“Kami Pemilik Negeri Ini” — Warga Palestina Menolak Rencana Trump untuk Mengusir Mereka
rezaervani.com – “Kami Pemilik Negeri Ini” – demikian ucapan warga Palestina, menanggapi rencana pengusiran mereka dari tanah Palestina
Warga Palestina di Jalur Gaza dan Tepi Barat menolak keras rencana Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, yang ingin menguasai wilayah Gaza dan memindahkan mereka keluar dari tanah kelahirannya. Mereka menegaskan tekad untuk tidak meninggalkan puing-puing rumah mereka di wilayah pesisir tersebut — wilayah yang ingin diubah oleh taipan properti itu menjadi “Riviera Timur Tengah”.
Samir Abu Basel, warga Kota Gaza, menyatakan penolakannya melalui salah satu aplikasi pesan singkat. Ia mengatakan, “Suruh saja Trump pergi ke neraka bersama ide-idenya, uangnya, dan semua orang yang berpikir serta mempercayainya. Kami tidak akan pergi ke mana pun. Kami bukan bagian dari properti dan aset miliknya.”
Abu Basel — seorang ayah dari lima anak yang telah mengungsi dari rumahnya di dekat Jabalia, utara Jalur Gaza — menambahkan, “Cara paling mudah untuk menyelesaikan konflik ini adalah dengan membawa orang-orang Israel dan menempatkan mereka di negaranya sendiri, di salah satu negara bagian miliknya. Mereka adalah orang asing di sini, bukan kami. Kami adalah pemilik negeri ini.”
Sebelumnya, Trump membayangkan untuk membangun sebuah resor yang bisa dihuni oleh berbagai bangsa setelah serangan udara Israel selama lebih dari 15 bulan menghancurkan wilayah Gaza. Data resmi Palestina mencatat bahwa serangan brutal tersebut telah merenggut nyawa lebih dari 47 ribu orang.
Namun, warga Gaza menegaskan bahwa Trump tidak akan berhasil mengusir mereka dari tanah kelahirannya, setelah sebelumnya pun perang dan bom gagal memaksa mereka pergi.
“Dia (Trump) berbicara dengan kesombongan… Biarkan dia mencoba (mengusir kami), maka dia akan melihat bahwa semua khayalan di kepalanya itu tidak akan berhasil menghadapi kami,” tegas Abu Basel.
Dengan semakin meningkatnya pertempuran dalam perang di Gaza, warga Palestina awalnya khawatir akan terulangnya peristiwa Nakbah — tragedi pengusiran massal pada 1948 — namun kini kekhawatiran mereka bertambah besar terhadap kemungkinan gelombang baru pengusiran paksa.
Umm Tamer Jamal (65 tahun), seorang ibu dari enam anak, kepada kantor berita Reuters melalui salah satu aplikasi pesan singkat menegaskan, “Kami tidak akan meninggalkan tanah kami, dan kami tidak akan membiarkan terjadinya Nakbah kedua. Saya telah membesarkan anak-anak saya dan mendidik mereka untuk tidak pernah membiarkan Nakbah kedua terjadi.”
Berbicara dari Kota Gaza, Umm Tamer menambahkan, “Orang ini (Trump) gila. Kami tidak meninggalkan Gaza meski di bawah gempuran bom dan kelaparan. Bagaimana dia bisa berpikir untuk mengusir kami? Kami tidak akan pergi ke mana pun.”
Sikap Palestina Bersatu Menolak Rencana Trump
Sejumlah kekuatan internasional dan para pemimpin Palestina dengan cepat mengecam pernyataan kontroversial Donald Trump — mantan pengembang properti di New York — yang dinilai mengejutkan dan tidak dapat diterima.
