Progress Donasi Kebutuhan Server — Your Donation Urgently Needed — هذا الموقع بحاجة ماسة إلى تبرعاتكم
Rp 1.500.000 dari target Rp 10.000.000
إنَّ كلَّ ما في الكون يحكي أنَّه إيجاد موجد حكيم عليم خبير، ولكنَّ الإنسان ظلوم جهول (قتل الإنسان ما أكفره - من أي شيء خلقه - من نطفةٍ خلقه فقدره - ثم السبيل يسره - ثم أماته فأقبره - ثم إذا شاء أنشره - كلا لمّا يقض ما أمره - فلينظر الإنسان إلى طعامه - أنا صببنا الماء صباً - ثم شققنا الأرض شقاً - فأنبتنا فيها حباً - وعنباً وقضباً - وزيتوناً ونخلاً) عبس: ١٧-٢٩ .
كيف يمكن أن تتأتى المصادفة في خلق الإنسان وتكوينه، وفي صنع طعامه على هذا النحو المقدّر الذي تشارك فيه الأرض والسماء، وصدق الله في وصفه للإنسان (إنَّه كان ظلوماً جهولاً) الأحزاب: ٧٢ . (١)
وهذه فرية راجت في عصرنا هذا، راجت حتى على الذين نبغوا في العلوم المادّية، وعلل كثيرون وجود الأشياء وحدوثها بها، فقالوا: الطبيعة هي التي تُوجد وتُحدِث.
وهؤلاء نوجه لهم هذا السؤال: ماذا تريدون بالطبيعة؟ هل تعنون بالطبيعة ذوات الأشياء؟ أم تريدون بها السنن والقوانين والضوابط التي تحكم الكون؟ أم تريدون بها قوة أخرى وراء هذا الكون أوجدته وأبدعته؟
إذا قالوا: نعني بالطبيعة الكون نفسه، فإننا لا نحتاج إلى الردّ عليهم، لأنّ فساد قولهم معلوم ممّا مضى، فهذا القول يصبح ترديداً للقول السابق إنّ الشيء يوجد نفسه، أي: إنّهم يقولون الكون خلق الكون، فالسماء خلقت السماء، والأرض خلقت الأرض، والكون خلق الإنسان والحيوان، وقد بيّنا أنّ العقل الإنساني يرفض التسليم بأنّ الشيء يوجد نفسه، ونزيد الأمر إيضاحاً فنقول: والشيء لا يخلق شيئاً أرقى منه، فالطبيعة من سماء وأرض ونجوم وشموس وأقمار لا تملك عقلاً ولا سمعاً ولا بصراً، فكيف تخلق إنساناً سميعاً عليماً بصيراً! هذا لا يكون.
(١) وسيأتي مزيد بحث لهذه المسألة عند الكلام على الآيات الكونية إن شاء الله تعالى.
الرد على شبهات الملحدين في نشأة الكون (الطبيعة)
Sesungguhnya seluruh yang ada di alam semesta ini menunjukkan bahwa keberadaannya adalah bukti adanya Pencipta Yang Mahabijaksana, Maha Mengetahui, dan Maha Teliti. Namun manusia itu zalim lagi bodoh, sebagaimana firman Allah:
قُتِلَ الْإِنسَانُ مَا أَكْفَرَهُ * مِنْ أَيِّ شَيْءٍ خَلَقَهُ * مِنْ نُطْفَةٍ خَلَقَهُ فَقَدَّرَهُ * ثُمَّ السَّبِيلَ يَسَّرَهُ * ثُمَّ أَمَاتَهُ فَأَقْبَرَهُ * ثُمَّ إِذَا شَاءَ أَنْشَرَهُ * كَلَّا لَمَّا يَقْضِ مَا أَمَرَهُ * فَلْيَنْظُرِ الْإِنسَانُ إِلَى طَعَامِهِ * أَنَّا صَبَبْنَا الْمَاءَ صَبًّا * ثُمَّ شَقَقْنَا الْأَرْضَ شَقًّا * فَأَنْبَتْنَا فِيهَا حَبًّا * وَعِنَبًا وَقَضْبًا * وَزَيْتُونًا وَنَخْلًا
“Binasalah manusia; alangkah amat sangat kufurnya dia. Dari apakah Allah menciptakannya? Dari setetes mani, Allah menciptakannya lalu menentukannya. Kemudian memudahkan jalannya. Lalu mematikannya dan menguburkannya. Kemudian bila Dia menghendaki, Dia membangkitkannya kembali. Sekali-kali jangan; manusia itu belum melaksanakan apa yang diperintahkan Allah kepadanya. Maka hendaklah manusia itu memperhatikan makanannya. Sesungguhnya Kami benar-benar telah mencurahkan air (dari langit) dengan tercurah. Kemudian Kami belah bumi sebaik-baiknya. Lalu Kami tumbuhkan biji-bijian di bumi itu. Dan anggur dan sayur-sayuran. Dan zaitun dan kurma.” (Surah ‘Abasa: 17–29)
Bagaimana mungkin kebetulan bisa terjadi dalam penciptaan manusia dan pembentukannya, serta dalam pengadaan makanannya dengan pengaturan yang begitu tepat, yang di dalamnya langit dan bumi sama-sama berperan? Maha benar Allah dalam firman-Nya yang menggambarkan manusia: إِنَّهُ كَانَ ظَلُومًا جَهُولًا “Sesungguhnya dia adalah amat zalim lagi amat bodoh.” (Surah al-Ahzab: 72). (1)
Ini adalah kebohongan yang laris di zaman kita sekarang. Bahkan banyak orang yang menonjol dalam ilmu-ilmu material pun menggunakannya, dan banyak yang menisbatkan keberadaan sesuatu kepada alam. Mereka berkata: “Alam-lah yang menciptakan dan mengadakan.”
Kepada mereka kita ajukan pertanyaan: Apa yang kalian maksud dengan “alam”? Apakah yang kalian maksud adalah hakikat benda-benda itu sendiri? Ataukah hukum, undang-undang, dan aturan yang mengatur alam semesta? Ataukah kalian maksud kekuatan lain di balik alam semesta yang menciptakan dan mengaturnya?
Jika mereka berkata: “Yang kami maksud dengan alam adalah alam semesta itu sendiri,” maka kita tidak perlu lagi menjawab mereka, karena rusaknya ucapan itu sudah jelas dari penjelasan sebelumnya. Ucapan ini hanya mengulang perkataan sebelumnya bahwa sesuatu menciptakan dirinya sendiri. Dengan kata lain: mereka mengatakan bahwa alam semesta menciptakan alam semesta, langit menciptakan langit, bumi menciptakan bumi, dan alam menciptakan manusia serta hewan. Padahal akal manusia menolak dengan tegas keyakinan bahwa sesuatu menciptakan dirinya sendiri.
Lebih dari itu, sesuatu tidak mungkin menciptakan sesuatu lain yang lebih tinggi darinya. Alam yang berupa langit, bumi, bintang, matahari, dan bulan tidak memiliki akal, tidak memiliki pendengaran, dan tidak memiliki penglihatan. Maka bagaimana mungkin ia menciptakan manusia yang berakal, mendengar, dan melihat? Ini adalah sesuatu yang mustahil.