Progress Donasi Kebutuhan Server — Your Donation Urgently Needed — هذا الموقع بحاجة ماسة إلى تبرعاتكم
Rp 1.500.000 dari target Rp 10.000.000
utusan yang datang kepada beliau? Tetapi Sehacht sendiri dan orang-orang seperti dia tidak membantah kejelasan dan kedudukan salat dalam Islam. Lalu apabila zakat selalu dihubungkan dengan salat di dalam perjanjian- perjanjian dan surat-surat Nabi, bukankah hal itu menunjukkan bahwa zakat merupakan sesuatu yang tidak terpisahkan dari salat, sebagaimanar ditegaskan oleh Ouran dan hadis-hadis? Perjanjian-perjanjian dan Surat-surat Nabi sesungguhnya telah menegaskan apa, berapa, nisab, dan macam-macam yang harus dizakatkan, tidak meninggalkan satu celah apa pun untuk dipertanyakan. Di antaranya ada memang yang diungkapkan secara garis besar saja, oleh karena sudah dikenal secara luas pada waktu itu. Siapa yang ingin menyelidikinya lebih lanjut dapat membaca kitab Majmu' al-Watsaig li alAhd al-Nabawi wa al-Khilafa al-Rasyida' karangan Dr. Muhammad Hamidullah. Mengenai alasan yang dipakai Schacht untuk mengatakan bahwa zakat itu masih merupakan tanda tanya pada zaman Nabi berdasarkan kenyata- an banyak sekali kabilah Arab menolak membayarnya setelah Nabi wafat, oleh karena mereka menganggap perjanjian itu batal dengan wafatnya orang yang dalam perjanjian, karena Umar sendiri menerima hal itu, maka alasan itu jauh sekali dari kebenaran. Hal itu oleh karena sikap kabilah-kabilah itu bermacam-macam. Di antaranya ada yang mengakui nabi-nabi palsu seperti Musailamah, Sajah, Aswad, dan Tulaihah, dan mendukung mereka, lalu apakah oleh karena itu kebenaran kenabian Muhammad juga suatu hal yang belum jelas? Ada yang tidak mengakui syariat Islam dan menghindari kewajiban salat dan zakat semuanya, lalu apakah dengan demikian salat yang wajib dikerjakan lima kali dalam sehari juga suatu hal yang belum jelas? Dan di antaranya ada pula yang mengakui salat dan syariat-syariat Islam lainnya tetapi masih ragu-ragu menerima zakat, sebagaimana sudah kita jelaskan, oleh karena baru memeluk Islam dan masih terpengaruh oleh kehidupan badui mereka, bukan oleh karena belum mengerti zakat, yang atas dasar itu Imam Abu Sulaiman Khattabi dan lain-lain menggolongkan mereka “pembangkang” bukan “murtad” walaupun mereka juga tidak mengakui zakat itu wajib setelah Nabi wafat. Hal itu oleh karena ulama-ulama itu mempertimbang- kan kebaduian dan kebaruan mereka masuk Islam, yang oleh karena itu mereka tidak digolongkan kafir atau murtad seperti yang lain-lain. Dan sebagian mereka sebenarnya tidak mengingkari bahwa zakat itu wajib,