Progress Donasi Kebutuhan Server — Your Donation Urgently Needed — هذا الموقع بحاجة ماسة إلى تبرعاتكم
Rp 1.500.000 dari target Rp 10.000.000
mengandung MARHAMAH, yaitu kasih mengasihi, cintai mencintai, bantu membantu, yang timbul dari rasa kemurahan dan kesayangan. [1]
“Yang menguasai Hari Pembalasan.” (ayat 4).
Kita artikan yang menguasai, apabila Maliki kita baca dengan memanjangkan Ma pada Maliki. Dan kita artikan “Yang Empunya Hari Pembalasan”, kalau kita baca hanya Maliki saja dengan tidak memanjangkan Ma.
Di sini dapatlah kita memahamkan betapa arti ad-din. Kita hanya biasa memberi arti ad-din dengan agama. Padahal diapun berarti pembalasan. Memang menurut Islam segala gerak-geri hidup kita yang kita laksanakan tidaklah lepas dari lingkungan agama, dan tidak lepas dari salah satu hukum yang lima: wajib, sunnat, haram, makruh dan jaiz. Dan semuanya kelak akan diperhitungkan di hadapan hadirat Tuhan di akhirat; baik akan diberi pembalasan yang baik, buruk akan diberi pembalasan yang buruk. Dan yang memberikan itu adalah Tuhan sendiri, dengan jalan yang seadil-adilnya.
Apabila kita telah membaca sampai di sini, timbullah perimbangan perasaan dalam kalbu kita. Jika tadi seluruh jiwa kita telah diliputi oleh rasa Rahmat, pancaran Rahman dan Rahim Tuhan, maka dia harus dibatasi dengan keinsafan, bahwa betapapun Rahman dan RahimNya namun Dia Adil jua. Rahman dan Rahim tidaklah lengkap kalau tidak disempurnakan dengan adil. Memang ada manusia yang karena amat mendalam rasa Rahmat dalam dirinya, dan meresap ke dalam jiwanya kasih-sayang yang balas berbalas, memberi dan menerima dengan Tuhan, lalu dia beribadat kepada Tuhan dan berbuat bakti. Tetapi ada juga manusia yang tidak menghargai dan tidak mempedulikan Rahman dan Rahim Tuhan; jiwanya diselimuti oleh rasa benci, dengki, khianat dan khianat. Tidak ada rasa syukur, tidak ada terimakasih. Jahatnya lebih banyak dari baiknya. Kadang-kadang pandainya dia menyembunyikan keadaan yang sebenarnya. Sampai dia mati keadaan tetap demikian. Tentu ini pasti mendapat pembalasan.
Di dunia ini yang ada hanya penilaian, tetapi tidak ada pembalasan manusia. Banyak manusia tercengang melihat orang yang zalim dan curang, tetapi oleh karena “pandainya” main, tidak berkesan meskipun orang tahu juga. Dan banyak pula orang yang jujur, berbuat baik, namun penghargaan tidak ada. Atau sengaja tidak dihargai karena pertarungan-pertarungan politik.
Di dunia ini tidak ada pembalasan yang sebenarnya dan di sini tidak ada perhitungan yang adil:
وَعَيْنُ الرِّضَا عَنْ كُلِّ عَيْبٍ كَلِيلَةٌ * وَلَكِنَّ عَيْنَ السُّخْطِ تُبْدِي الْمَسَاوِيَا
[1] Lihat Surat 90, al Balad ayat 17
id) oleh admin pada 24 September 2025 - 10:40:10.mengandung MARHAMAH, yaitu kasih mengasihi, cintai mencintai, bantu membantu, yang timbul dari rasa kemurahan dan kesayangan. [1]
“Yang menguasai Hari Pembalasan.” (ayat 4).
Kita artikan yang menguasai, apabila Maliki kita baca dengan memanjangkan Ma pada Maliki. Dan kita artikan “Yang Empunya Hari Pembalasan”, kalau kita baca hanya Maliki saja dengan tidak memanjangkan Ma.
Di sini dapatlah kita memahamkan betapa arti ad-din. Kita hanya biasa memberi arti ad-din dengan agama. Padahal diapun berarti pembalasan. Memang menurut Islam segala gerak-geri hidup kita yang kita laksanakan tidaklah lepas dari lingkungan agama, dan tidak lepas dari salah satu hukum yang lima: wajib, sunnat, haram, makruh dan jaiz. Dan semuanya kelak akan diperhitungkan di hadapan hadirat Tuhan di akhirat; baik akan diberi pembalasan yang baik, buruk akan diberi pembalasan yang buruk. Dan yang memberikan itu adalah Tuhan sendiri, dengan jalan yang seadil-adilnya.
