Progress Donasi Kebutuhan Server — Your Donation Urgently Needed — هذا الموقع بحاجة ماسة إلى تبرعاتكم
Rp 1.500.000 dari target Rp 10.000.000
[المؤامرة الأخلاقية والفكرية وخطورتهما على المجتمعات]
يا ترى ما هي أخطر مؤامرة في هذه المؤامرات جميعاً؟ الواحد قد يقول: إذا لم يكن كل هذه المؤامرات خطيرة، فلماذا تحديد أي المؤامرات أخطر أو أقل خطورة مادمنا سندافع عنها جميعاً؟ لكن انظر، إذا همشت مؤامرة من المؤامرات، وقللت من قيمتها؛ ضاعت الأولويات عند المسلمين، فيصرفون الأوقات الكثيرة في رد كيد المؤامرات الضعيفة، ويتركون ما هو أشد؛ ولذلك يجب أن يبحث المسلمون عن أخطر المؤامرات، ويوجهوا إليها طاقتهم مع عدم إغفال الرد على المؤامرات الأخرى.
نرجع هكذا مرة أخرى، وكل واحد يحاول أن يختبر نفسه، أي المؤامرات أشد على المسلمين؟ أتراها المؤامرة السياسية، أم العسكرية، أم الاقتصادية، أم التفريقية بين الشعوب والأفراد، أم الأخلاقية، أم الفكرية؟ كثير من الناس من الممكن أن يختار المؤامرة العسكرية؛ لأنها تبيد أعداداً كبيرة من البشر في وقت سريع، كلنا نجعل في بالنا قصف الأباتشي، وقتل العشرات أو المئات رقم يلفت الأنظار.
وبعض الناس قد يختار المؤامرة السياسية التي تضيع الحقوق، وتضحك على الشعوب، وتقنع الشعوب أنها أخذت حقها وقد ضاع منها كل شيء.
وقد يختارون المؤامرة الاقتصادية التي تجوع الأمم وتقتل الأفراد، لكن مع خطورة هذه المؤامرات جميعاً فإن أخطرها على الإطلاق هي المؤامرة الفكرية متبوعة بالمؤامرة الأخلاقية، وأنا أعلم أن الجميع يعلم خطورة المؤامرة الأخلاقية على الأمة الإسلامية، إلا أن المؤامرة الفكرية أشد وأنكى في المسلمين، يا ترى ما هو الفرق بين المؤامرة الفكرية والمؤامرة الأخلاقية؟ وما هو الذي يجعل المؤامرة الفكرية أشد، مع كون المؤامرة الأخلاقية من أبشع الأشياء أو المؤامرات التي يمكن أن توجه إلى قلب الأمة الإسلامية؟ سأعطيكم أمثلة على ذلك: السيدة التي تخرج بلا حجاب، وعلتها في ذلك أنها ترى نفسها أجمل بدون حجاب، أو تسعى للزواج، أو لا تجد القدرة على التغيير، أو مكسوفة من صديقتها، هذه المرأة تعاني من مشكلة أخلاقية، فهي تعلم أين الحق وتتبع غيره لضعف في نفسها، بينما السيدة التي تخرج بلا حجاب؛ لأنها ترى أن الحجاب موضة قديمة كما يقولون، ولباسه رجعية وتخلف وجمود، هذه المرأة تعاني من مشكلة فكرية.
أي المشكلتين أخطر: الرجل الذي يأخذ رشوة، ويقول: آخذها لأن ظروفي صعبة، ولولا الظروف الصعبة لم أفعل ذلك.
اللهم سامحني؟ هذا الرجل يعاني من مشكلة أخلاقية، بينما الرجل الذي يقول: لا، هذه ليست رشوة، هذه إكرامية، أو هذا حق مكتسب نتيجة مجهود معين فعلته، ويبدأ في تقنين الرشوة، هذه مشكلة فكرية.
