Loading...

Maktabah Reza Ervani

15%

Rp 1.500.000 dari target Rp 10.000.000



Judul Kitab : Halal Haram dalam Islam - Detail Buku
Halaman Ke : 96
Jumlah yang dimuat : 112
« Sebelumnya Halaman 96 dari 112 Berikutnya » Daftar Isi
Arabic Original Text
Belum ada teks Arab untuk halaman ini.
Bahasa Indonesia Translation

dipakai dua sandaran, karena gambar tersebut sudah terhina dan jauh daripada menyamai gambar-gambar yang diagung-agungkan. Beberapa ulama salaf pun ada yang memakai gambar yang terhina itu, dan mereka menganggap bukan suatu dosa. Misalnya Urwah, dia bersandar pada sandaran yang ada gambarnya, di antaranya gambar burung dan orang lakilaki. Kemudian Ikrimah berkata: Mereka itu memakruhkan gambar yang didirikan (patung) sedang yang diinjak kaki, misalnya di lantai, bantal dan sebagainya, mereka menganggap tidak apa-apa. 2.3.10 Photografi Satu hal yang tidak diragukan lagi, bahwa semua persoalan gambar dan menggambar, yang dimaksud ialah gambar-gambar yang dipahat atau dilukis, seperti yang telah kami sebutkan di alas. Adapun masalah gambar yang diambil dengan menggunakan sinar matahari atau yang kini dikenal dengan nama fotografi, maka ini adalah masalah baru yang belum pernah terjadi di zaman Rasulullah s.a.w. dan ulama-ulama salaf. Oleh karena itu apakah hal. ini dapat dipersamakan dangan hadis-hadis yang membicarakan masalah melukis dan pelukisnya seperti tersebut di atas? Orang-orang yang berpendirian, bahwa haramnya gambar itu terbatas pada yang berjasad (patung), maka foto bagi mereka bukan apa-apa, lebih-lebih kalau tidak sebadan penuh. Tetapi bagi orang yang berpendapat lain, apakah foto semacam ini dapat dikiaskan dengan gambar yang dilukis dengan menggunakan kuasa? Atau apakah barangkali illat (alasan) yang telah ditegaskan dalam hadis masalah pelukis, yaitu diharamkannya melukis lantaran menandingi ciptaan Allah --tidak dapat diterapkan pada fotografi ini? Sedang menurut ahli-ahti usul-figih kalau illatnya itu tidak ada, yang dihukum pun (malulnya) tidak ada. Jelasnya persoalan ini adalah seperti apa yang pernah difatwakan oleh Syekh Muhammad Bakhit, Mufti Mesir: "Bahwa fotografi itu adalah merupakan penahanan bayangan dengan Suatu alat yang telah dikenal oleh ahli-ahli teknik (tustel). Cara semacam ini sedikitpun tidak ada larangannya. Karena larangan menggambar, yaitu mengadakan gambar yang semula tidak ada dan belum dibuat sebelumnya yang bisa menandingi (makhluk) ciptaan Allah. Sedang pengertian semacam ini tidak terdapat pada gambar yang diambil dengan alat (tustel).” Sekalipun ada sementara orang yang ketat sekali dalam persoalan gambar dengan segala macam bentuknya, dan menganggap makruh sampai pun terhadap fotografi, tetapi satu hal yang tidak diragukan lagi, bahwa mereka pun akan memberikan rukhshah terhadap hal-hal yang bersifat darurat karena sangat dibutuhkannya, atau karena suatu maslahat yang mengharuskan, misalnya kartu pendliduk, paspor, foto- foto yang dipakai alat penerangan yang di situ sedikitpun tidak ada tanda-tanda pengagungan. atau hal yang bersifat merusak agidah. Foto dalam persoalan ini lebih dibutuhkan daripada melukis dalam pakaian-pakaian yang oleh Rasululah sendiri sudah dikecualikannya.


Beberapa bagian dari Terjemahan di-generate menggunakan Artificial Intelligence secara otomatis, dan belum melalui proses pengeditan

Untuk Teks dari Buku Berbahasa Indonesia atau Inggris, banyak bagian yang merupakan hasil OCR dan belum diedit


Belum ada terjemahan untuk halaman ini atau ada terjemahan yang kurang tepat ?

« Sebelumnya Halaman 96 dari 112 Berikutnya » Daftar Isi