Dokumentasi Ilmiah Pertama tentang Kembalinya “Hantu Gurun” ke Libya
Kembalinya Hantu Gurun ke Libya, yakni kucing pasir dan musang bergaris lurus berhasil didokumentasikan oleh para ilmuwan di Libya
rezaervani.com – 16 Oktober 2025 – Di kedalaman Gurun Sahara, di mana hamparan pasir tak berujung dan tanda-tanda kehidupan nyaris lenyap, bergeraklah di antara bayang-bayang makhluk langka yang dikenal oleh para ahli ekologi dan fotografer alam sebagai “Hantu Gurun” — yaitu kucing pasir (sand cat) dan musang bergaris gurun (striped weasel).
Makhluk-makhluk ini mendapat julukan misterius itu karena sangat jarang terlihat di alam liar. Mereka hanya aktif pada malam hari untuk menghindari panas siang yang terik, dan warna bulu mereka hampir sama dengan warna pasir, membuatnya menyatu sempurna dengan lingkungan. Mereka melintas dengan diam di antara gundukan pasir, meninggalkan jejak samar yang segera terhapus oleh angin. Kemampuan luar biasa untuk bersembunyi ini menjadikan pertemuan dengan mereka di alam bebas seperti memburu hantu di jantung gurun. Karena itu, dokumentasi keberadaan mereka di Libya menjadi kejutan besar bagi dunia ilmiah.
Para peneliti sebelumnya mengira bahwa spesies tersebut telah punah dari wilayah Libya atau tidak lagi mampu bertahan di habitatnya yang kering. Namun sebuah penelitian lapangan terbaru yang diterbitkan dalam jurnal Journal of Arid Environments menjadi dokumentasi ilmiah pertama tentang kembalinya mereka. Studi itu mengungkap bahwa “hantu-hantu” ini masih menjelajahi pasir di wilayah barat daya Libya, menantang kerasnya iklim dan keterpencilan lingkungan.
Penemuan ini dipimpin oleh tim peneliti Libya dan internasional, termasuk Dr. Firas Haidar, peneliti pascadoktoral di Departemen Ilmu Biologi dan Pertanian Universitas Sol Plaatje, Afrika Selatan. Dalam wawancaranya dengan Al Jazeera Net, ia menjelaskan bahwa proyek penelitian ini berawal dari minat bersama para ahli biologi alam Libya untuk mendokumentasikan kehidupan liar yang selama ini terabaikan di negara mereka.
Menurut Dr. Firas, beberapa rekan lokal yang terbiasa menjelajahi daerah terpencil untuk keperluan fotografi atau berkemah mulai memperhatikan keberadaan hewan-hewan kecil yang langka dan tidak dikenal, yang kemudian mendorong tim untuk melakukan pendokumentasian secara ilmiah dan sistematis.
📹 Video pendek berikut menampilkan kemunculan kucing pasir di gurun Libya untuk pertama kalinya:
Dokumentasi Berdasarkan Pengamatan Langsung
Dr. Firas menjelaskan bahwa semua pengamatan dilakukan secara langsung dan didokumentasikan melalui foto serta video beresolusi tinggi yang diambil oleh pengamat satwa liar terlatih. Tidak ada penggunaan kamera jebak (trap cameras) dalam studi ini, dan semua metode pengumpulan data dilakukan secara non-invasif — tanpa menangkap hewan atau mengganggu habitat alaminya.
Meskipun kondisi medan sangat sulit, hasil penelitian melampaui harapan. “Kami terkejut dengan banyaknya penampakan kedua spesies itu di wilayah barat daya Libya, sebuah kawasan yang sebelumnya tidak termasuk dalam wilayah persebaran mereka,” ujar Dr. Firas. “Hal ini menunjukkan bahwa bagian Libya tersebut bisa jadi merupakan tempat perlindungan penting bagi hewan-hewan yang beradaptasi dengan kehidupan gurun.”
📹 Video berikut menampilkan musang bergaris gurun yang direkam oleh pengamat satwa liar:
Nilai Ilmiah yang Besar
Mengenai nilai ilmiah dari temuan ini, Dr. Firas menjelaskan bahwa penelitian ini memberikan bukti nyata pertama tentang keberadaan kucing pasir di Libya — spesies langka yang sangat beradaptasi dengan lingkungan kering. Hewan ini biasanya hidup di wilayah bukit pasir tandus yang ditumbuhi tanaman seperti tamaris, bidara (Ziziphus sp.), dan retama.