كذلك في أمور العبادات، الرجل الذي لا يصوم ويقول: والله أنا أجوع بسرعة، أو أنا لا أعرف أن أركز وأنا صائم، أو لا أستطيع أن أترك السجائر، أو أن أصحابي كلهم ليسوا بصائمين؟ فهذا رجل طبعاً عنده مشكلة أخلاقية خطيرة، لكن الرجل الذي يقول: إن الصيام هذا يقلل الإنتاج، أو إن الصيام فعل خطأ قد يؤخرنا إلى الوراء.
تستغربون هذا الكلام، لكن هذا الكلام حصل، وقاله زعيم أمة عربية، زعيم توفاه الله، كان يقول: إن الصيام يقلل الإنتاج، ويضعف من الطاقة؛ ولذلك ينصح شعبه ألا يصوم، إي والله كان يقول ذلك.
أو يقول: إن الصيام شرع لأجل الشعور بالفقراء وأنا أشعر بهم، فلماذا الصيام؟! هذا الرجل وأمثاله يعانون من مشكلة فكرية خطيرة جداً، حتى الفقهاء يقولون: إنه من ترك الصيام وهو يقدر عليه تكاسلاً فهو فاسق، أما من تركه إنكاراً له فهو كافر.
أيضاً في قضية فلسطين قد يقول شخص: أنا أعرف كل الذي يحصل في فلسطين، وبودي أن أساعد، لكنني أرى كذا وكذا من الأمور، فلن أساعدهم، وربنا غفور رحيم، هذا الرجل له دور، لكنه لا يريد أن يقوم بهذا الدور، فهذه مشكلة أخلاقية، فهو رجل لا يوجد فيه نخوة، ولا يوجد فيه شهامة أو حمية لهذا الدين، لكن هناك رجل ثانٍ يقول: ما لنا ولفلسطين، نحن نعيش في بلد وفلسطين بلد ثانٍ، فهذا الرجل الأخير يعاني من مشكلة فكرية.
إذاً المؤامرة الفكرية أعمق وأخطر من المؤامرة الأخلاقية وكلاهما خطير، المؤامرة الفكرية تقلب الباطل حقاً، وتقلب الحق باطلاً، فقد يقاتل المرء حتى الموت من أجل قضية خاطئة، ولو عبث العابثون بفكرك لضاعت حياتك وراء أهداف باطلة لا تساوي في ميزان الله ولا في ميزان الإسلام شيئاً، انظر إلى قول الله سبحانه وتعالى في كتابه الكريم: {قُلْ هَلْ نُنَبِّئُكُمْ بِالأَخْسَرِينَ أَعْمَالًا * الَّذِينَ ضَلَّ سَعْيُهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ يَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ يُحْسِنُونَ صُنْعًا} [الكهف:١٠٣ - ١٠٤]، سبحان الله! وشخص ينشر فساداً وإباحية وفسقاً ومجوناً ويشجع أفلام العري، ويسمح بظهور النساء شبه عاريات، ثم يظن أنه يقاتل من أجل تنوير الشعوب وتحرير الفكر، ومن أجل توسيع المدارك، بل قد يضحي من أجل ذلك بوقته، وصحته، ومجهوده وماله، هؤلاء هم {الَّذِينَ ضَلَّ سَعْيُهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ يَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ يُحْسِنُونَ صُنْعًا} [الكهف:١٠٤].
Pertanyaannya: konspirasi manakah yang paling berbahaya dari semua itu? Sebagian orang mungkin berkata: jika semuanya berbahaya, mengapa harus menentukan mana yang lebih berbahaya atau kurang berbahaya, sementara kita tetap akan menghadapi semuanya? Namun perhatikan, bila salah satu konspirasi diremehkan dan dipandang kecil, maka hilanglah prioritas dalam menghadapi musuh. Akibatnya, umat Islam menghabiskan banyak waktu menghadapi tipu daya yang kecil, sementara bahaya yang lebih besar justru dibiarkan. Karena itu, kaum Muslim harus mencari tahu konspirasi mana yang paling berbahaya, lalu memusatkan tenaga padanya, tanpa melalaikan kewaspadaan terhadap yang lain.
