Sejarah Kelompok Bersenjata di Sudan dan Perjanjiannya (Bagian Keempat)
Kelompok Bersenjata di Sudan dan gerakan mereka adalah hal yang sangat erat dengan Sudan. Apa saja kelompok-kelompok tersebut ? Apa saja perjanjian-perjanjian yang pernah dibuat terkait kelompok-kelompok bersenjata tersebut ?
Dialog Al-Wathba (2015) dan Peluncuran Proyek Dialog Nasional
Proyek Dialog Nasional ini diluncurkan oleh mantan presiden Umar al-Basyir dengan tujuan mendorong dialog antara berbagai komponen politik, sipil, dan militer di Sudan. Namun, beberapa kelompok politik besar — terutama Partai Umma — memboikotnya.
Proyek ini didasarkan pada enam poin utama:
- Perdamaian dan persatuan nasional.
- Kebebasan dasar dan pengaturan politik.
- Meningkatkan taraf hidup masyarakat Sudan dari kemiskinan menuju kesejahteraan.
- Isu identitas nasional Sudan.
- Hubungan luar negeri.
- Masalah pemerintahan dan pelaksanaan hasil dialog nasional.
Peta Jalan Afrika (2016)
Inisiatif ini mencakup visi dan tahapan untuk mencapai perdamaian di wilayah Darfur, Kordofan Selatan, dan Nil Biru.
Revolusi Desember (2018)
Dalam gelombang revolusi rakyat besar-besaran menentang rezim yang berkuasa, militer mengumumkan penggulingan Umar al-Basyir melalui pernyataan Menteri Pertahanan Ahmed Awad Ibn Auf. Namun, protes rakyat terus berlanjut, menolak kepemimpinan Ibn Auf, hingga akhirnya ia mengundurkan diri.
Kepemimpinan kemudian diambil alih oleh Abdul Fattah al-Burhan, yang menjadi ketua Dewan Militer Sementara untuk mengelola urusan negara.
Setelah itu, muncul perselisihan antara kelompok sipil dan kelompok bersenjata mengenai siapa yang berhak mewakili Koalisi Kekuatan untuk Kebebasan dan Perubahan (Forces of Freedom and Change – FFC), yang sebelumnya berperan besar dalam menggulingkan al-Basyir. Ketegangan pun terus berlanjut di antara berbagai faksi Sudan.
Pada Mei 2019, dewan militer menyerukan pemilu dini, namun langkah itu ditolak oleh para demonstran yang menuduh dewan berusaha melegitimasi rezim lama dan mengembalikannya ke kekuasaan.
Sebagai bentuk perlawanan, Koalisi Kekuatan untuk Perubahan melancarkan aksi mogok sipil untuk menentang keterlambatan militer dalam menyerahkan kekuasaan kepada pemerintahan sipil.
Konflik mencapai puncaknya ketika Burhan — selaku ketua dewan militer — mengumumkan penghentian perundingan dengan Koalisi Kekuatan untuk Perubahan dan menetapkan rencana menggelar pemilu dalam waktu sembilan bulan.
Dokumen Pembagian Kekuasaan (2019)
Sejumlah pihak regional dan internasional turun tangan untuk menengahi krisis dan mempertemukan pandangan antara pihak-pihak yang bertikai.
Presiden Ethiopia Abiy Ahmed berkunjung ke Khartoum, sementara Uni Afrika memperkuat upaya diplomatiknya melalui utusannya Mohamed al-Hassan Ould Lebatt, yang mengadakan beberapa dialog dengan para pemimpin militer, politik, dan sipil Sudan untuk menjembatani perbedaan mereka.
Pada Juli 2019, dewan militer dan Koalisi Kekuatan untuk Kebebasan dan Perubahan menandatangani dokumen pertama perjanjian transisi kekuasaan, yang mencakup ketentuan tentang pembagian kekuasaan dan pengelolaan masa transisi.
Pada 17 Agustus 2019, diselenggarakan upacara penandatanganan dokumen tersebut, yang menetapkan periode transisi selama 39 bulan dan membentuk Dewan Kedaulatan yang terdiri dari 11 anggota:
- 5 anggota dipilih oleh dewan militer,
- 5 anggota dipilih oleh Koalisi Kekuatan untuk Perubahan,
- dan 1 anggota sipil dipilih berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak.
Perjanjian Juba untuk Perdamaian (2020)
Perjanjian ini ditandatangani oleh Dewan Militer yang memimpin masa transisi dengan sejumlah kelompok bersenjata yang tergabung dalam Aliansi Front Revolusioner Sudan (SRF), yang terdiri atas 5 kelompok bersenjata dan 4 organisasi politik.
Kelompok-kelompok utama yang ikut serta antara lain:
- Gerakan Pembebasan Sudan yang dipimpin Mini Arko Minawi,
- dan Gerakan Keadilan dan Kesetaraan yang dipimpin Jibril Ibrahim.
Berdasarkan perjanjian ini, kelompok-kelompok bersenjata memperoleh jatah kekuasaan politik di pemerintahan pusat di Khartoum.
Namun, tidak semua kelompok ikut serta — di antaranya Gerakan Pembebasan Rakyat Sudan – Sektor Utara (SPLM-N) dan Gerakan Pembebasan Sudan pimpinan Abdul Wahid Muhammad Nur, yang masih melanjutkan perlawanan di wilayah Darfur.
Konflik Bersenjata dengan Pasukan Dukungan Cepat
Ketegangan antara Mohamed Hamdan Dagalo (Hemeti) dan Abdul Fattah al-Burhan berkembang menjadi konflik bersenjata besar-besaran yang pecah pada pertengahan April 2023.
Pertempuran ini menyebabkan jutaan warga mengungsi di dalam negeri dan puluhan ribu lainnya melarikan diri ke luar negeri.
Akar utama konflik ini berpusat pada perdebatan tentang integrasi Pasukan Dukungan Cepat (Rapid Support Forces – RSF) ke dalam angkatan bersenjata Sudan, serta perselisihan mengenai penyatuan struktur kelembagaan dan perusahaan-perusahaan yang berada di bawah kendali pasukan tersebut.
Alhamdulillah selesai rangkaian artikel 4 (Empat) Seri
Sumber : al Jazeera