Progress Donasi Kebutuhan Server — Your Donation Urgently Needed — هذا الموقع بحاجة ماسة إلى تبرعاتكم
Rp 1.500.000 dari target Rp 10.000.000
dan bukan pula dia sajak, tetapi dia berdiri sendiri melebihi syair, nashar dan nazham, yang belum pernah sebelumnya turun, orang Arab belum pernah mengenal kata seperti itu. Demikianlah terpesona mereka itu, lebih terpesona pemuka-pemuka mereka sendiri, sebagai Abu Jahal, Abu Sufyan, al-Walid bin al-Mughirah dan lain-lain.
Tidak ada kata lain yang dapat mereka pilih untuk menilainya, sehingga mereka katakan saja bahwa al-Quran itu adalah sihir. Seorang pedusunan dari Bani Ghifar, bernama Anis, yaitu saudara dari Abu Zar al-Ghifari berkata kepada Abu Zar “Saya bertemu di Makkah seorang laki-laki memberi agama ini, dia mengatakan bahwa dia utusan Tuhan Allah.” Lalu Abu Zar berkata: “Apa kata orang tentang dirinya?”
Anis menjawab: “Ada orang yang mengatakan bahwa dia itu seorang ahli syair, kata orang yang lain dia itu kahin (tukang tenung) dan kata yang lain lagi dia itu ahli sihir.” Lalu Abu Zar bertanya kepada Anis, karena diapun seorang penyair: “Engkau sendiri bagaimana pendapatmu tentang dia?” Anis menjawab: “Aku telah pernah mendengar perkataan kahin, namun ini bukan kata-kata ahli kahin. Aku sudah perbandingkan kata-katanya ini dengan syair-syair ahli syair, maka tidak ada samasekali persamaan kata-katanya ini dengan syair. Pendeknya, demi Allah, dia adalah benar. Dan penyair adalah bohong.”
Kedua: Al-Quran banyak menceritakan berita tentang masa-masa telah lalu; berita tentang kaum ‘Aad, Tsamud, kaum Luth, kaum Nuh, kaum Ibrahim, kaum Musa, negeri Madiyan, cerita tentang kesucian Maryam dan kelahiran puteranya (Isa Almasih), tentang lahirnya Yahya bin Zakariya. Segala berita yang dibawanya itu benar dan semuanya bertepatan dengan kenyataan yang benar, dan banyak persesuaian dengan cerita ahlul-kitab, sedang yang membawa berita al-Quran ini dikenal oleh semua yang hidup sezaman dengan dia bahwa dia ummi (butahuruf), tak pandai menulis dan tak tahu membaca. Dan tidak pula pernah belajar kepada seorang guru, dan masyarakat Makkah sedirinya, tempat dia lahir dan dibesarkan bukanlah masyarakat ahlul-kitab, melainkan masyarakat menyembah berhala. Bukan sebagai di Madinah yang dipengaruhi oleh Yahudi dan bukan sebagai di Najran yang berpenduduk Nasrani.
Meskipun kaum Orientalis kadang-kadang mencari segala macam lobang, walaupun lobang paling kecil, untuk menegakkan teori bahwa Nabi Muhammad s.a.w. pernah belajar kepada ahlul-kitab, namun teorinya yang dibikinkan itu adalah lakasan menegakkan benang basah. Berfikir yang benar, hanyalah sampai kepada kesimpulan bahwa “orang ini” dan Nabi Muhammad s.a.w., mendapat wahyu dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Di dalam al-Quran sendiri Tuhan bersabda kepadanya: “Bahwa sebelum al-Quran ini turun, dia belum pernah membaca satu kitabpun, dan belum pernah dia menulis apa-apa dengan tangannya.”*
Satu hal yang lucu telah kejadian. Di Makkah ada tinggal seorang pandai besi berasal dari negeri Rum, menerima upah membuat pedang. Orang itu tidak
id) oleh admin pada 23 September 2025 - 23:31:32.dan bukan pula dia sajak, tetapi dia berdiri sendiri melebihi syair, nashar dan nazham, yang belum pernah sebelumnya turun, orang Arab belum pernah mengenal kata seperti itu. Demikianlah terpesona mereka itu, lebih terpesona pemuka-pemuka mereka sendiri, sebagai Abu Jahal, Abu Sufyan, al-Walid bin al-Mughirah dan lain-lain.
Tidak ada kata lain yang dapat mereka pilih untuk menilainya, sehingga mereka katakan saja bahwa al-Quran itu adalah sihir. Seorang pedusunan dari Bani Ghifar, bernama Anis, yaitu saudara dari Abu Zar al-Ghifari berkata kepada Abu Zar “Saya bertemu di Makkah seorang laki-laki memberi agama ini, dia mengatakan bahwa dia utusan Tuhan Allah.” Lalu Abu Zar berkata: “Apa kata orang tentang dirinya?”
Anis menjawab: “Ada orang yang mengatakan bahwa dia itu seorang ahli syair, kata orang yang lain dia itu kahin (tukang tenung) dan kata yang lain lagi dia itu ahli sihir.” Lalu Abu Zar bertanya kepada Anis, karena diapun seorang penyair: “Engkau sendiri bagaimana pendapatmu tentang dia?” Anis menjawab: “Aku telah pernah mendengar perkataan kahin, namun ini bukan kata-kata ahli kahin. Aku sudah perbandingkan kata-katanya ini dengan syair-syair ahli syair, maka tidak ada samasekali persamaan kata-katanya ini dengan syair. Pendeknya, demi Allah, dia adalah benar. Dan penyair adalah bohong.”