Mari kita telaah. Mana yang paling berbahaya bagi kaum Muslimin: konspirasi politik, militer, ekonomi, perpecahan, moral, ataukah intelektual? Banyak orang mungkin menunjuk konspirasi militer, karena dengan cepat membinasakan banyak manusia. Bayangan kita langsung tertuju pada serangan Apache yang membunuh puluhan atau ratusan orang sekaligus.
Sebagian lainnya menunjuk konspirasi politik, karena dengannya hak-hak umat hilang, bangsa-bangsa ditipu, dan masyarakat dibuat percaya seolah telah meraih hak padahal semuanya sirna.
Ada pula yang menunjuk konspirasi ekonomi, karena menyebabkan kelaparan bangsa-bangsa dan kematian rakyat kecil. Namun, meskipun semuanya berbahaya, yang paling berbahaya justru adalah konspirasi intelektual, diikuti oleh konspirasi moral. Saya yakin semua mengetahui betapa bahaya konspirasi moral terhadap umat Islam, tetapi konspirasi intelektual lebih parah dan lebih menghancurkan.
Apa perbedaan keduanya, dan mengapa konspirasi intelektual lebih berbahaya, meski konspirasi moral pun sangat buruk? Contoh: seorang wanita keluar rumah tanpa jilbab karena merasa lebih cantik tanpanya, atau berharap cepat menikah, atau malu pada teman, atau lemah untuk berubah. Wanita ini bermasalah secara moral, karena tahu mana kebenaran tetapi tidak mengikutinya karena kelemahan diri. Sementara wanita lain keluar tanpa jilbab karena meyakini jilbab hanyalah mode lama, tanda kemunduran dan keterbelakangan. Wanita ini justru bermasalah secara intelektual.
Contoh lain: seorang lelaki menerima suap dengan alasan kondisi ekonominya sulit, dan bila tidak sulit ia tidak akan melakukannya. Lelaki ini bermasalah secara moral. Tetapi bila ia berkata: ini bukan suap, melainkan uang terima kasih, atau hak yang wajar atas usaha tertentu—ia sedang berupaya melegalkan suap. Inilah masalah intelektual.
Dalam ibadah juga demikian. Seorang lelaki tidak berpuasa karena mengaku cepat lapar, sulit konsentrasi, tidak bisa meninggalkan rokok, atau karena teman-temannya juga tidak berpuasa. Lelaki ini bermasalah secara moral. Namun bila seorang pemimpin berkata: puasa melemahkan produktivitas, puasa salah kaprah yang membuat bangsa tertinggal, atau cukup merasa empati kepada fakir miskin tanpa harus berpuasa—maka ia menghadapi masalah intelektual yang sangat berbahaya. Para ulama bahkan menegaskan: orang yang meninggalkan puasa karena malas adalah fasiq, tetapi yang meninggalkannya karena mengingkari kewajiban adalah kafir.
Dalam isu Palestina pun serupa. Seseorang berkata: saya tahu apa yang terjadi, ingin membantu, tetapi karena alasan tertentu saya tidak akan menolong. Ini masalah moral, karena ia memiliki peran namun enggan melaksanakannya. Tapi jika ada yang berkata: Palestina bukan urusan kita, mereka negara lain dan kita negara lain—ini masalah intelektual.
Maka konspirasi intelektual lebih dalam dan lebih berbahaya daripada konspirasi moral, meski keduanya berbahaya. Konspirasi intelektual mampu membalikkan hakikat: yang batil dianggap benar, yang benar dianggap batil. Seseorang bisa berjuang hingga mati demi tujuan salah, karena pikirannya telah dipelintir. Bila pemikiran disesatkan, hidup seseorang akan habis sia-sia mengejar tujuan kosong yang tak bernilai di sisi Allah. Perhatikan firman Allah Ta‘ala:
﴿قُلْ هَلْ نُنَبِّئُكُم بِالْأَخْسَرِينَ أَعْمَالًا * الَّذِينَ ضَلَّ سَعْيُهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ يَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ يُحْسِنُونَ صُنْعًا﴾
“Katakanlah: Maukah Kami beritakan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi amal perbuatannya? Yaitu orang-orang yang sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya.” (Surah Al-Kahf: 103–104)
Subhanallah! Ada orang yang menyebarkan kerusakan, pornografi, kefasikan, dan kemaksiatan, lalu meyakini bahwa dirinya sedang memperjuangkan pencerahan umat, kebebasan berpikir, atau keluasan wawasan. Bahkan ia rela mengorbankan waktu, tenaga, kesehatan, dan harta demi tujuan itu. Padahal Allah telah berfirman: “Orang-orang yang sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya.” (Al-Kahf: 104).
