Dokter dan Tenaga Medis Swiss Mogok Makan Protes Perang Gaza
Sebagai bentuk dukungannya terhadap Gaza dan Protes terhadap Genosida oleh Israel, Dokter dan Tenaga Medis Swiss Mogok Makan mulai dari hari ini, demikian laporan dari Reuters
rezaervani.com – 9 September 2025 – Sejumlah dokter dan tenaga medis di Swiss memulai aksi mogok makan di depan gedung parlemen di Bern, Senin (8/9), sebagai bentuk protes terhadap perang Israel di Gaza. Mereka menuntut pemerintah Swiss mengambil sikap lebih tegas terhadap Israel.
Selama ini, Swiss memang mengecam beberapa tindakan Israel dalam perang, termasuk serangan terhadap sebuah rumah sakit bulan lalu. Namun, pemerintah enggan memenuhi tuntutan para demonstran yang meminta langkah lebih keras, seperti menjatuhkan sanksi kepada Israel atau mengakui negara Palestina.
Dalam aksinya, para dokter mengenakan stetoskop dan jas medis yang berlumuran darah palsu untuk melambangkan penderitaan warga sipil di Gaza. Mereka juga sepakat melakukan mogok makan secara bergiliran selama 24 jam, mengikuti jadwal sidang parlemen sepanjang September.
Profesor Pietro Magno Horst, seorang ahli bedah sekaligus anggota Asosiasi Tenaga Kesehatan Swiss Menentang Genosida, mengatakan:
“Dulu jas putih melindungi Anda. Tapi hari ini, jika ingin selamat, Anda harus melepasnya. Itu tidak bisa diterima. Dan tidak bisa diterima juga bahwa kita tidak bereaksi terhadap situasi ini.”
Aksi tersebut berlangsung setelah gelombang protes serupa di sejumlah universitas Swiss serta unjuk rasa pada akhir pekan lalu. Protes semakin menguat seiring laporan meluasnya kelaparan di Gaza akibat kebijakan blokade pangan yang diberlakukan pemerintah Israel.
Profesor Karl Blanchet, Direktur Pusat Studi Kemanusiaan Jenewa yang turut bergabung dalam aksi ini, menilai pemerintah Swiss terlalu pasif.
“Pemerintah saat ini bisa dikatakan diam, tidak efektif, bahkan saya katakan pengecut. Mereka sangat kekurangan keberanian, dan menurut saya sudah saatnya berubah,” ujarnya.
Swiss selama ini dikenal menjaga hubungan dekat dengan Israel dan berpegang pada prinsip netralitas. Namun, negara itu sempat menyetujui sanksi Uni Eropa terhadap Rusia terkait perang di Ukraina, sehingga menuai tudingan dari sejumlah pihak menerapkan standar ganda.
Sumber : Reuters