Progress Donasi Kebutuhan Server — Your Donation Urgently Needed — هذا الموقع بحاجة ماسة إلى تبرعاتكم
Rp 1.500.000 dari target Rp 10.000.000
Jawa, yang akan saya uraikan di bawah nanti. Sistem ini diasosiasikan dengan cara yang luas dan umum dengan desa orang Jawa. Substruktur sosial utama yang £edua, pasar, harus dimengerti dalam arti yang luas hingga mencakup seluruh jaringan hubungan dagang dalam negeri di pulau itu. Untuk bagian terbesar, aspek interlokal perdagangan ini berada di tangan orang Cina: aspek yang lebih lokal berada di tangan orang Jawa, sekalipun ada banyak keadaan yang tumpang-tindih. Pengaitan elemen perdagangan orang Jawa dengan versi Islam yang lebih murni daripada yang lazim di Jawa, bisa ditarik kebelakang sampai ke saat masuknya agama Timur Tengah itu ke Pulau Jawa. Pasalnya, agama itu masuk sebagai bagian dari perluasan dagang besar-besaran di sepanjang Laut Jawa, yang pada akhirnya dirangsang oleh kemunculan Abad Eksplorasi di Eropa. Kedatangan orang Belanda menghancurkan perdagangan orang Jawa yang ramai serta berkembang di pelabuhan-pelabuhan pantai utara—Surabaya, Gresik, Zuban dan lain-lain—sebagai bagian dari ekspansi ini. Namun, kultur dagang itu tidak mati sepenuhnya: ia bertahan hidup sampai sekarang, walaupun sudah banyak berubah dan melemah. Bangkitnya gerakan pembaruan Islam di Indonesia pada awal abad ini sebagai bagian dari gerakan nasionalis secara umum, yang pada 1945 akhirnya membuat Indonesia merdeka dari kekuasaan Belanda, menghidupkan kembali dan semakin mempertajam semangat untuk Islam yang lebih murni, yang tidak begitu terkontaminasi oleh animisme atau mistisisme, di antara elemen pedagang kecil dalam masyarakat Jawa. Islam yang lebih murni itu merupakan subtradisi yang saya sebut santri. Walaupun dengan cara yang umum dan luas, Subvarian santri ini dipertautkan dengan elemen dagang orang Jawa, ia tidak hanya berlaku bagi kalangan dagang saja. Demikian juga, tidak semua pedagang betul-betul merupakan pemeluk subvarian itu. Ada elemen santri yang kuat di desa-desa. Mereka seringkali berada di bawah pimpinan para petani yang lebih kaya yang sudah mampu naik haji ke Mekkah dan setelah kembali, mendirikan sekolah-sekolah agama. Pada pihak lain, pasar, khususnya sejak perang dan lenyapnya permintaan Belanda akan pelayan dan buruh kasar, penuh sesak oleh kerumunan pedagang kecil abangan yang mencoba mencari nafkah seadanya. Walaupun begitu, jumlah terbanyak dari pedagang yang lebih besar serta giat masih berasal dari kalangan santri. Tradisi keagamaan kalangan santri tidak hanya terdiri atas pelaksanaan ritual dasar Islam secara cermat