بطرح كافة موتى الشرقيين خارج البلدة لشدة النتن المتصاعد من جيفهم، ولأن المدينة كادت أن تكون بأجمعها مملوءة بجثثهم. فقام الشرقيون الذين قيضت لهم الحياة، بسحب القتلى خارج بيت المقدس وطرحهم أمام الأبواب، وتعالت أكوامُهم حتى حاذت البيوت ارتفاعاً. وما تأتّى لأحد قطّ أن سمع أو رأى مذبحة كهذه المذبحة التي ألمَّت بالشعب الوطني (يقصد المسلمين من أهالي بيت المقدس)”.
Penulis kitab A‘māl al-Furunjah, yang merupakan saksi mata, menyebutkan banyaknya korban dari kaum Muslimin dan menggambarkannya dengan sangat jelas. Ia berkata:
“Telah dikeluarkan pula perintah agar semua mayat kaum Timur (maksudnya kaum Muslimin) dibuang keluar kota karena bau busuk yang menyengat dari jasad-jasad mereka, dan karena kota ini hampir seluruhnya dipenuhi dengan mayat mereka. Maka orang-orang Timur yang masih hidup menarik mayat-mayat itu keluar dari Baitul Maqdis dan melemparkannya di depan pintu-pintu gerbang. Timbunan mayat itu sampai setinggi rumah-rumah. Tak seorang pun pernah mendengar atau melihat pembantaian seperti pembantaian yang menimpa rakyat negeri ini (yakni kaum Muslimin penduduk Baitul Maqdis).”
ولم يختلف هذا الوصف بقليل أو كثير عن وصف المؤرخ ابن الأثير لها.
Deskripsi ini hampir tidak berbeda dari penuturan sejarawan Ibn al-Atsir tentang kejadian tersebut.
أحدث سقوط بيت المقدس موجة من الرُّعب في نفوس أهالي المدن والقرى المجاورة، فخلت من المدافعين عنها. وأخذ الصليبيون يستولون على هذه المدن الواحدة تلو الأخرى.
Runtuhnya Baitul Maqdis menimbulkan gelombang ketakutan di kalangan penduduk kota dan desa sekitar, sehingga banyak daerah yang menjadi kosong dari para pembelanya. Pasukan salib pun mulai menguasai kota demi kota secara berurutan.
وهكذا أسَّس الصليبيون الإمارة الثالثة في بيت المقدس، وأتْبَعوها بتأسيس الرابعة في طرابلس. وليس معنى ذلك أن العرب المسلمين تركوا للصليبيين حرية العمل في المنطقة دون مقاومة، وأن جميع من واجه الصليبيين استسلموا. بل كانت هناك بطولات فردية، لم تجدِ أمام ضَعف نفوس غالبية من واجه الصليبيين. ومما جعل هذه الجهود تفشل وتذهب أدراج الرياح أنها كانت في كثير من الأحيان تأتي في وقت متأخر، أو أنها لم تكن كافية لردع المعتدي. وإلى جانب ذلك، فقد ترك هذا الوضع السيء أثراً أليماً في نفوس العرب والمسلمين، ولكن التجاوب العاطفي لا يفعل شيئاً في المعارك العسكرية، فالسلاح لا يفلّه إلاَّ السلاح، والهجوم لا يرده إلاَّ هجوم معاكس وقوي.
Dengan demikian, kaum salib mendirikan kerajaan ketiga mereka di Baitul Maqdis dan kemudian membentuk kerajaan keempat di Tripoli. Ini bukan berarti bahwa kaum Muslim Arab membiarkan pasukan salib bergerak bebas tanpa perlawanan, atau bahwa semua orang yang menghadapi mereka menyerah. Justru terdapat kepahlawanan individual, namun sayangnya hal itu tidak cukup kuat untuk menghadapi lemahnya semangat sebagian besar orang yang menghadapi pasukan salib. Banyak dari upaya-upaya itu gagal karena datang terlambat atau tidak cukup kuat untuk menghalau agresi. Selain itu, kondisi buruk ini meninggalkan luka mendalam dalam jiwa umat Islam, namun emosi semata tidak membawa hasil dalam medan perang. Senjata hanya bisa dihadapi dengan senjata, dan serangan hanya dapat dibendung dengan serangan tandingan yang kuat.
ومن ذلك أن بغداد عاصمة الخلافة العباسية، كان رد الفعل العاطفي فيها قوياً، فكلما استولى الصليبيون على بلد في الشام يثور الرأي العام فيها، ويتجمع الناس في المساجد مطالبين الخليفة والسلطان باتِّباع سياسة ايجابية في جهاد الغزاة. وكذلك كان الأمر في القاهرة ودمشق. فقد أقيمت المآتم، وأخذت الشعوب تضغط على حكامها للخروج لدفع المعتدين.
Contohnya adalah Baghdad, ibu kota Khilafah Abbasiyah, yang menunjukkan reaksi emosional yang kuat. Setiap kali pasukan salib merebut satu wilayah di Syam, opini publik di Baghdad pun bergejolak. Orang-orang berkumpul di masjid-masjid, menuntut khalifah dan sultan untuk mengambil kebijakan tegas dalam berjihad melawan para penjajah. Hal yang sama terjadi di Kairo dan Damaskus. Upacara perkabungan diadakan, dan rakyat mendesak para penguasanya untuk keluar membela negeri mereka dari serangan para penyerbu.
إلاَّ أن الجهود التي بذلت باءت بالفشل في هذا الدور من أدوار الغزو الصليبي لأنها كانت جهوداً فردية لم تنتظم في وحدة، ولم تنسِّق بينها خطة شاملة، مما أدّى إلى ضياعها عبثاً دون نتيجة واضحة. وبذلك استمر الصليبيون في بلاد الشام يَبْغون ويتوسعون في الاتجاه الشمالي الشرقي، وفي الاتجاه الشرقي، وأيضاً في الاتجاه الجنوبي صوب مصر، على حساب القوى الإسلامية الصغيرة المتناثرة هنا وهناك.
Namun segala usaha yang dilakukan dalam fase ini dari invasi Salib tidak membuahkan hasil karena semuanya bersifat individual, tidak terorganisir dalam satu kesatuan, dan tidak terkoordinasi dalam satu strategi terpadu. Akibatnya, upaya tersebut berakhir sia-sia tanpa hasil yang jelas. Maka pasukan salib pun terus melanjutkan ekspansi mereka di wilayah Syam, baik ke arah timur laut, ke arah timur, maupun ke arah selatan menuju Mesir, dengan mengorbankan kekuatan-kekuatan kecil Islam yang terpencar di sana-sini.
Bersambung ke Bagian Berikutnya in sya Allah
Sumber : Alukah
Leave a Reply