"(بِالْغَيْبِ)"
Ia berkata: "Dengan apa yang datang darinya – yakni dari Allah Ta'ala."

Dan Sufyan ats Tsauri meriwayatkan dari 'Ashim dari Zirr – ia berkata: “Al Ghaib adalah Al-Qur’an.”

Dan 'Atha bin Abi Rabah berkata: “Barang siapa yang beriman kepada Allah, maka sungguh ia telah beriman kepada perkara gaib.”

Dan Isma'il bin Abi Khalid berkata: “(Mereka) beriman kepada perkara gaib – maksudnya: dengan keghaiban Islam.”

Dan Zaid bin Aslam berkata: “Orang-orang yang beriman kepada perkara gaib – maksudnya: kepada takdir.”

Maka seluruh pernyataan ini maknanya saling mendekati dalam satu makna, karena semua hal yang disebutkan itu termasuk dalam perkara gaib yang wajib diimani.

Dan Sa’id bin Manshur berkata: Telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah dari al-A'masy dari 'Imarah bin 'Umair dari 'Abdurrahman bin Yazid – ia berkata: Kami pernah duduk bersama 'Abdullah bin Mas'ud lalu kami menyebut-nyebut para sahabat Nabi ﷺ dan apa yang telah mereka dahului kami dengannya, maka 'Abdullah berkata:
“Sesungguhnya perkara Muhammad ﷺ dahulu nyata bagi orang yang melihatnya. Demi Dzat yang tidak ada sesembahan selain-Nya, tidaklah seseorang pernah beriman dengan iman yang lebih utama dari iman kepada perkara gaib.”

Kemudian ia membaca:
"Alif Lam Mim. Itulah kitab yang tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa, yaitu mereka yang beriman kepada perkara gaib..." hingga firman-Nya: "...merekalah orang-orang yang beruntung."

Dan seperti ini juga diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim, Ibnu Mardawaih, dan al-Hakim dalam al-Mustadrak dari beberapa jalur dari al-A'masy dengannya.

Dan al-Hakim berkata: “Shahih berdasarkan syarat Syaikhain namun keduanya (al-Bukhari dan Muslim) tidak meriwayatkannya.”

Dan dalam makna hadis ini adalah hadis yang diriwayatkan oleh Ahmad: Telah menceritakan kepada kami Abu al-Mughirah, telah menceritakan kepada kami al-Awza’i, telah menceritakan kepadaku Usaid bin 'Abdurrahman dari Khalid bin Durayk dari Ibnu Muhairiz – ia berkata:

Aku berkata kepada Abu Jum'ah, seorang dari sahabat Nabi ﷺ:
“Ceritakanlah kepada kami sebuah hadis yang engkau dengar langsung dari Rasulullah ﷺ.”

Ia berkata: “Ya, aku akan menceritakan kepadamu sebuah hadis yang baik. Kami pernah makan siang bersama Rasulullah ﷺ dan bersama kami ada Abu 'Ubaidah bin al-Jarrah.

Lalu Abu 'Ubaidah berkata: ‘Wahai Rasulullah, apakah ada orang yang lebih baik daripada kami? Kami telah masuk Islam bersamamu dan berjihad bersamamu.’

Beliau ﷺ bersabda:
‘Ya, suatu kaum yang akan datang setelah kalian, mereka beriman kepadaku padahal mereka tidak pernah melihatku.’”

Dalam jalur yang lain, Abu Bakr bin Mardawaih dalam tafsirnya berkata: Telah menceritakan kepada kami 'Abdullah bin Ja'far, telah menceritakan kepada kami Isma'il dari 'Abdullah bin Mas'ud, telah menceritakan kepada kami 'Abdullah bin Shalih, telah menceritakan kepada kami Mu’awiyah bin Shalih dari Shalih bin Jubair – ia berkata:

Abu Jum’ah al-Anshari, sahabat Rasulullah ﷺ, datang kepada kami di Baitul Maqdis untuk shalat di sana. Saat itu bersama kami ada Raja' bin Haywah ra.

Ketika ia selesai dan hendak berangkat, kami pun mengantarnya.

Ketika hendak berpisah, ia berkata: “Kalian berhak menerima hadiah. Aku akan ceritakan kepada kalian sebuah hadis yang aku dengar dari Rasulullah ﷺ.”

Kami berkata: “Sampaikanlah, semoga Allah merahmatimu.”

Ia berkata: “Kami pernah bersama Rasulullah ﷺ dan bersama kami ada Mu’adz bin Jabal, yang kesepuluh dari sepuluh orang. Kami berkata:

‘Wahai Rasulullah, adakah suatu kaum yang lebih besar pahalanya daripada kami? Kami telah beriman kepada Allah dan mengikuti engkau.’

Beliau bersabda:
‘Apa yang menghalangi kalian dari hal itu, sementara Rasulullah ada di tengah-tengah kalian, dan wahyu turun kepada kalian dari langit? Bahkan, suatu kaum akan datang setelah kalian, kepada mereka datang sebuah kitab di antara dua sampul. Mereka beriman kepadanya dan mengamalkan apa yang ada di dalamnya. Mereka itulah yang lebih besar pahalanya daripada kalian – dua kali lipat.’”