Apabila kita telah membaca sampai di sini, timbullah perimbangan perasaan dalam kalbu kita. Jika tadi seluruh jiwa kita telah diliputi oleh rasa Rahmat, pancaran Rahman dan Rahim Tuhan, maka dia harus dibatasi dengan keinsafan, bahwa betapapun Rahman dan RahimNya namun Dia Adil jua. Rahman dan Rahim tidaklah lengkap kalau tidak disempurnakan dengan adil. Memang ada manusia yang karena amat mendalam rasa Rahmat dalam dirinya, dan meresap ke dalam jiwanya kasih-sayang yang balas berbalas, memberi dan menerima dengan Tuhan, lalu dia beribadat kepada Tuhan dan berbuat bakti. Tetapi ada juga manusia yang tidak menghargai dan tidak mempedulikan Rahman dan Rahim Tuhan; jiwanya diselimuti oleh rasa benci, dengki, khianat dan khianat. Tidak ada rasa syukur, tidak ada terimakasih. Jahatnya lebih banyak dari baiknya. Kadang-kadang pandainya dia menyembunyikan keadaan yang sebenarnya. Sampai dia mati keadaan tetap demikian. Tentu ini pasti mendapat pembalasan.
Di dunia ini yang ada hanya penilaian, tetapi tidak ada pembalasan manusia. Banyak manusia tercengang melihat orang yang zalim dan curang, tetapi oleh karena “pandainya” main, tidak berkesan meskipun orang tahu juga. Dan banyak pula orang yang jujur, berbuat baik, namun penghargaan tidak ada. Atau sengaja tidak dihargai karena pertarungan-pertarungan politik.
Di dunia ini tidak ada pembalasan yang sebenarnya dan di sini tidak ada perhitungan yang adil:
وَعَيْنُ الرِّضَا عَنْ كُلِّ عَيْبٍ كَلِيلَةٌ * وَلَكِنَّ عَيْنَ السُّخْطِ تُبْدِي الْمَسَاوِيَا
[1] Lihat Surat 90, al Balad ayat 17
| ID | Waktu | Bahasa | Penerjemah | Status | Aksi |
|---|---|---|---|---|---|
| #81 | 24 Sep 2025, 10:40:10 | id | admin | Tervalidasi | — |
mengandung MARHAMAH, yaitu kasih mengasihi, cintai mencintai, bantu membantu, yang timbul dari rasa kemurahan dan kesayangan. [1] “Yang menguasai Hari Pembalasan.” (ayat 4). Kita artikan yang menguasai, apabila Maliki kita baca dengan memanjangkan Ma pada Maliki. Dan kita artikan “Yang Empunya Hari Pembalasan”, kalau kita baca hanya Maliki saja dengan tidak memanjangkan Ma. Di sini dapatlah kita memahamkan betapa arti ad-din. Kita hanya biasa memberi arti ad-din dengan agama. Padahal diapun berarti pembalasan. Memang menurut Islam segala gerak-geri hidup kita yang kita laksanakan tidaklah lepas dari lingkungan agama, dan tidak lepas dari salah satu hukum yang lima: wajib, sunnat, haram, makruh dan jaiz. Dan semuanya kelak akan diperhitungkan di hadapan hadirat Tuhan di akhirat; baik akan diberi pembalasan yang baik, buruk akan diberi pembalasan yang buruk. Dan yang memberikan itu adalah Tuhan sendiri, dengan jalan yang seadil-adilnya. Apabila kita telah membaca sampai di sini, timbullah perimbangan perasaan dalam kalbu kita. Jika tadi seluruh jiwa kita telah diliputi oleh rasa Rahmat, pancaran Rahman dan Rahim Tuhan, maka dia harus dibatasi dengan keinsafan, bahwa betapapun Rahman dan RahimNya namun Dia Adil jua. Rahman dan Rahim tidaklah lengkap kalau tidak disempurnakan dengan adil. Memang ada manusia yang karena amat mendalam rasa Rahmat dalam dirinya, dan meresap ke dalam jiwanya kasih-sayang yang balas berbalas, memberi dan menerima dengan Tuhan, lalu dia beribadat kepada Tuhan dan berbuat bakti. Tetapi ada juga manusia yang tidak menghargai dan tidak mempedulikan Rahman dan Rahim Tuhan; jiwanya diselimuti oleh rasa benci, dengki, khianat