Direktur Rumah Sakit Kuwait: Pengungsian Paksa Perparah Krisis Rumah Sakit di Gaza Selatan
Direktur RS Kuwait kembali menyampaikan berita menyedihkan dari Gaza Selatan karena kejahatan yang dilakukan oleh Tentara Israel, yakni mengusir secara paksa penduduk Palestina
rezaervani.com – 22 September 2025 – Gaza – Rumah sakit yang masih beroperasi di selatan Jalur Gaza, termasuk rumah sakit lapangan, menghadapi ancaman serius di tengah gelombang pengungsian besar-besaran dari Kota Gaza dan wilayah utara. Kondisi ini menambah tekanan pada rumah sakit yang sudah “nyaris runtuh” akibat pembatasan Israel terhadap pasokan medis.
Rumah Sakit Kuwait Spesialis “Syifa Palestina” menghadapi krisis parah hingga terpaksa – pada Kamis lalu – menghentikan seluruh operasi terjadwal, dan hanya melakukan operasi penyelamatan nyawa saja.
Langkah itu diambil karena kekurangan obat-obatan dan bahan medis sekali pakai yang akut dan berkelanjutan, serta kerusakan alat dan peralatan selama dua tahun terakhir. Selain itu, ada kekurangan besar dalam kebutuhan medis dasar, termasuk obat bius, cairan infus, bahan dan perlengkapan sterilisasi, serta alat bedah penting.
Ketua dewan direksi rumah sakit, dr. Suhaib al-Hums, mengatakan rumah sakit pemerintah dan lapangan di selatan Gaza sejak awal sudah tidak mampu menampung jumlah besar penduduk dan pengungsi. Tekanan akan semakin meningkat setelah Israel memaksa warga Kota Gaza dan pengungsi di sana untuk mengungsi ke selatan.
Dalam wawancara dengan Al Jazeera Net, al-Hums menanggapi klaim Israel tentang adanya zona aman di selatan Gaza. Ia menegaskan bahwa “tidak ada area kemanusiaan atau aman; semua penuh sesak dan berbahaya, tanpa fasilitas atau layanan. Rumah sakit yang tersisa bekerja dalam kondisi yang sangat rumit dan terancam berhenti beroperasi.”
Krisis Operasi Bedah
Langkah darurat Rumah Sakit Kuwait menghentikan operasi terjadwal datang seiring meningkatnya intensitas perang yang hampir memasuki tahun ketiga pada 7 Oktober mendatang, bersamaan dengan pengepungan ketat, penutupan perlintasan, dan pembatasan Israel atas masuknya bantuan kemanusiaan dan medis.
Menurut al-Hums, rumah sakit tidak menerima bantuan medis yang cukup untuk memenuhi kebutuhan sejak perang dilanjutkan pada 18 Maret lalu.

Untuk mengatasinya, pihak manajemen terpaksa membeli suplai medis yang tersedia di pasar lokal dengan biaya lebih dari satu juta dolar. Namun, kata al-Hums, pasar kini benar-benar kosong dan tidak menyediakan apa yang dibutuhkan rumah sakit maupun fasilitas medis lain yang masih beroperasi di Gaza.
Keputusan Rumah Sakit Kuwait menghentikan operasi terjadwal berdampak langsung pada kondisi ribuan pasien. Al-Hums menjelaskan bahwa sebelumnya rumah sakit melakukan 40 operasi terjadwal per hari di berbagai bidang spesialis. Kini daftar tunggu pasien operasi sudah tertutup untuk enam bulan ke depan.
Keputusan itu membuat ribuan pasien dan korban luka kehilangan akses layanan medis khusus yang biasanya diberikan rumah sakit sepanjang masa perang. Hal ini memperburuk krisis kesehatan dan kemanusiaan di Gaza selatan, serta mengancam runtuhnya sistem kesehatan secara menyeluruh, apalagi dengan penumpukan pengungsi dan meningkatnya kasus cedera serius.
Pengepungan Mencekik
Rumah Sakit Kuwait dianggap sebagai rumah sakit lapangan terbesar di Gaza, baik dari sisi luas maupun variasi layanan medis.
Tiga pekan lalu, manajemen rumah sakit terpaksa menghentikan layanan perawatan luka karena tidak adanya kasa dan cairan antiseptik. Akibatnya, tingkat infeksi pascaoperasi meningkat.
Dengan nada geram, al-Hums menyebut fakta bahwa bahan sederhana seperti kasa dan antiseptik tidak tersedia di rumah sakit, hingga memaksa penghentian layanan dasar. Ia mengatakan telah menghubungi rumah sakit lapangan milik lembaga internasional untuk meminta bantuan, tetapi terkejut karena mereka mengalami krisis yang sama.
Al-Hums memperingatkan bahwa dalam waktu satu pekan hingga sepuluh hari, manajemen rumah sakit mungkin harus menutup sejumlah klinik. Ini menjadi tanda berbahaya menuju berhentinya layanan secara bertahap, menyisakan rumah sakit hanya berfungsi sebagai unit gawat darurat.
Jika sampai pada kondisi ini, ribuan pasien dan korban luka terancam jiwanya, terutama dengan kepadatan luar biasa di Gaza selatan akibat pengungsian paksa ratusan ribu orang dari Kota Gaza dan utara. Hal itu menambah tekanan pada rumah sakit dan fasilitas kesehatan yang sudah rapuh, yang berjuang keras agar tetap bisa beroperasi.
Di Gaza selatan terdapat dua rumah sakit pemerintah, yaitu Kompleks Medis Nasser di Khan Younis dan Rumah Sakit Syuhada al-Aqsa di Deir al-Balah, selain sejumlah rumah sakit lapangan yang dikelola lembaga lokal dan internasional. Al-Hums menegaskan semuanya menghadapi krisis parah yang membatasi kemampuan mereka memberikan layanan medis bagi korban luka dan pasien.

