Mengapa Bangsa Rusia Menolak Islam dan Memeluk Ortodoks ? (Bagian Kedua)
oleh Muhammad Sya‘bān Ayyūb
Artikel Mengapa Rusia Menolak Islam dan Memeluk Ortodoks ? ini masuk dalam Kategori Sejarah
Kisah Terkenal tentang Masuknya Bangsa Rusia ke Agama Kristen
Pada akhir abad ke-10, Rusia Kiev — yang dianggap sebagai cikal bakal negara Rusia — menyaksikan perubahan besar dalam hal agama di bawah pemerintahan Pangeran Vladimir I (978–1015). Menurut Kronik Nestor yang dikenal dengan Kronik Utama — catatan sejarah Rusia penting dari abad ke-12 — disebutkan bahwa Vladimir I melakukan peninjauan yang cermat terhadap sejumlah agama besar sebelum akhirnya memilih agama Kristen Ortodoks.
Agama-agama yang dipertimbangkan itu mencakup Islam, Yudaisme, Kristen Barat (Katolik), serta kepercayaan paganisme Slavia. Menurut kisahnya, sang pangeran mengirim utusan ke pusat-pusat agama tersebut untuk menyelidiki ajaran dan pelaksanaannya, sebelum akhirnya memutuskan untuk memeluk Ortodoksi Bizantium. Keputusan itu didorong oleh perpaduan faktor politik, budaya, dan spiritual.
Meskipun Kronik Nestor bersifat legendaris dan ditulis jauh setelah peristiwa terjadi, rincian yang disebutkan — seperti lokasi-lokasi peristiwa — menunjukkan bahwa kronik itu mungkin bersumber dari catatan lebih awal, bahkan dari saksi mata. Kronik itu mencatat bahwa pada tahun 986 M, delegasi dari kaum Muslim Bulgar Volga tiba di Kiev dan menawarkan Islam kepada Pangeran Vladimir. Sang pangeran mendengarkan dengan saksama penjelasan tentang prinsip-prinsip Islam, tetapi menolak untuk memeluknya karena Islam melarang makan daging babi, mewajibkan khitan, serta mengharamkan minuman keras. Ia pun berkomentar dengan kalimat terkenalnya yang tercatat dalam kronik dan sumber-sumber Rusia awal:
“Kegembiraan bangsa Rusia adalah minuman keras!”
Setelah itu datanglah utusan dari Paus di Roma yang menawarkan agama Kristen Katolik, menjelaskannya sebagai agama Tuhan Yang Esa. Setelah mendengarkan mereka, Vladimir menjawab bahwa nenek moyangnya tidak pernah menerima agama itu dan tidak berkenan terhadapnya, maka ia pun menolaknya. Rincian ini sejalan dengan catatan Barat yang menyebutkan kegagalan usaha Paus Otto I pada tahun 961 M untuk mengkristenkan bangsa Rusia melalui para misionaris Jerman.

Menurut situs resmi Departemen Urusan Luar Negeri Patriarkat Moskow, setelah utusan dari Bulgar dan Jerman Katolik, datang pula utusan dari Khagan (penguasa) bangsa Yahudi Khazar — yang dalam teks-teks Rusia kuno disebut “Yahudi Khazarstia”. Ketika Vladimir bertanya tentang hukum agama mereka dan mendengarkan penjelasan mereka, ia menanyakan secara langsung tentang tanah air mereka, mengapa mereka terusir dan tersebar di berbagai tempat. Ketika jawaban mereka tidak memuaskan, Vladimir menuduh mereka berusaha membawa murka Tuhan kepada bangsa Rusia — murka yang mereka sendiri akui sebagai penyebab tersebarnya mereka ke seluruh penjuru bumi.
Pada tahap terakhir, datanglah utusan dari bangsa Yunani Bizantium penganut Ortodoks. Menurut Kronik Nestor, utusan ini bukanlah pendeta biasa, melainkan seorang filsuf ulung. Ia menyampaikan pidato panjang yang berisi kritik terhadap agama-agama lain dan menutupnya dengan ancaman tentang api neraka abadi bagi siapa pun yang menolak iman yang benar menurut keyakinannya.
