Bagaimana Yahudi Memanipulasi Agama dan Pemikiran demi Kepentingan Mereka ? (Bagian Kedua)
Oleh : Utsman Suhban
rezaervani.com – Bagaimana Yahudi Memanipulasi Agama dan Pemikiran ?
Demikian pula mereka mempromosikan setiap pena, selama dampaknya—baik disengaja maupun tidak—membantu merusak masyarakat dan meninggikan kedudukan Yahudi. Seperti yang mereka lakukan terhadap Nietzsche, yang menyerang agama Kristen dan akhlaknya. Ia membagi moralitas menjadi dua jenis: moralitas kaum bangsawan seperti kekerasan, dan moralitas budak seperti belas kasih dan kebaikan. Ini semua sesuai dengan semangat Yahudi dan sejarah mereka, serta membuka jalan di benak manusia untuk menerima gagasan-gagasan itu dan menjadikannya sebagai pendahuluan bagi pemikiran Nietzsche.
Demikian pula mereka menyebarkan paham evolusi dan menakwilkannya dengan penafsiran yang tidak pernah terlintas dalam benak Darwin. Mereka menggunakannya untuk menghapuskan agama, hukum, dan seni, dengan dalih bahwa segala sesuatu bermula dalam keadaan yang cacat dan patut ditertawakan serta dihina. Maka tidak ada lagi kesucian bagi agama, nasionalisme, kebangsaan, hukum, atau nilai-nilai suci lainnya.
Mereka juga mempermainkan ilmu ekonomi, ilmu sosial, dan ilmu perbandingan agama, serta memanfaatkannya untuk kepentingan mereka. Mereka berusaha merusak sastra, sistem, budaya, dan cara berpikir di seluruh dunia, serta menyusupkan teori-teori yang menyesatkan, yang hanya dapat dikenali kepalsuannya oleh orang-orang berbakat dengan akal yang merdeka. Mereka berada di balik setiap mode pemikiran, keyakinan, pakaian, dan perilaku, selama itu menguntungkan mereka—terutama jika hal itu merusak orang lain di saat yang bersamaan.
Dalam ilmu perbandingan agama, orang-orang Yahudi berupaya, melalui studi perkembangan agama dan perbandingan antar fase-fasenya serta perbandingan dengan agama-agama lain, untuk menghapus kesuciannya dan menampilkan para nabi sebagai para pendusta. Begitu pula gerakan orientalisme (orientalisme), yang telah memenuhi perpustakaan kita dengan buku-buku paling remeh, yang memalsukan dan menyimpangkan hakikat sejarah dan peradaban Arab dan Islam yang sebenarnya.
Buku-buku itu tidak memberikan manfaat ilmiah, tidak membentuk akhlak, dan tidak membina akal; justru mengisi benak pembacanya dengan informasi yang salah dan dusta. Seakan-akan perpustakaan-perpustakaan itu dibangun untuk menjadi museum bagi mumi-mumi tak bernyawa, yang mustahil bisa menghidupkan akal, hati, atau rasa. Bahkan, isinya justru membuat seseorang merasa jijik terhadapnya—bagi siapa saja yang jiwanya masih sehat dan akalnya lurus. Atau sebaliknya, membuat mereka terjebak dalam kejelekan isinya, yang kemudian mewariskan kesombongan, kebodohan, dan keangkuhan.
Demikianlah, orang-orang Yahudi menjodohkan diri dengan seluruh bentuk pengetahuan yang remeh seperti ini, demi merusak citra bangsa Arab, umat Islam, dan bahkan bangsa-bangsa lain di luar dunia Barat dan Yahudi. Keterlibatan orang Yahudi dalam gerakan orientalisme didorong oleh alasan-alasan agama dan politik.
Adapun alasan-alasan keagamaan, maka itu tampak dalam upaya mereka untuk melemahkan Islam dan meragukan nilai-nilainya, dengan cara menunjukkan keutamaan agama Yahudi di atasnya—yakni dengan klaim bahwa Yahudilah sumber utama Islam. Sedangkan alasan-alasan politik, maka itu terkait dengan pelayanan terhadap Zionisme, baik sebagai gagasan terlebih dahulu, maupun sebagai negara setelahnya.
Sesungguhnya kemunduran dan kemerosotan yang telah dicapai oleh bangsa Arab saat ini, dalam berbagai aspek dan bidang, memiliki keterlibatan besar dari orang-orang Yahudi. Namun, merupakan suatu kebodohan jika dikatakan bahwa orang-orang Yahudi adalah satu-satunya pelaku di balik semua gerakan politik, pemikiran, dan ekonomi ini. Sebagian memang merupakan hasil perbuatan mereka secara sengaja, namun sebagian lainnya berasal dari perbuatan pihak lain, yaitu para rasialis Barat non-Yahudi.
Demikian pula merupakan suatu kebodohan jika kita memikulkan seluruh tanggung jawab kepada orang-orang Yahudi dan Barat, hingga akhirnya kita justru mempromosikan gagasan “konspirasi terhadap bangsa Arab”. Sebab, bangsa Arab dan kaum Muslimin sendiri—baik secara sengaja maupun tidak—telah turut andil dalam kondisi yang kita alami saat ini.
Sumber : al Jazeera