Inilah sebuah masalah intelektual.
id) oleh admin pada 18 September 2025 - 10:37:17.Pertanyaannya: konspirasi manakah yang paling berbahaya dari semua itu? Sebagian orang mungkin berkata: jika semuanya berbahaya, mengapa harus menentukan mana yang lebih berbahaya atau kurang berbahaya, sementara kita tetap akan menghadapi semuanya? Namun perhatikan, bila salah satu konspirasi diremehkan dan dipandang kecil, maka hilanglah prioritas dalam menghadapi musuh. Akibatnya, umat Islam menghabiskan banyak waktu menghadapi tipu daya yang kecil, sementara bahaya yang lebih besar justru dibiarkan. Karena itu, kaum Muslim harus mencari tahu konspirasi mana yang paling berbahaya, lalu memusatkan tenaga padanya, tanpa melalaikan kewaspadaan terhadap yang lain.
Mari kita telaah. Mana yang paling berbahaya bagi kaum Muslimin: konspirasi politik, militer, ekonomi, perpecahan, moral, ataukah intelektual? Banyak orang mungkin menunjuk konspirasi militer, karena dengan cepat membinasakan banyak manusia. Bayangan kita langsung tertuju pada serangan Apache yang membunuh puluhan atau ratusan orang sekaligus.
Sebagian lainnya menunjuk konspirasi politik, karena dengannya hak-hak umat hilang, bangsa-bangsa ditipu, dan masyarakat dibuat percaya seolah telah meraih hak padahal semuanya sirna.
Ada pula yang menunjuk konspirasi ekonomi, karena menyebabkan kelaparan bangsa-bangsa dan kematian rakyat kecil. Namun, meskipun semuanya berbahaya, yang paling berbahaya justru adalah konspirasi intelektual, diikuti oleh konspirasi moral. Saya yakin semua mengetahui betapa bahaya konspirasi moral terhadap umat Islam, tetapi konspirasi intelektual lebih parah dan lebih menghancurkan.
Apa perbedaan keduanya, dan mengapa konspirasi intelektual lebih berbahaya, meski konspirasi moral pun sangat buruk? Contoh: seorang wanita keluar rumah tanpa jilbab karena merasa lebih cantik tanpanya, atau berharap cepat menikah, atau malu pada teman, atau lemah untuk berubah. Wanita ini bermasalah secara moral, karena tahu mana kebenaran tetapi tidak mengikutinya karena kelemahan diri. Sementara wanita lain keluar tanpa jilbab karena meyakini jilbab hanyalah mode lama, tanda kemunduran dan keterbelakangan. Wanita ini justru bermasalah secara intelektual.
Contoh lain: seorang lelaki menerima suap dengan alasan kondisi ekonominya sulit, dan bila tidak sulit ia tidak akan melakukannya. Lelaki ini bermasalah secara moral. Tetapi bila ia berkata: ini bukan suap, melainkan uang terima kasih, atau hak yang wajar atas usaha tertentu—ia sedang berupaya melegalkan suap. Inilah masalah intelektual.