“Meski beberapa literatur lama sejak tahun 1950-an menyebut kemungkinan keberadaannya di Libya, tidak ada bukti fisik maupun lokasi yang jelas,” jelasnya. “Selama ini keberadaannya masih diragukan, hingga kami akhirnya berhasil memberikan bukti foto yang pasti.”
Sementara itu, penemuan musang bergaris gurun di wilayah yang lebih jauh ke selatan dibanding catatan sebelumnya juga memiliki nilai ekologis dan biologis penting. Hal itu menunjukkan bahwa hewan tersebut ternyata lebih mampu beradaptasi terhadap kondisi ekstrem gurun dibanding yang diperkirakan sebelumnya. Temuan ini juga mengungkap adanya hubungan sejarah antara populasi fauna gurun di Afrika Utara.
Dr. Firas menambahkan bahwa hasil penelitian ini seharusnya mendorong revisi terhadap peta sebaran spesies di International Union for Conservation of Nature (IUCN), serta membuka jalan bagi studi genetik komparatif guna memahami struktur populasi hewan-hewan tersebut.
Antara Kebahagiaan dan Kekhawatiran
Dr. Firas mengakui bahwa pencapaian ini tidaklah mudah. Timnya menghadapi banyak tantangan — mulai dari suhu yang ekstrem, jarak yang jauh, hingga situasi keamanan dan politik yang tidak stabil, yang membuat survei lapangan rutin menjadi tugas yang rumit dan berat.
Meski ia merasa senang karena berhasil mendokumentasikan secara ilmiah keberadaan “hantu-hantu gurun” tersebut, ia juga menyatakan keprihatinan terhadap meningkatnya ancaman terhadap kelangsungan hidup mereka.
Ia mengungkapkan adanya kasus penjualan kucing pasir sebagai hewan peliharaan, serta penggunaan musang bergaris gurun dalam pengobatan tradisional. Di beberapa desa dan oasis, sebagian masyarakat percaya bahwa bagian tubuh atau sekresi hewan itu memiliki khasiat penyembuhan atau kekuatan magis. Misalnya, kulit, lemak, atau organ dalam hewan ini digunakan dalam ramuan tradisional yang diyakini dapat menyembuhkan penyakit seperti epilepsi, sengatan kalajengking, atau demam. Kadang, bagian-bagian tubuh hewan itu juga dijadikan jimat atau bahan pembakaran dalam ritual yang diyakini mampu “mengusir roh jahat” atau “mendatangkan keberuntungan.”
Dr. Firas menyebut fenomena ini sebagai “indikasi mengkhawatirkan atas eksploitasi yang tidak berkelanjutan, yang dapat mengancam kelangsungan hidup spesies yang populasinya sudah sangat sedikit.” Ia menegaskan pentingnya peningkatan kesadaran publik dan penegakan hukum perlindungan satwa liar sebagai langkah mendesak yang harus diambil.
Langkah Mendesak untuk Menghadapi Ancaman
Untuk menghadapi ancaman-ancaman tersebut, Dr. Firas menyerukan serangkaian langkah darurat, termasuk melakukan survei lapangan terarah guna menentukan sebaran nyata spesies dan habitatnya, meluncurkan kampanye penyadaran publik untuk membatasi perburuan dan perdagangan, membangun kapasitas masyarakat lokal serta otoritas terkait agar mampu mengenali dan melindungi spesies ini, serta membentuk basis data nasional mengenai hewan karnivora kecil sebagai dasar penetapan prioritas konservasi.
Ia juga mengungkapkan bahwa dirinya telah menerbitkan tiga penelitian ilmiah tentang perlindungan hewan karnivora kecil di Libya dan Tunisia, dan saat ini tengah mengerjakan tiga studi lain yang mencakup seluruh wilayah Afrika Utara. Ia menyatakan keinginannya untuk bekerja sama dengan organisasi lingkungan internasional guna memperkuat upaya pemantauan dan perlindungan.
Dr. Firas menutup wawancaranya dengan pesan yang ditujukan kepada para ilmuwan dan masyarakat luas, dengan mengatakan bahwa “bahkan di tempat-tempat yang kita anggap kosong dari kehidupan, selalu ada makhluk yang berjuang dalam diam. Penemuan kembali kucing pasir dan meluasnya jangkauan musang bergaris gurun mengingatkan kita akan pentingnya kerja sama antara ilmuwan dan warga dalam menjaga keanekaragaman hayati di padang pasir kita sebelum mereka menghilang dalam keheningan.”
Sumber : al Jazeera