Bahaya Runtuh
Rumah Sakit Kuwait Spesialis memberikan layanan medis beragam melalui 21 klinik spesialis, memiliki unit bedah dengan 3 ruang operasi, unit endoskopi saluran cerna, unit radiologi intervensi, serta unit gawat darurat dengan 30 tempat tidur. Unit perawatan intensifnya saat ini sudah berhenti beroperasi.
Menurut al-Hums, “rumah sakit menerima 5.000 pasien setiap hari, termasuk 1.500 di unit gawat darurat dan 1.000 di klinik spesialis, sementara sisanya mendapat berbagai layanan medis lain.” Ia menambahkan bahwa rumah sakit perawatan primer yang terintegrasi dengan rumah sakit tersebut menerima sekitar 1.000 pasien per hari, meskipun sejak dibuka tiga pekan lalu belum menerima satu pun butir obat.
Sejak dimulainya perang Israel di Gaza setelah operasi “Badai al-Aqsa” pada 7 Oktober 2023, Rumah Sakit Kuwait mengalami kerugian besar, baik manusia maupun materiil. Empat tenaga medisnya gugur syahid dan puluhan lainnya terluka, baik akibat serangan Israel saat bertugas maupun di luar jam kerja.
Al-Hums menegaskan bahwa “Israel menghancurkan total kantor utama rumah sakit di Kota Rafah, beserta Rumah Sakit Darurat yang terhubung dengannya, berikut seluruh isi, perangkat medis, dan peralatannya, setelah invasi kota tersebut pada 6 Mei 2024.”

Beban Besar
Sejak manajemen rumah sakit terpaksa mengungsi dari Rafah dan mendirikan rumah sakit lapangan di daerah al-Mawasi, barat Kota Khan Younis di Gaza selatan, beban berat harus ditanggung yang menguras tenaga staf dan merusak perangkat medis. Menurut al-Hums, peralatan kini sudah sangat rapuh dan bisa berhenti berfungsi kapan saja. Dari 17 ambulans, hanya 7 yang masih beroperasi dalam kondisi sangat sulit, karena kekurangan bahan bakar dan suku cadang untuk perawatan.
Untuk mencegah keruntuhan total, al-Hums menjelaskan bahwa rumah sakit kini bekerja dalam sistem darurat dan penghematan. Operasi bedah dibatasi hanya untuk penyelamatan nyawa dan penyelamatan anggota tubuh. Para dokter terpaksa menggunakan bius setengah badan, karena obat bius yang tersedia hanya cukup untuk 120 operasi saja.
Al-Hums menyerukan kepada semua pihak terkait dan organisasi internasional untuk segera campur tangan membuka koridor kemanusiaan, menjamin masuknya obat-obatan dan perlengkapan medis yang dibutuhkan, serta membantu menutupi biaya operasional rumah sakit demi menjamin kelanjutan layanannya.
Sumber: Al Jazeera