Progress Donasi Kebutuhan Server — Your Donation Urgently Needed — هذا الموقع بحاجة ماسة إلى تبرعاتكم
Rp 1.500.000 dari target Rp 10.000.000
bagai pengarang berpuluh-puluh buku Agama Islam dalam bahasa Indonesia, namun dia masih banyaklah kekurangan ilmu pengetahuan agama meskipun telah beroleh gelar Doctor H.C. dari Al-Azhar University dan pernah menjadi dosen dalam derajat profesor dalam beberapa University, dan telah mengarang berpuluh-puluh buku mengenai filsafat agama. Dan yakinlah penulis “Tafsir” ini setelah berkecimpung di dalam dunia pengetahuan agama, menjadi guru besar dan mengarang kitab-kitab itu bahwa masih terlalu banyak yang belum diketahui. Sehingga jika diperturutkanlah syarat-syarat “mempertakut-takuti” yang dijadikan dinding oleh Ulama-ulama tadi, tidak jualah akan keluar sebuah tafsir yang akan menjadi pegangan dari dua golongan yang kita sebutkan tadi.
Maka sebelum masuk ke dalam gelanggang “Tafsir” itu sendiri, terlebih dahulu di dalam kata pendahuluan ini hendak kita uraikan apakah al-Quran itu dan apa yang terjemah dan apa pula yang tafsir. Dan hendak kita terangkan juga pendirian penafsir sendiri dan haluannya, sehingga jika bertemu suatu hal yang tidak bertemu di dalam tafsir lain, dapatlah diketahui sebab-sebabnya, karena mengetahui haluan dan faham si penafsir seketika dia menafsirkan.
Kita katakan demikian, lantaran tafsir-tafsir bahasa Arab yang terkenal sebagai pegangan ulama-ulama dikenal juga dalam haluan pengarang-pengarang itu sendiri. Seumpama Tafsir Razi, dikenal orang kecenderungan tafsirnya untuk membela mazhabnya, yaitu Mazhab Syafi‘i. Dan kalau dibaca Tafsir al-Kasysyaaf dari Zamakhsyari, orang akan mengenal pembelaannya kepada Mazhab yang dianutnya, yaitu Mu‘tazilah. Dan kalau dibaca tafsir yang dikarang di akhir abad tigabelas Hijriyah (abad kesembilanbelas Miladiyah), yaitu Ruhul Ma‘ani karangan al-Alusi, akan ternyatalah pembelaannya kepada Mazhab yang dianutnya kemudian, yaitu Mazhab Hanafi dan dikritiknya dengan halus atau keras mazhab yang ditinggalkannya, yaitu Mazhab Syafi‘i. Maka di dalam pendahuluan ini akan kita jelaskan juga haluan mana yang kita pilih.
id) oleh admin pada 21 September 2025 - 12:05:37.bagai pengarang berpuluh-puluh buku Agama Islam dalam bahasa Indonesia, namun dia masih banyaklah kekurangan ilmu pengetahuan agama meskipun telah beroleh gelar Doctor H.C. dari Al-Azhar University dan pernah menjadi dosen dalam derajat profesor dalam beberapa University, dan telah mengarang berpuluh-puluh buku mengenai filsafat agama. Dan yakinlah penulis “Tafsir” ini setelah berkecimpung di dalam dunia pengetahuan agama, menjadi guru besar dan mengarang kitab-kitab itu bahwa masih terlalu banyak yang belum diketahui. Sehingga jika diperturutkanlah syarat-syarat “mempertakut-takuti” yang dijadikan dinding oleh Ulama-ulama tadi, tidak jualah akan keluar sebuah tafsir yang akan menjadi pegangan dari dua golongan yang kita sebutkan tadi.
Maka sebelum masuk ke dalam gelanggang “Tafsir” itu sendiri, terlebih dahulu di dalam kata pendahuluan ini hendak kita uraikan apakah al-Quran itu dan apa yang terjemah dan apa pula yang tafsir. Dan hendak kita terangkan juga pendirian penafsir sendiri dan haluannya, sehingga jika bertemu suatu hal yang tidak bertemu di dalam tafsir lain, dapatlah diketahui sebab-sebabnya, karena mengetahui haluan dan faham si penafsir seketika dia menafsirkan.