Dalam pidatonya itu, ia menguraikan secara padat sejarah suci mulai dari Nabi Adam hingga Kristus dan para rasul yang telah menyebarkan ajaran mereka kepada bangsa Yunani. Vladimir terkesan dengan logika dan penyampaiannya, dan keyakinannya semakin kuat setelah melihat sebuah ikon yang menggambarkan peristiwa Hari Kiamat. Ia memberikan hadiah besar kepada sang filsuf, tetapi menjawab ajakan untuk segera dibaptis dengan mengatakan bahwa ia akan mempertimbangkannya terlebih dahulu — meskipun jelas ia telah condong pada Ortodoksi Bizantium.
Salah satu faktor utama yang memperkuat pilihannya adalah hubungan lama yang erat antara bangsa Rusia dan Ukraina dengan Kekaisaran Bizantium, pusat agama Kristen Ortodoks. Pada tahun 988 M, Vladimir menikah dengan Putri Anna, saudari Kaisar Bizantium Basil II. Peristiwa ini memberi Rusia Kiev sebuah aliansi politik dan keagamaan yang kokoh dengan Konstantinopel, serta mempercepat proses perpindahan bangsa Rusia ke agama Ortodoks.
Sejarawan Sergey Solovyov dalam bukunya Sejarah Rusia Sejak Zaman Kuno menegaskan bahwa pembaptisan Vladimir dan pernikahannya dengan Putri Anna memperkuat hubungan Rusia Kiev dengan Bizantium, serta membuka jalan bagi masuknya lembaga dan kebudayaan Kristen ke negeri itu. Aliansi ini memberi Rusia yang baru lahir kesempatan untuk menyerap warisan budaya dan peradaban Bizantium — seperti seni gereja dan arsitektur bergaya kekaisaran — yang kemudian membantu membentuk identitas budaya dan keagamaan baru yang akan mewarnai Rusia selama berabad-abad berikutnya.
Agama Kristen Ortodoks juga menarik bagi bangsa Rusia karena alasan lain — agama ini mampu menyerap sebagian tradisi rakyat kaum Slavia. Misalnya, apa yang disebut Maslenitsa atau “Pekan Pancake” direka ulang dan dimasukkan ke dalam kalender gereja, sehingga memudahkan proses perpindahan ke agama baru. Para peneliti Simon Franklin dan Jonathan Shepard dalam buku mereka The Emergence of Rus (Bangkitnya Bangsa Rus) menegaskan bahwa proses pengkristenan itu bercirikan pragmatisme budaya, yang memungkinkan penyesuaian dan penggabungan kebiasaan lokal ke dalam kerangka Ortodoks.
Di sisi lain, Islam saat itu digambarkan sebagai agama yang menuntut perubahan nyata dalam gaya hidup — terutama karena pelarangan minuman keras. Kronik Utama mencatat kalimat terkenal yang diucapkan oleh para utusan Vladimir:
“Minuman keras adalah kegembiraan bangsa Rusia; kami tidak dapat hidup tanpanya.”
Kalimat ini menunjukkan perbedaan yang jelas antara adat-istiadat Slavia Rusia yang masih bersifat pagan dengan tuntutan hukum Islam.
Kesaksian tersebut memperlihatkan bahwa penerimaan terhadap Ortodoksi lebih berkaitan dengan kemampuannya secara kelembagaan untuk menampung adat lokal, ketimbang karena perdebatan teologis langsung dengan agama lain. Namun, perlu dikatakan pula bahwa kurangnya pengalaman para dai Muslim Bulgar, serta ketidaktahuan mereka mungkin tentang prinsip bertahapnya pelarangan khamar dalam Islam dan bagaimana menerapkannya kepada bangsa Rusia penyembah berhala saat itu, membuat mereka kehilangan kemampuan untuk meyakinkan lawan bicara mereka.
Bersambung ke bagian berikutnya
Sumber : al Jazeera