Dalam ibadah juga demikian. Seorang lelaki tidak berpuasa karena mengaku cepat lapar, sulit konsentrasi, tidak bisa meninggalkan rokok, atau karena teman-temannya juga tidak berpuasa. Lelaki ini bermasalah secara moral. Namun bila seorang pemimpin berkata: puasa melemahkan produktivitas, puasa salah kaprah yang membuat bangsa tertinggal, atau cukup merasa empati kepada fakir miskin tanpa harus berpuasa—maka ia menghadapi masalah intelektual yang sangat berbahaya. Para ulama bahkan menegaskan: orang yang meninggalkan puasa karena malas adalah fasiq, tetapi yang meninggalkannya karena mengingkari kewajiban adalah kafir.
Dalam isu Palestina pun serupa. Seseorang berkata: saya tahu apa yang terjadi, ingin membantu, tetapi karena alasan tertentu saya tidak akan menolong. Ini masalah moral, karena ia memiliki peran namun enggan melaksanakannya. Tapi jika ada yang berkata: Palestina bukan urusan kita, mereka negara lain dan kita negara lain—ini masalah intelektual.
Maka konspirasi intelektual lebih dalam dan lebih berbahaya daripada konspirasi moral, meski keduanya berbahaya. Konspirasi intelektual mampu membalikkan hakikat: yang batil dianggap benar, yang benar dianggap batil. Seseorang bisa berjuang hingga mati demi tujuan salah, karena pikirannya telah dipelintir. Bila pemikiran disesatkan, hidup seseorang akan habis sia-sia mengejar tujuan kosong yang tak bernilai di sisi Allah. Perhatikan firman Allah Ta‘ala:
﴿قُلْ هَلْ نُنَبِّئُكُم بِالْأَخْسَرِينَ أَعْمَالًا * الَّذِينَ ضَلَّ سَعْيُهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ يَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ يُحْسِنُونَ صُنْعًا﴾
“Katakanlah: Maukah Kami beritakan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi amal perbuatannya? Yaitu orang-orang yang sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya.” (Surah Al-Kahf: 103–104)
Subhanallah! Ada orang yang menyebarkan kerusakan, pornografi, kefasikan, dan kemaksiatan, lalu meyakini bahwa dirinya sedang memperjuangkan pencerahan umat, kebebasan berpikir, atau keluasan wawasan. Bahkan ia rela mengorbankan waktu, tenaga, kesehatan, dan harta demi tujuan itu. Padahal Allah telah berfirman: “Orang-orang yang sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya.” (Al-Kahf: 104).
Inilah sebuah masalah intelektual.
| ID | Waktu | Bahasa | Penerjemah | Status | Aksi |
|---|---|---|---|---|---|
| #4 | 18 Sep 2025, 10:37:17 | id | admin | Tervalidasi | — |
Konspirasi Moral dan Intelektual serta Bahayanya bagi MasyarakatPertanyaannya: konspirasi manakah yang paling berbahaya dari semua itu? Sebagian orang mungkin berkata: jika semuanya berbahaya, mengapa harus menentukan mana yang lebih berbahaya atau kurang berbahaya, sementara kita tetap akan menghadapi semuanya? Namun perhatikan, bila salah satu konspirasi diremehkan dan dipandang kecil, maka hilanglah prioritas dalam menghadapi musuh. Akibatnya, umat Islam menghabiskan banyak waktu menghadapi tipu daya yang kecil, sementara bahaya yang lebih besar justru dibiarkan. Karena itu, kaum Muslim harus mencari tahu konspirasi mana yang paling berbahaya, lalu memusatkan tenaga padanya, tanpa melalaikan kewaspadaan terhadap yang lain. Mari kita telaah. Mana yang paling berbahaya bagi kaum Muslimin: konspirasi politik, militer, ekonomi, perpecahan, moral, ataukah intelektual? Banyak orang mungkin menunjuk konspirasi militer, karena dengan cepat membinasakan banyak manusia. Bayangan kita langsung tertuju pada serangan Apache yang membunuh puluhan atau ratusan orang sekaligus. Sebagian lainnya menunjuk konspirasi politik, karena dengannya hak-hak umat hilang, bangsa-bangsa ditipu, dan masyarakat dibuat