dan khianat. Tidak ada rasa syukur, tidak ada terimakasih. Jahatnya lebih banyak dari baiknya. Kadang-kadang pandainya dia menyembunyikan keadaan yang sebenarnya. Sampai dia mati keadaan tetap demikian. Tentu ini pasti mendapat pembalasan. Di dunia ini yang ada hanya penilaian, tetapi tidak ada pembalasan manusia. Banyak manusia tercengang melihat orang yang zalim dan curang, tetapi oleh karena “pandainya” main, tidak berkesan meskipun orang tahu juga. Dan banyak pula orang yang jujur, berbuat baik, namun penghargaan tidak ada. Atau sengaja tidak dihargai karena pertarungan-pertarungan politik. Di dunia ini tidak ada pembalasan yang sebenarnya dan di sini tidak ada perhitungan yang adil: وَعَيْنُ الرِّضَا عَنْ كُلِّ عَيْبٍ كَلِيلَةٌ * وَلَكِنَّ عَيْنَ السُّخْطِ تُبْدِي الْمَسَاوِيَا [1] Lihat Surat 90, al Balad ayat 17 | |||||
| #80 | 24 Sep 2025, 10:38:30 | id | admin | Tervalidasi | — |
mengandung MARHAMAH, yaitu kasih mengasihi, cintai mencintai, bantu membantu, yang timbul dari rasa kemurahan dan kesayangan.* “Yang menguasai Hari Pembalasan.” (ayat 4). Kita artikan yang menguasai, apabila Maliki kita baca dengan memanjangkan Ma pada Maliki. Dan kita artikan “Yang Empunya Hari Pembalasan”, kalau kita baca hanya Maliki saja dengan tidak memanjangkan Ma. Di sini dapatlah kita memahamkan betapa arti ad-din. Kita hanya biasa memberi arti ad-din dengan agama. Padahal diapun berarti pembalasan. Memang menurut Islam segala gerak-geri hidup kita yang kita laksanakan tidaklah lepas dari lingkungan agama, dan tidak lepas dari salah satu hukum yang lima: wajib, sunnat, haram, makruh dan jaiz. Dan semuanya kelak akan diperhitungkan di hadapan hadirat Tuhan di akhirat; baik akan diberi pembalasan yang baik, buruk akan diberi pembalasan yang buruk. Dan yang memberikan itu adalah Tuhan sendiri, dengan jalan yang seadil-adilnya. Apabila kita telah membaca sampai di sini, timbullah perimbangan perasaan dalam kalbu kita. Jika tadi seluruh jiwa kita telah diliputi oleh rasa Rahmat, pancaran Rahman dan Rahim Tuhan, maka dia harus dibatasi dengan keinsafan, bahwa betapapun Rahman dan RahimNya namun Dia Adil jua. Rahman dan Rahim tidaklah lengkap kalau tidak disempurnakan dengan adil. Memang ada manusia yang karena amat mendalam rasa Rahmat dalam dirinya, dan meresap ke dalam jiwanya kasih-sayang yang balas berbalas, memberi dan menerima dengan Tuhan, lalu dia beribadat kepada Tuhan dan berbuat bakti. Tetapi ada juga manusia yang tidak menghargai dan tidak mempedulikan Rahman dan Rahim Tuhan; jiwanya diselimuti oleh rasa benci, dengki, khianat dan khianat. Tidak ada rasa syukur, tidak ada terimakasih. Jahatnya lebih banyak dari baiknya. Kadang-kadang pandainya dia menyembunyikan keadaan yang sebenarnya. Sampai dia mati keadaan tetap demikian. Tentu ini pasti mendapat pembalasan. Di dunia ini yang ada hanya penilaian, tetapi tidak ada pembalasan manusia. Banyak manusia tercengang melihat orang yang zalim dan curang, tetapi oleh karena “pandainya” main, tidak berkesan meskipun orang tahu juga. Dan banyak pula orang yang jujur, berbuat baik, namun penghargaan tidak ada. Atau sengaja tidak dihargai karena pertarungan-pertarungan politik. Di dunia ini tidak ada pembalasan yang sebenarnya dan di sini tidak ada perhitungan yang adil: وَعَيْنُ الرِّضَا عَنْ كُلِّ عَيْبٍ كَلِيلَةٌ * وَلَكِنَّ عَيْنَ السُّخْطِ تُبْدِي الْمَسَاوِيَا | |||||