Peringatan Srebrenica : Warga Bosnia Mengingat Genosida di Gaza
Dalam Peringatan Srebrenica, warga Bosnis menghubungkan apa yang pernah terjadi kepada mereka dengan apa yang terjadi pada warga Gaza saat ini
rezaervani.com – Sarajevo – Dengan slogan “Kemarin Srebrenica.. hari ini Gaza.. besok?”, ratusan orang kemarin, Kamis, turun ke jalanan ibu kota Bosnia, Sarajevo, untuk menunjukkan solidaritas terhadap Gaza sehari sebelum peringatan 30 tahun genosida Srebrenica.
Pawai yang dimulai dari Sebilj, monumen paling menonjol di Sarajevo, melintasi gang-gang kota tua “Baščaršija” hingga sampai ke Jalan Tito di tugu peringatan anak-anak yang tewas selama pengepungan kota.
Dalam pernyataannya kepada Al Jazeera Net, Amina, salah satu penyelenggara, mengatakan bahwa tujuan pawai ini adalah menghubungkan antara apa yang pernah menimpa mereka dengan genosida yang sedang terjadi hari ini di Gaza. Ia menambahkan bahwa Perserikatan Bangsa-Bangsa mengangkat slogan “Tidak akan terjadi lagi” setelah genosida Srebrenica, tetapi “Gaza hari ini menyaksikan genosida dan PBB sepenuhnya bertanggung jawab atas apa yang terjadi.”
Kelalaian
Warga Bosnia, dalam memperingati tragedi Srebrenica, kembali mengingat apa yang mereka anggap sebagai kelalaian PBB dalam melindungi warga sipil tak bersenjata yang terkepung, terutama karena Srebrenica saat itu dinyatakan sebagai “zona aman” di bawah perlindungan internasional sebelum lebih dari 8 ribu laki-laki dan anak-anak dibantai oleh Serbia dalam hitungan hari.
Sementara itu, Lejla, seorang ibu yang membawa kedua anaknya ke pawai, mengatakan bahwa “apa yang terjadi di Gaza adalah hal paling mengerikan yang pernah kami saksikan.” Ia menjelaskan bahwa gagasan “membunuh semua orang” adalah motif utama para pelaku pembantaian di Srebrenica maupun Gaza.
Asija, yang baru saja menyelesaikan sekolah menengah, tidak menyembunyikan keyakinannya bahwa kegiatan seperti ini tidak memiliki dampak nyata terhadap peristiwa di Gaza. Namun, ia bersikeras ikut serta demi dirinya sendiri, moralnya, serta untuk menunjukkan solidaritas, yang menurutnya adalah hal paling sedikit yang bisa dilakukan. Ia menambahkan bahwa kegiatan semacam ini memiliki makna pribadi yang besar baginya karena kakeknya termasuk di antara mereka yang ditempatkan di kamp konsentrasi selama Perang Dunia II.
Apa yang Menghubungkan Srebrenica dengan Gaza?
Menurut selebaran yang dibagikan oleh para penyelenggara, yang diperoleh Al Jazeera Net, ada enam poin utama yang menyatukan Gaza dengan Srebrenica:
Pertama: Genosida yang terjadi di depan mata semua orang.
Kedua: Diamnya komunitas internasional.
Ketiga: Dilakukannya kejahatan yang sistematis dan terencana.
Keempat: Manipulasi media dan fakta.
Kelima: Peran sentral perempuan dalam perlawanan.
Keenam: Gagalnya slogan “Tidak akan terjadi lagi” yang selalu muncul setelah setiap genosida.
Pintu Harapan
Jurnalis Aisha Hafizovic, yang meliput sidang-sidang Pengadilan Kriminal Internasional untuk Bekas Yugoslavia dan mengikuti kegiatan organisasi “Ibu-Ibu Srebrenica” selama lebih dari 20 tahun, mengatakan bahwa Srebrenica adalah suara hati nurani kemanusiaan pada tahun 1995, dan Gaza adalah suara hati nurani kemanusiaan hari ini.