percaya seolah telah meraih hak padahal semuanya sirna. Ada pula yang menunjuk konspirasi ekonomi, karena menyebabkan kelaparan bangsa-bangsa dan kematian rakyat kecil. Namun, meskipun semuanya berbahaya, yang paling berbahaya justru adalah konspirasi intelektual, diikuti oleh konspirasi moral. Saya yakin semua mengetahui betapa bahaya konspirasi moral terhadap umat Islam, tetapi konspirasi intelektual lebih parah dan lebih menghancurkan. Apa perbedaan keduanya, dan mengapa konspirasi intelektual lebih berbahaya, meski konspirasi moral pun sangat buruk? Contoh: seorang wanita keluar rumah tanpa jilbab karena merasa lebih cantik tanpanya, atau berharap cepat menikah, atau malu pada teman, atau lemah untuk berubah. Wanita ini bermasalah secara moral, karena tahu mana kebenaran tetapi tidak mengikutinya karena kelemahan diri. Sementara wanita lain keluar tanpa jilbab karena meyakini jilbab hanyalah mode lama, tanda kemunduran dan keterbelakangan. Wanita ini justru bermasalah secara intelektual. Contoh lain: seorang lelaki menerima suap dengan alasan kondisi ekonominya sulit, dan bila tidak sulit ia tidak akan melakukannya. Lelaki ini bermasalah secara moral. Tetapi bila ia berkata: ini bukan suap, melainkan uang terima kasih, atau hak yang wajar atas usaha tertentu—ia sedang berupaya melegalkan suap. Inilah masalah intelektual. Dalam ibadah juga demikian. Seorang lelaki tidak berpuasa karena mengaku cepat lapar, sulit konsentrasi, tidak bisa meninggalkan rokok, atau karena teman-temannya juga tidak berpuasa. Lelaki ini bermasalah secara moral. Namun bila seorang pemimpin berkata: puasa melemahkan produktivitas, puasa salah kaprah yang membuat bangsa tertinggal, atau cukup merasa empati kepada fakir miskin tanpa harus berpuasa—maka ia menghadapi masalah intelektual yang sangat berbahaya. Para ulama bahkan menegaskan: orang yang meninggalkan puasa karena malas adalah fasiq, tetapi yang meninggalkannya karena mengingkari kewajiban adalah kafir. Dalam isu Palestina pun serupa. Seseorang berkata: saya tahu apa yang terjadi, ingin membantu, tetapi karena alasan tertentu saya tidak akan menolong. Ini masalah moral, karena ia memiliki peran namun enggan melaksanakannya. Tapi jika ada yang berkata: Palestina bukan urusan kita, mereka negara lain dan kita negara lain—ini masalah intelektual. Maka konspirasi intelektual lebih dalam dan lebih berbahaya daripada konspirasi moral, meski keduanya berbahaya. Konspirasi intelektual mampu membalikkan hakikat: yang batil dianggap benar, yang benar dianggap batil. Seseorang bisa berjuang hingga mati demi tujuan salah, karena pikirannya telah dipelintir. Bila pemikiran disesatkan, hidup seseorang akan habis sia-sia mengejar tujuan kosong yang tak bernilai di sisi Allah. Perhatikan firman Allah Ta‘ala: ﴿قُلْ هَلْ نُنَبِّئُكُم بِالْأَخْسَرِينَ أَعْمَالًا * الَّذِينَ ضَلَّ سَعْيُهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ يَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ يُحْسِنُونَ صُنْعًا﴾ “Katakanlah: Maukah Kami beritakan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi amal perbuatannya? Yaitu orang-orang yang sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya.” (Surah Al-Kahf: 103–104) Subhanallah! Ada orang yang menyebarkan kerusakan, pornografi, kefasikan, dan kemaksiatan, lalu meyakini bahwa dirinya sedang memperjuangkan pencerahan umat, kebebasan berpikir, atau keluasan wawasan. Bahkan ia rela mengorbankan waktu, tenaga, kesehatan, dan harta demi tujuan itu. Padahal Allah telah berfirman: “Orang-orang yang sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya.” (Al-Kahf: 104). Inilah sebuah masalah intelektual. | |||||