langsung selama berbulan-bulan itu sampai di puncaknya.
Kaum Republik menonjol-nonjolkan Ike-nya dan Demokrat
menonjolkan Adlai-nya. Penuh surat kabar berkumandang
suara di radio dan televisi berpampangan di depan setiap
pintu rumah dan di dada setiap orang nama “Ike” atau
nama “Adlai”. Ada insinye (lencana) yang seluas piring ber-
tuliskan “I Like Ike” (saya memilih Ike). Malam tanggal 3 ja-
lan 4 November, kita melihat di televisi bahwa Eisenhower
berpidato di New York, didengar oleh beribu-ribu orang.
Setelah selesai, kita melihat pula Adlai Stevenson sedang
berpidato di Chicago, didengar pula oleh beribu-ribu orang.
Kedua belah pihak mencela lawannya, mempertahankan
rancangan politiknya. Persoalan Korea adalah yang paling
penting dari segala persoalan.
Angkatan muda, terutama pelajar-pelajar dalam uni-
versitas, lebih banyak menjadi pemilih Stevenson. Ang-
katan tua dan petani-petani kaya lebih banyak menyukai
Ike. Adlai adalah sosok yang tenang, seorang pemikir yang
bersungguh-sungguh. Ike memiliki sikap yang gembira
menghadapi segala persoalan bagaimanapun beratnya,
dengan cara Amerika, yaitu dengan senyuman. Selama
berhari-hari, sebelum pemilihan, keduanya terbang ber-
keliling dengan kapal udara spesial mendatangi 48 negara
bagian. Pada malam penghabisan, Adlai Stevenson masih
meyakinkan bahwa dia akan menang. Saya masih ingat
pidato penghabisannya, yang ditutupnya dengan ucapan
berirama, “I See Amerika” (saya melihat, saya mengenang
bahwa Amerika adalah suatu bangsa besar dan kebesar-
annya telah ditegakkan atas kenang-kenangan yang indah.
Amerika akan terus memegang peranannya, yakni menjadi
pemandu dunia dalam perdamaian dan persaudaraan)...