Gaza .. Anak-anak layu karena Kelaparan dan Penyakit Akibat Genosida Israel
Anak-anak layu kelaparan dan juga terserang penyakit menjadi pemandangan yang mengiris hati di Gaza hari-hari ini akibat Genosida yang dilakukan Israel
rezaervani.com – 16 September 2025 – Kelaparan yang disengaja serta kekurangan obat-obatan dan perlengkapan medis terus merenggut nyawa anak-anak di Jalur Gaza, yang sejak hampir dua tahun terakhir hidup di bawah blokade dan genosida yang dilakukan Israel. Kehidupan warga Palestina berubah menjadi perjuangan melawan lapar, penyakit, dan ketiadaan kebutuhan dasar untuk bertahan hidup.
Dalam kondisi suram ini, organisasi kemanusiaan internasional memperingatkan bahwa krisis yang memburuk menempatkan ratusan ribu warga sipil – terutama anak-anak, pasien, dan lansia – pada risiko kematian karena kelaparan dan penyakit. Sementara itu, rumah sakit tidak mampu memberikan layanan kesehatan dasar karena obat-obatan dan perlengkapan medis habis akibat blokade.
Selama hampir dua tahun, lebih dari dua juta warga Palestina di Gaza hidup dalam kepungan ketat dan genosida sistematis, di mana Israel menjadikan makanan dan obat-obatan sebagai senjata untuk pembunuhan perlahan.
Dengan semakin ketatnya pembatasan masuknya susu bayi, obat-obatan, dan perlengkapan medis, kelaparan telah menjadi kenyataan sehari-hari yang menghancurkan keluarga dan menjadikan rumah sakit sekadar tempat menunggu kematian.
Pada 22 Agustus 2025, Inisiatif Global untuk Klasifikasi Fase Terpadu Keamanan Pangan (IPC) mengumumkan keadaan kelaparan di Kota Gaza (utara) dan memperkirakan penyebarannya ke wilayah Deir al-Balah (tengah) dan Khan Younis (selatan) pada akhir September.
Israel segera menyerang laporan tersebut meskipun didasarkan pada data dan fakta, dengan mengklaim bahwa laporan itu hanya bersandar pada kesaksian melalui telepon.
Klasifikasi Fase
Klasifikasi Fase Terpadu untuk Ketahanan Pangan (IPC) adalah sebuah inisiatif internasional untuk menganalisis kondisi ketahanan pangan dan gizi. Inisiatif ini melibatkan 21 organisasi besar, di antaranya Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO), Program Pangan Dunia (WFP), serta lembaga-lembaga PBB lainnya seperti UNICEF, WHO, juga organisasi kemanusiaan Oxfam dan Save the Children.
Sektor kesehatan di Gaza mengalami keruntuhan hampir total dalam hal diagnosis dan perawatan. Sejak dimulainya genosida pada 7 Oktober 2023, tentara Israel telah membombardir, menghancurkan, atau membuat tidak berfungsi sebanyak 38 rumah sakit, yang menyebabkan sistem kesehatan lumpuh hampir sepenuhnya.
Di dalam Rumah Sakit Nasser di Kota Khan Younis, seorang ibu Palestina, Doa Abu Mustafa, duduk di samping putrinya Maryam, berpegang pada harapan kecil bahwa ia bisa keluar dari Jalur Gaza untuk mendapatkan perawatan.
Maryam menderita kekurangan gizi dan berbagai masalah kesehatan yang tidak bisa ditangani di Gaza akibat blokade Israel.
Doa bercerita bahwa Maryam lahir di tengah perang dan sejak itu mengalami malnutrisi, gangguan saraf, serta masalah kesehatan lain. Ia membutuhkan obat pereda nyeri dan perawatan dasar yang tidak tersedia di rumah sakit, sementara blokade Israel membuat kondisinya semakin parah.
Ia menambahkan bahwa putrinya sangat membutuhkan pengobatan di luar Gaza, tetapi blokade menghalangi kemungkinan untuk bepergian.
Kondisi hidup yang keras
Sang ibu menegaskan bahwa perang sangat berdampak pada para ibu dan anak-anak, karena mereka kehilangan kebutuhan dasar paling sederhana berupa makanan dan perawatan kesehatan.
Ia menjelaskan, “Setiap hari aku mati bersamanya. Aku satu-satunya yang menanggung hidupnya, dan aku berharap bisa melihatnya bermain seperti anak-anak lain.”
Nasib serupa dialami Masouda Wahba, ibu dari Ubaiyah, seorang anak yang menderita kekurangan gizi, lubang pada jantung, serta disabilitas fisik.
Ibu ini, yang telah kehilangan salah satu anaknya akibat serangan Israel, mengisahkan bahwa ia hidup dalam kondisi yang sangat sulit. Ia meminta lembaga-lembaga internasional untuk melihat kondisi anaknya dengan penuh belas kasih dan memberinya kesempatan berobat di luar Gaza.
Di ruang sebelah, seorang anak perempuan bernama Samar al-Beshiti terbaring tak bergerak di ranjang rumah sakit setelah mengalami cedera parah di kepala yang menyebabkan kelumpuhan total. Kekurangan gizi memperburuk keadaannya.
Ibunya, Jihan, memegang teleponnya untuk memperlihatkan foto-foto lama Samar ketika ia masih bisa bermain dan tertawa, sebelum perang Israel mengubahnya menjadi anak yang lemah dan tak berdaya.
Ia menjelaskan bahwa putrinya dulu aktif bermain dan bergerak, tetapi kini akibat perang hanya bisa terbaring di tempat tidur.
Menurut kantor media pemerintah, lebih dari 5.200 anak membutuhkan evakuasi medis darurat untuk menyelamatkan nyawa mereka.
Sejak 2 Maret lalu, Israel menutup semua perlintasan menuju Gaza, melarang masuknya makanan, obat-obatan, atau bantuan kemanusiaan, sehingga wilayah itu jatuh ke dalam kondisi kelaparan meski truk-truk bantuan menumpuk di perbatasannya.
Sumber: Anadolu Agency