Mengapa Bangsa Rusia Menolak Islam dan Memeluk Ortodoks ? (Bagian Pertama)
oleh Muhammad Sya‘bān Ayyūb
Artikel Mengapa Rusia Menolak Islam dan Memeluk Ortodoks ? ini masuk dalam Kategori Sejarah
Sebuah pertanyaan yang sering menjadi bahan perdebatan para peneliti sejarah Rusia awal selalu muncul di benak: Mengapa bangsa Rusia memilih agama Ortodoks sebagai keyakinan mereka, padahal di sekitar mereka ada kaum Muslim Bulgar di tepi selatan Sungai Volga, kaum Yahudi Khazar di dekat Laut Kaspia, serta kaum Kristen Latin di Eropa Tengah dan Barat? Mengapa mereka berpaling dari semua itu dan justru memilih agama Ortodoks Bizantium, agama bangsa Yunani tetangga mereka di selatan?
Pertanyaan ini telah banyak dibahas oleh para peneliti yang sampai pada beragam sebab dan kesimpulan. Penting bagi kita untuk menelusuri dan memahaminya agar mengetahui alasan di balik misteri tersebut — terutama karena peradaban Islam pada empat abad pertama sejarah Islam sama sekali tidak jauh dari bangsa Rusia.
Khalifah Abbasiyah pada masa itu bahkan mengirimkan misi diplomatik besar ke wilayah Rusia pada awal abad keempat Hijriah (kesembilan Masehi). Rombongan itu dipimpin oleh Ibn Fadhlan, yang menulis salah satu catatan perjalanan dan pengamatan paling awal tentang bangsa Rusia yang saat itu masih menyembah berhala dan belum mengenal peradaban ataupun kebudayaan.
Kemunculan Bangsa Rusia di Panggung Sejarah
Jika menelusuri sejarah sejak milenium kedua sebelum Masehi, kita akan menemukan berbagai bangsa yang hidup di wilayah Rusia, termasuk kelompok Indo-Eropa dan Ural-Altai, serta kelompok lain. Namun, rincian identitas, sistem sosial, dan aktivitas bangsa-bangsa tersebut masih sangat terbatas dalam catatan sejarah.
Di wilayah selatan Ukraina modern, sejak zaman kuno telah muncul permukiman Yunani dan Iran yang meninggalkan jejak awal mereka di kawasan itu. Jaringan perdagangan luas juga terbentuk, memanfaatkan sumber daya hutan lebat di barat Pegunungan Ural di sepanjang sungai Kama dan Volga. Meski demikian, pengaruh hubungan tersebut tetap terbatas terhadap masyarakat lokal.
Antara abad ke-4 hingga ke-9 Masehi, wilayah ini dilintasi oleh bangsa Hun, Avar, Goth, dan Magyar (Hongaria). Namun kehadiran mereka yang singkat tidak mengubah struktur budaya kaum Slavia Timur, yang terus melakukan ekspansi bertahap ke selatan dan timur dari wilayah asal mereka di antara Sungai Elbe (di Jerman sekarang) dan rawa-rawa Pripyat di Belarus serta Ukraina.
Menjelang abad ke-9, mulai terbentuk gambaran baru. Kafilah dagang dan kelompok petualang dari Eropa Utara datang melalui Laut Baltik, sementara dari dunia Islam dan Timur datang melalui Laut Hitam. Terbukanya hubungan ekonomi, budaya, dan politik yang beragam ini menjadikan masyarakat Slavia Timur bagian dari jaringan interaksi yang lebih luas, membentuk kerangka sejarah yang menyiapkan lahirnya entitas politik pertama mereka dan menentukan arah perkembangan mereka selanjutnya.
Sumber sejarah Rusia awal seperti kronik karya rahib Nestor The Primary Chronicle (juga dikenal sebagai Catatan Peristiwa Masa Lampau), serta tulisan para ahli geografi Arab seperti al-Mas‘udi dan Ibn Rustah, memberikan informasi terbatas tentang perkembangan wilayah Slavia Timur setelahnya.
Namun bukti arkeologis, terutama ditemukannya koin-koin perak Abbasiyah dan Umayyah di Eropa Timur, menunjukkan bahwa perkembangan ini melalui beberapa tahap. Antara tahun 770 hingga 830 Masehi, para pedagang penjelajah mulai menembus wilayah Sungai Volga secara intensif — sebagaimana disebut dalam Ensiklopedia Ukraina dan Inggris.
Dari pangkalan awal di muara-muara sungai Baltik timur, kelompok Jermanik yang berkarakter dagang sekaligus militer — sebagaimana disebut sejarawan Bizantium Konstantinus Porphyrogenitus dalam karyanya De Administrando Imperio dan dikutip oleh Ensiklopedia Britannica — mulai menembus wilayah yang dihuni suku-suku Slavia. Mereka mencari batu ambar, bulu binatang, madu, lilin, dan hasil hutan lainnya. Mereka hampir tidak menemui perlawanan berarti karena belum ada otoritas lokal yang kuat yang mengatur hubungan antara perdagangan, pajak, dan penjarahan.
Pada waktu yang sama, dari arah selatan juga aktif jaringan perdagangan yang berpusat di Iran utara dan Afrika Utara — sebagaimana dicatat Ibn Khurdādhbah dalam al-Masālik wa al-Mamālik — terutama di daerah hilir Sungai Volga dan Sungai Don, dan dalam kadar lebih kecil di kawasan Sungai Dnieper di Ukraina. Mereka juga mencari komoditas yang sama, terutama budak.
Sekitar tahun 830 M, aktivitas perdagangan di lembah Sungai Don di Rusia selatan dan Sungai Dnieper di Ukraina mulai menurun, sementara kawasan utara Volga di Rusia tengah justru berkembang. Di sana, para pedagang Skandinavia yang beroperasi dari pangkalan mereka di Ladoga dan Onega (barat laut Rusia) mendirikan pusat perdagangan baru.
Pada masa inilah sumber-sumber Islam dan Barat mencatat keberadaan penguasa pertama bangsa Rusia dengan gelar “Khāqān”, tampaknya dipengaruhi oleh tetangga mereka, bangsa Khazar. Entitas yang dikenal dengan “Khaganat Volga-Rus” ini dianggap sebagai pendahulu langsung dari Negara Kiev. Beberapa dekade kemudian, bangsa Rusia bersama kelompok Skandinavia lainnya — kaum Varangian — memperluas serangan mereka di sepanjang jalur sungai dan kawasan berperadaban milik para tetangga mereka.
Bersambung ke bagian berikutnya
Sumber : al Jazeera