Ia menegaskan bahwa Srebrenica membuka pintu harapan untuk mengadili para perencana, penyelenggara, dan pelaku pembantaian di Gaza, dengan menjelaskan bahwa Pengadilan Internasional untuk Bekas Yugoslavia telah membuktikan terjadinya “genosida” di Srebrenica, dan menghukum 18 penjahat perang atas tuduhan genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan, dan kejahatan perang lainnya. Pengadilan juga menjatuhkan 5 hukuman penjara seumur hidup, di antaranya kepada Presiden pertama Republik Serbia Bosnia ilegal, Radovan Karadzic, serta kepada Kepala Staf Umum Tentara Serbia Bosnia, Ratko Mladic.
Hafizovic melihat bahwa warisan yang ditinggalkan oleh Pengadilan Kriminal Internasional untuk Bekas Yugoslavia dan mekanisme penyelidikannya merupakan harapan bagi para korban di Gaza, Kongo, Ukraina, dan semua korban lain di seluruh dunia yang mengalami kejahatan tanpa hukuman.
Sejak Februari 2024, warga Sarajevo membaca nama-nama anak-anak yang dibunuh oleh tentara pendudukan Israel di Jalur Gaza.
Sementara itu, Nihad Krsevljakovic, salah satu penggagas inisiatif ini sekaligus Direktur Festival Teater Internasional “MESS” dan Teater Perang Sarajevo, menyatakan kebanggaannya terhadap warga Sarajevo yang terus melanjutkan inisiatif ini selama sekitar satu setengah tahun. Ia menjelaskan bahwa ketika seseorang tidak bisa mengubah realitas, maka inisiatif semacam ini merupakan bentuk “terapi diri” yang menolak normalisasi pembunuhan anak-anak.
Ia menambahkan dalam wawancaranya dengan Al Jazeera Net, “Saya benar-benar yakin bahwa perasaan sejati dan nyata dalam memperingati Srebrenica hari ini tidak akan ada kecuali jika kita berbicara lantang tentang genosida di Gaza.”
Kemunafikan Internasional
Krsevljakovic, yang berusia 18 tahun ketika perang di negaranya dimulai, mengenang keyakinannya pada slogan-slogan kemanusiaan dan keadilan pada masa itu. Namun, seiring meningkatnya perang dan pembantaian, ia menyadari besarnya kemunafikan internasional, yakni “kemunafikan dan kesunyian yang sama yang terjadi hari ini di Gaza.”
Perlu diketahui, pada tahun 2007 Mahkamah Internasional memutuskan bahwa apa yang terjadi di Srebrenica adalah “genosida,” setelah putusan serupa dari Pengadilan Internasional untuk Bekas Yugoslavia yang menjatuhkan vonis kepada 161 orang sepanjang masa kerjanya selama 24 tahun, sebelum ditutup resmi pada 31 Desember 2017.
Pada Mei tahun lalu, Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa menyetujui usulan Jerman-Rwanda untuk menjadikan 11 Juli sebagai Hari Internasional Refleksi atas Genosida Srebrenica 1995 dan memperingatinya, serta mengutuk setiap bentuk penyangkalan genosida ini sebagai peristiwa sejarah. Resolusi itu didukung 84 suara, ditentang 19, dan 68 negara abstain akibat tekanan Serbia.
Permintaan maaf dan pengakuan terbesar atas kelalaian internasional datang dari Menteri Pertahanan Belanda, Kajsa Ollongren, pada tahun 2022. Ia mengatakan bahwa komunitas internasional gagal melindungi warga Srebrenica, dan negaranya menanggung sebagian tanggung jawab politik, karena batalion Belanda saat itu ditugaskan melindungi warga sipil di Srebrenica.
Perlu dicatat, pada 11 Juli 1995, Tentara Serbia Bosnia menyerbu kota Srebrenica yang dilindungi oleh keputusan PBB, memisahkan laki-laki dari perempuan untuk kemudian membantai ribuan pria dan remaja. Sementara itu, sekitar 25 ribu perempuan dan anak-anak diusir secara paksa dari kota dan menempuh perjalanan yang kemudian dikenal dengan “Jalan Maut” sepanjang kurang lebih 100 kilometer.
Sumber: Al Jazeera