Kedua: Al-Quran banyak menceritakan berita tentang masa-masa telah lalu; berita tentang kaum ‘Aad, Tsamud, kaum Luth, kaum Nuh, kaum Ibrahim, kaum Musa, negeri Madiyan, cerita tentang kesucian Maryam dan kelahiran puteranya (Isa Almasih), tentang lahirnya Yahya bin Zakariya. Segala berita yang dibawanya itu benar dan semuanya bertepatan dengan kenyataan yang benar, dan banyak persesuaian dengan cerita ahlul-kitab, sedang yang membawa berita al-Quran ini dikenal oleh semua yang hidup sezaman dengan dia bahwa dia ummi (butahuruf), tak pandai menulis dan tak tahu membaca. Dan tidak pula pernah belajar kepada seorang guru, dan masyarakat Makkah sedirinya, tempat dia lahir dan dibesarkan bukanlah masyarakat ahlul-kitab, melainkan masyarakat menyembah berhala. Bukan sebagai di Madinah yang dipengaruhi oleh Yahudi dan bukan sebagai di Najran yang berpenduduk Nasrani.
Meskipun kaum Orientalis kadang-kadang mencari segala macam lobang, walaupun lobang paling kecil, untuk menegakkan teori bahwa Nabi Muhammad s.a.w. pernah belajar kepada ahlul-kitab, namun teorinya yang dibikinkan itu adalah lakasan menegakkan benang basah. Berfikir yang benar, hanyalah sampai kepada kesimpulan bahwa “orang ini” dan Nabi Muhammad s.a.w., mendapat wahyu dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Di dalam al-Quran sendiri Tuhan bersabda kepadanya: “Bahwa sebelum al-Quran ini turun, dia belum pernah membaca satu kitabpun, dan belum pernah dia menulis apa-apa dengan tangannya.”*
Satu hal yang lucu telah kejadian. Di Makkah ada tinggal seorang pandai besi berasal dari negeri Rum, menerima upah membuat pedang. Orang itu tidak
| ID | Waktu | Bahasa | Penerjemah | Status | Aksi |
|---|---|---|---|---|---|
| #18 | 23 Sep 2025, 23:31:32 | id | admin | Tervalidasi | — |
dan bukan pula dia sajak, tetapi dia berdiri sendiri melebihi syair, nashar dan nazham, yang belum pernah sebelumnya turun, orang Arab belum pernah mengenal kata seperti itu. Demikianlah terpesona mereka itu, lebih terpesona pemuka-pemuka mereka sendiri, sebagai Abu Jahal, Abu Sufyan, al-Walid bin al-Mughirah dan lain-lain. Tidak ada kata lain yang dapat mereka pilih untuk menilainya, sehingga mereka katakan saja bahwa al-Quran itu adalah sihir. Seorang pedusunan dari Bani Ghifar, bernama Anis, yaitu saudara dari Abu Zar al-Ghifari berkata kepada Abu Zar “Saya bertemu di Makkah seorang laki-laki memberi agama ini, dia mengatakan bahwa dia utusan Tuhan Allah.” Lalu Abu Zar berkata: “Apa kata orang tentang dirinya?” Anis menjawab: “Ada orang yang mengatakan bahwa dia itu seorang ahli syair, kata orang yang lain dia itu kahin (tukang tenung) dan kata yang lain lagi dia itu ahli sihir.” Lalu Abu Zar bertanya kepada Anis, karena diapun seorang penyair: “Engkau sendiri bagaimana pendapatmu tentang dia?” Anis menjawab: “Aku telah pernah mendengar perkataan kahin, namun ini bukan kata-kata ahli kahin. Aku sudah perbandingkan kata-katanya ini dengan syair-syair ahli syair, maka tidak ada samasekali persamaan kata-katanya ini dengan syair. Pendeknya, demi Allah, dia adalah benar. Dan penyair adalah bohong.” Kedua: Al-Quran banyak menceritakan berita tentang masa-masa telah lalu; berita tentang kaum ‘Aad, Tsamud, kaum Luth, kaum Nuh, kaum Ibrahim, kaum Musa, negeri Madiyan, cerita tentang kesucian Maryam dan kelahiran puteranya (Isa Almasih), tentang lahirnya Yahya bin Zakariya. Segala berita yang dibawanya itu benar dan semuanya bertepatan dengan kenyataan yang benar, dan banyak persesuaian dengan cerita ahlul-kitab, sedang yang membawa berita al-Quran ini dikenal oleh semua yang hidup sezaman dengan dia bahwa dia ummi (butahuruf), tak pandai menulis dan tak tahu membaca. Dan tidak pula pernah belajar kepada seorang guru, dan masyarakat Makkah sedirinya, tempat dia lahir dan dibesarkan bukanlah masyarakat ahlul-kitab, melainkan masyarakat menyembah berhala. Bukan sebagai di Madinah yang dipengaruhi oleh Yahudi dan bukan sebagai di Najran yang berpenduduk Nasrani. Meskipun kaum Orientalis kadang-kadang mencari segala macam lobang, walaupun lobang paling kecil, untuk menegakkan teori bahwa Nabi Muhammad s.a.w. pernah belajar kepada ahlul-kitab, namun teorinya yang dibikinkan itu adalah lakasan menegakkan benang basah. Berfikir yang benar, hanyalah sampai kepada kesimpulan bahwa “orang ini” dan Nabi Muhammad s.a.w., mendapat wahyu dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Di dalam al-Quran sendiri Tuhan bersabda kepadanya: “Bahwa sebelum al-Quran ini turun, dia belum pernah membaca satu kitabpun, dan belum pernah dia menulis apa-apa dengan tangannya.”* Satu hal yang lucu telah kejadian. Di Makkah ada tinggal seorang pandai besi berasal dari negeri Rum, menerima upah membuat pedang. Orang itu tidak Catatan Kaki
| |||||