Kita katakan demikian, lantaran tafsir-tafsir bahasa Arab yang terkenal sebagai pegangan ulama-ulama dikenal juga dalam haluan pengarang-pengarang itu sendiri. Seumpama Tafsir Razi, dikenal orang kecenderungan tafsirnya untuk membela mazhabnya, yaitu Mazhab Syafi‘i. Dan kalau dibaca Tafsir al-Kasysyaaf dari Zamakhsyari, orang akan mengenal pembelaannya kepada Mazhab yang dianutnya, yaitu Mu‘tazilah. Dan kalau dibaca tafsir yang dikarang di akhir abad tigabelas Hijriyah (abad kesembilanbelas Miladiyah), yaitu Ruhul Ma‘ani karangan al-Alusi, akan ternyatalah pembelaannya kepada Mazhab yang dianutnya kemudian, yaitu Mazhab Hanafi dan dikritiknya dengan halus atau keras mazhab yang ditinggalkannya, yaitu Mazhab Syafi‘i. Maka di dalam pendahuluan ini akan kita jelaskan juga haluan mana yang kita pilih.
| ID | Waktu | Bahasa | Penerjemah | Status | Aksi |
|---|---|---|---|---|---|
| #7 | 21 Sep 2025, 12:05:37 | id | admin | Tervalidasi | — |
bagai pengarang berpuluh-puluh buku Agama Islam dalam bahasa Indonesia, namun dia masih banyaklah kekurangan ilmu pengetahuan agama meskipun telah beroleh gelar Doctor H.C. dari Al-Azhar University dan pernah menjadi dosen dalam derajat profesor dalam beberapa University, dan telah mengarang berpuluh-puluh buku mengenai filsafat agama. Dan yakinlah penulis “Tafsir” ini setelah berkecimpung di dalam dunia pengetahuan agama, menjadi guru besar dan mengarang kitab-kitab itu bahwa masih terlalu banyak yang belum diketahui. Sehingga jika diperturutkanlah syarat-syarat “mempertakut-takuti” yang dijadikan dinding oleh Ulama-ulama tadi, tidak jualah akan keluar sebuah tafsir yang akan menjadi pegangan dari dua golongan yang kita sebutkan tadi. Maka sebelum masuk ke dalam gelanggang “Tafsir” itu sendiri, terlebih dahulu di dalam kata pendahuluan ini hendak kita uraikan apakah al-Quran itu dan apa yang terjemah dan apa pula yang tafsir. Dan hendak kita terangkan juga pendirian penafsir sendiri dan haluannya, sehingga jika bertemu suatu hal yang tidak bertemu di dalam tafsir lain, dapatlah diketahui sebab-sebabnya, karena mengetahui haluan dan faham si penafsir seketika dia menafsirkan. Kita katakan demikian, lantaran tafsir-tafsir bahasa Arab yang terkenal sebagai pegangan ulama-ulama dikenal juga dalam haluan pengarang-pengarang itu sendiri. Seumpama Tafsir Razi, dikenal orang kecenderungan tafsirnya untuk membela mazhabnya, yaitu Mazhab Syafi‘i. Dan kalau dibaca Tafsir al-Kasysyaaf dari Zamakhsyari, orang akan mengenal pembelaannya kepada Mazhab yang dianutnya, yaitu Mu‘tazilah. Dan kalau dibaca tafsir yang dikarang di akhir abad tigabelas Hijriyah (abad kesembilanbelas Miladiyah), yaitu Ruhul Ma‘ani karangan al-Alusi, akan ternyatalah pembelaannya kepada Mazhab yang dianutnya kemudian, yaitu Mazhab Hanafi dan dikritiknya dengan halus atau keras mazhab yang ditinggalkannya, yaitu Mazhab Syafi‘i. Maka di dalam pendahuluan ini akan kita jelaskan juga haluan mana yang kita pilih. | |||||
| #6 | 21 Sep 2025, 12:04:32 | id | admin | Tervalidasi | — |