Sikap politik Palestina pun terlihat solid. Otoritas Palestina yang dipimpin oleh Mahmoud Abbas dan Gerakan Perlawanan Islam Palestina (Hamas) bersatu menolak keras apa yang mereka sebut sebagai rencana penguasaan Jalur Gaza — wilayah pesisir yang berbatasan dengan Laut Mediterania — serta upaya pengusiran rakyat Palestina dari tanah air mereka.
Presiden Mahmoud Abbas menegaskan bahwa “Rakyat Palestina tidak akan menyerahkan tanah, hak-hak, dan tempat suci mereka. Jalur Gaza adalah bagian asli dari tanah Negara Palestina, bersama dengan Tepi Barat dan Yerusalem Timur yang diduduki sejak tahun 1967.”
Sementara itu, Sami Abu Zuhri, salah satu pemimpin Hamas — yang sebelumnya menguasai Jalur Gaza sebelum perang meletus — mengecam pernyataan Trump tentang penguasaan Gaza sebagai “konyol dan absurd.”
Ia menambahkan kepada Reuters, “Ide-ide semacam ini hanya akan menyulut kawasan ini ke dalam kekacauan,” sambil menegaskan bahwa Hamas masih berkomitmen terhadap kesepakatan gencatan senjata dengan Israel dan siap untuk melanjutkan tahap negosiasi berikutnya.
Kesepakatan gencatan senjata tahap pertama, yang berlangsung selama enam minggu dan dimediasi oleh Qatar serta Mesir dengan dukungan Amerika Serikat, sejauh ini masih cukup terjaga. Namun, prospek tercapainya penyelesaian damai jangka panjang masih belum jelas.
Di Khan Younis, wilayah selatan Jalur Gaza, sejumlah keluarga terlihat duduk di dekat puing-puing bangunan yang hancur. Mereka menyatakan bahwa harapan mereka bukanlah untuk diusir, melainkan untuk mendapatkan kembali rumah-rumah mereka yang telah luluh lantak akibat agresi Israel.
Ahmed Shahin, salah satu warga setempat, menyampaikan pesannya langsung kepada Trump, “Justru engkau sendiri yang membantu Israel menghancurkan semua yang kami lihat ini. Karena itu, engkau harus membangun kembali (rumah-rumah kami) sementara kami tetap berada di tanah ini. Tidak ada istilah kami harus pergi agar engkau mau membangun untuk kami. Kami tidak akan meninggalkan tanah ini.”
Tepi Barat Tegas Menolak Pengusiran
Sementara itu, di wilayah Tepi Barat, penolakan terhadap rencana pengusiran Trump juga disuarakan dengan tegas oleh warga.
Fadi Al-Qaisi, salah seorang warga Kota Tulkarm di utara Tepi Barat — wilayah yang sejak 27 Januari lalu menjadi sasaran operasi militer Israel — menyatakan kecamannya terhadap rencana Trump. Ia mengatakan, “Trump menganggap dirinya sebagai dewa bagi kawasan Timur Tengah. Ia ingin mengusir rakyat Palestina dari Gaza atau Tepi Barat, seolah-olah dia bisa mengendalikan segalanya.”
Fadi menambahkan, “Kemana dia mau mengusir kami? Apakah kami ini bidak catur yang bisa dipindah sesuka hati? Kami memiliki Tuhan Penguasa Alam Semesta, kalau dia bersama Israel, kami bersama Allah.”
Sementara itu, Salah Tabanjah, warga Palestina lainnya, juga menegaskan sikap serupa. Ia mengatakan, “Ini adalah tanah kami, dan kami akan tetap bertahan di atasnya. Pertarungan ini akan berlangsung sampai hari kiamat, dan kami tidak akan pergi. Justru penjajah yang seharusnya pergi.”
Ia menegaskan bahwa “Rakyat Palestina telah hidup di bawah penjajahan sejak tahun 1948, namun tetap tegar dan bertahan. Tidak ada rencana atau konspirasi apa pun yang bisa mengusir kami dari tanah ini, baik di Tepi Barat maupun di Gaza.”
Sumber : al Jazeera