Negara Arab Paling Terdampak Cuaca Ekstrem
Sudan dan Djibouti adalah dua negara yang menempati peringkat pertama kedua dalam urutan Negara Arab Paling Terdampak Cuaca Ekstrem
rezaervani.com – 22 Agustus 2025 – Indeks Risiko Iklim 2025 mengungkap peringkat negara-negara yang paling terdampak fenomena iklim ekstrem yang semakin parah. Beberapa negara Arab menempati posisi teratas dalam daftar tersebut.
Indeks Risiko Iklim mengklasifikasikan negara berdasarkan kerugian manusia dan ekonomi yang ditimbulkan akibat fenomena cuaca ekstrem. Edisi terbaru menyoroti kerugian yang semakin meningkat serta kebutuhan mendesak untuk memperkuat kemampuan beradaptasi dengan perubahan iklim dan mengambil langkah yang lebih efektif.
Indeks Risiko Iklim, yang diterbitkan sejak tahun 2006, merupakan salah satu indeks tahunan tertua terkait dampak iklim. Indeks ini menganalisis tingkat dampak fenomena cuaca ekstrem terkait iklim pada negara-negara, sekaligus mengukur konsekuensi risiko yang terealisasi.
Indeks tersebut menekankan bahwa fenomena cuaca ekstrem kini sangat umum dalam realitas global yang baru. Laporan tahun 2025 menyoroti biaya yang semakin besar akibat kelambanan dalam aksi iklim, serta mengungkap meningkatnya kerugian manusia dan ekonomi.
Dalam peringkat negara-negara Arab yang paling terdampak cuaca ekstrem, Sudan berada di urutan pertama secara regional dan ke-15 secara global, diikuti Djibouti di posisi kedua Arab (peringkat 31 global), dan Mauritania di posisi ketiga Arab (peringkat 83 global).

Aljazair menempati peringkat keempat (99 global), Tunisia kelima (114 global), sementara Irak keenam Arab (118 global), dan Yordania ketujuh (125 global).
Secara global, Pakistan berada di urutan pertama sebagai negara paling terdampak cuaca ekstrem, diikuti Belize di Amerika Tengah, lalu Italia, Yunani, Spanyol, Puerto Riko, kemudian Amerika Serikat, Nigeria, Portugal, dan Bulgaria di posisi kesepuluh.
Metodologi indeks ini mencakup analisis dampak fenomena cuaca ekstrem melalui tiga kategori risiko: hidrologis, atmosfer, dan iklim. Indeks ini menggambarkan pengaruh peristiwa tersebut pada negara-negara selama dua tahun terakhir sebelum publikasi, serta selama 30 tahun sebelumnya.
Dasar data yang digunakan terutama berasal dari basis data bencana internasional, Bank Dunia, dan Dana Moneter Internasional. Indeks ini mempertimbangkan dampak absolut dan relatif dengan menggunakan enam indikator utama: kerugian ekonomi, jumlah korban jiwa, serta jumlah orang terdampak, masing-masing dalam nilai absolut maupun relatif.
Indeks tersebut menekankan bahwa antara tahun 1993 hingga 2022, lebih dari 765 ribu orang meninggal dunia, dan tercatat kerugian ekonomi langsung mendekati 2,4 triliun dolar akibat lebih dari 9.400 fenomena iklim ekstrem. Frekuensi dan intensitas bencana terkait iklim terus meningkat, dan angka-angka ini menegaskan kebutuhan mendesak akan tindakan iklim yang segera.
Sumber: Al Jazeera + Kantor Berita