yang mendalam dalam salah satunya. Kalau sudah mendalam dalam satu ilmu, bernama dia spesialis; misalnya spesialis telinga, kerongkongan dan hidung, spesialis mata, spesialis kanker dan sebagainya. Al-Quran mengandung segala macam ilmu Islam: Ilmu Tauhid, Tasauf, Fiqh, sejarah, ilmu jiwa, akhlak, ilmu alam dengan segala cabangnya. Yang sehendaknya menulislah segala spesialis ilmu itu dalam vak ilmunya masing-masing mengenai tiap-tiap ayat, dan akan keluarlah tafsir berpuluh bahkan beratus jilid, sebagai uraian masing-masing ayat yang mengenai bintang. Ahli biologi menafsirkan ayat yang mengenai kelahiran manusia dan hidupnya pasangan laki-laki dan perempuan. Seketika membicarakan petir atau kilat, yang memang ada satu surat khas memakai nama itu, tampil pula ahli ilmu tentang itu. Ketika membicarakan tentang lebah dengan madunya, atau laba-laba dengan sarangnya yang rapuh, tampil pula ahli ilmu serangga, dan seterusnya. Tafsir yang terlalu amat ideal (cita-cita sangat tinggi) itu tidaklah akan dapat disusun oleh seseorang. Yang sebaiknyalah cara yang kita tempuh sekarang ini, bahwa setiap-tiap ayat ditafsirkan menurut lafaz dan maknanya dan rahasia yang terkandung di dalamnya. Maka jika ada orang yang berminat menyelidiki kandungan satu ayat lebih mendalam lagi, ditambahnyalah penyelidikan dalam vak itu di dalam kitab-kitab karangan sarjana yang ada di luar tafsir, sehingga kitab itupun menolongnya memahamkan lebih dalam maksud ayat. Misalnya di dalam Surat Saba’ (Surat 34), ayat tiga ada dibicarakan dari hal Dzarrah, yang berarti Atom. Dikatakan dalam ayat itu bahwa bagi Allah tidaklah ada yang tersembunyi, walaupun yang seberat atom di semua langit dan bumi, dan tidakpun yang lebih kecil daripada atom itu, ataupun yang terlebih besar. Semuanya tercatat di dalam kitab yang nyata dan jelas. Ketika membaca ayat ini kita telah mendapat petunjuk bahwa ada lagi sesuatu yang lebih kecil daripada atom. Al-Quran hanya menyatakan adanya, dan tidaklah dia menguraikan bagaimana adanya yang lebih kecil dari atom itu secara terperinci. Untuk mengetahui ini tidak di dalam al-Quran lagi tempatnya. Ini sudah diserahkan kepada usaha manusia sendiri. Oleh karena itu jika ada orang yang mengatakan bahwa segala ilmu sudah cukup dalam al-Quran, tidaklah perkataan orang itu benar, yang benar adalah anjuran al-Quran buat menyelidiki segala cabang ilmu. Lantaran itu maka tidaklah salah kalau penulis Tafsir Al-Azhar ini tidak ahli mendalam dalam segala macam segi ilmu Islam yang masyhur. Sebab dalam sejarah ilmu Islam sendiri demikian juga halnya. Ulama yang takhassus (spesialisasi) dalam Hadis, lemahlah dia dalam Ijtihad dan Fiqh. Ulama-ulama yang dapat mengistinbathkan hukum dari al-Quran dan Hadis, kerapkali tidak kuat menghafal, yang kuat menghafal kerapkali tidak kuat memikir. Al-Ghazali indah uraian dan kupasannya, tetapi sangat lemah beliau dalam soal menyanang Hadis-hadis. Dalam kalangan Ulama di tanahair kita pun banyak terdapat Ulama yang sangat mendalam pengetahuannya dalam bahasa Arab, sehingga sangat memegang dan mengagungkan syair dalam bahasa itu, tetapi dia sangat lemah dalam pengetahuan ilmu Islam sendiri. Tegasnya seorang Ulama tidak begitu dirasakan salah kalau dia kuat dalam satu segi dan lemah dalam segi lain. Sebab itu janganlah kita mencari orang yang serba lengkap itu untuk menafsirkan “Tafsir” ini. Dikenal se | |||||