Israel Khawatir dengan Meningkatnya Kehadiran Militer Mesir di Sinai (Tentara Mesir)
Sinai dan Konfrontasi Senyap antara Mesir dan Israel (Bagian Kedua)
Oleh : Muin Manna’
Walau tidak banyak diberitakan, Sinai dan Konfrontasi Senyap antara Mesir dan Israel menunjukkan bahwa hubungan kedua negara itu sedang memanas
Masa Depan Hubungan Mesir–Israel
rezaervani.com – 24 September 2025 – Mesir tidak menyembunyikan kekhawatirannya terhadap perang yang terus berlangsung di Gaza dan serangan Israel yang berkelanjutan di kawasan, serta dampaknya terhadap keamanan nasional Mesir, bahkan juga terhadap nasib perjanjian damai yang mengikatnya dengan Israel.
Presiden Mesir Abdel Fattah Al-Sisi dalam KTT Arab-Islam di Doha menyatakan bahwa “apa yang terjadi saat ini menghalangi peluang perdamaian, mengancam keamanan kalian dan keamanan rakyat kawasan, serta menambah hambatan bagi peluang kesepakatan damai baru bahkan membatalkan yang sudah ada.”
Mesir juga menolak usulan terkait keberadaan pasukan Israel di perbatasan dengan Gaza. Kementerian Luar Negeri Mesir pada 18 September 2024 mengatakan bahwa “Mesir tidak akan menerima keberadaan pasukan Israel di perbatasan dengan Gaza atau perubahan apa pun dalam pengaturan keamanan yang berlaku sebelum perang.”
Mantan duta besar Israel di Mesir, David Govrin, menyoroti pidato terbaru Sisi dalam KTT Arab-Islam di Qatar, di mana ia menyebut Israel sebagai “musuh”, sesuatu yang belum pernah terjadi sebelumnya sejak penandatanganan perjanjian damai.
Ia menganggap bahwa penyebutan itu mencerminkan akumulasi kemarahan Mesir, baik karena perang genosida di Gaza maupun karena Israel membekukan persetujuan atas kesepakatan gas besar senilai 35 miliar dolar.
Menurut Govrin, eskalasi Israel di Gaza dan kekhawatiran Mesir akan arus pengungsi mendorong Kairo memperkuat kehadiran militernya di Rafah, yang bisa menjadi titik awal perubahan permanen dalam keseimbangan kekuatan di Sinai.
Perluasan Kehadiran Militer
Ia memperingatkan bahwa kelanjutan proses ini dapat memberi Mesir peluang untuk memanfaatkan situasi guna memperluas kehadiran militernya, dan mempertahankannya bahkan setelah perang berakhir, dalam bentuk erosi bertahap atas lampiran keamanan.
Govrin melihat bahwa Israel akan kesulitan mengandalkan pasukan multinasional di Sinai atau bahkan pada Amerika Serikat untuk memaksa Mesir kembali pada pembatasan sebelumnya. Hal itu bisa membuat Israel menghadapi kenyataan baru berupa kehadiran militer Mesir yang lebih kuat dan lebih luas di perbatasan selatannya.
Para ahli memperkirakan Israel akan terus meningkatkan tingkat pengawasan dan konfrontasi diplomatik di tingkat internasional, termasuk meminta Washington dan ibu kota-ibu kota Eropa memberi tekanan untuk menghentikan apa yang disebut sebagai “pelanggaran mendasar” dari pihak Mesir di Sinai.
Mantan duta besar Israel itu berpendapat bahwa “alternatif dari riviera Palestina di Gaza bisa jadi adalah konfrontasi militer baru dengan Mesir”, mengisyaratkan bahwa erosi berkelanjutan terhadap lampiran keamanan bisa mengembalikan bayangan bentrokan antara kedua pihak dan merusak salah satu pencapaian terpenting Israel sejak penandatanganan perjanjian damai lebih dari empat dekade lalu.
Kerja Sama dengan China
Sebaliknya, kerja sama militer antara Kairo dan Beijing meningkat dengan cara yang mencakup wilayah geografis Semenanjung Sinai, khususnya terkait dengan sistem pertahanan udara dan latihan militer bersama.
Majalah Al-Arab Weekly, mengutip sumber militer pekan lalu, melaporkan bahwa “Mesir telah memperkuat pertahanan udaranya di Sinai dengan sistem HQ-9B buatan China di tengah meningkatnya ketegangan regional.”
Sementara itu, surat kabar Israel Hayom mengutip sumber keamanan Israel yang menyatakan kekhawatiran mereka atas pertemuan bersama antara pejabat tinggi Mesir dan China pada Juli lalu. Disebutkan bahwa pembahasan tersebut mencakup kesepakatan senjata canggih, termasuk kapal perang dan sistem pertahanan udara mutakhir.
Dalam sebuah artikel analisis pada April lalu, Otoritas Penyiaran Israel menilai bahwa latihan “Eagles of Civilization 2025” merupakan latihan bersama skala besar pertama antara Mesir dan China di dekat perbatasan, yang melibatkan pesawat peringatan dini dan jet tempur penyerang. Para pengamat menilai hal itu sebagai perubahan strategis dalam posisi militer Mesir.
Meski “Eagles of Civilization” dianggap sebagai latihan udara gabungan pertama sejenisnya antara kedua negara, namun kedua pihak sebelumnya sudah beberapa kali mengadakan “latihan laut lintas”, yaitu latihan yang bersifat lintasan dan tidak dijadwalkan sebelumnya.
Alhamdulillah selesai rangkaian artikel 2 (Dua) Seri
Sumber : al Jazeera