Akankah Gencatan Senjata Ungkap Nasib Korban Hilang di Gaza?
Tidak sedikit keluarga yang kehilangan anggota keluarganya, akankah Gencatan Senjata Gaza memberikan kesempatan untuk mengungkap nasib para korban yang hilang itu ? Semoga …
rezaervani.com – 20 Oktober 2025 – Gaza — Dengan meredanya suara ledakan di Jalur Gaza, muncul ke permukaan sebuah isu kemanusiaan yang menyakitkan terkait ribuan warga Palestina yang hilang sejak meletusnya perang Israel sekitar dua tahun lalu. Nasib banyak di antara mereka masih belum diketahui — apakah mereka tewas di bawah reruntuhan, ditahan oleh pasukan pendudukan, atau menghilang tanpa jejak.

Keluarga para korban hilang berharap gencatan senjata ini akan menjadi secercah harapan untuk mengetahui nasib orang-orang tercinta mereka, setelah berbulan-bulan tanpa kabar, tanpa bukti kematian ataupun penahanan.
Kisah-kisah penghilangan paksa warga Palestina selama perang genosida ini menyimpan kepedihan mendalam. Salah satunya dialami oleh Muhammad al-Jalus, yang kehilangan kontak dengan tiga anaknya, istrinya, dan cucunya pada malam 2 Maret 2024, ketika mereka berada di rumah mereka di Kota Khan Younis.
Al-Jalus mengatakan kepada Al Jazeera Net bahwa seorang warga setempat melihat tentara pendudukan menggiring anggota keluarganya ke dalam kendaraan militer. Sejak saat itu, tidak ada satu pun informasi yang pasti mengenai mereka, meskipun keluarga telah menghubungi berbagai lembaga hak asasi manusia dan kemanusiaan, namun tanpa hasil.
Al-Jalus menyerukan kepada organisasi hak asasi manusia dan lembaga kemanusiaan, baik lokal maupun internasional, untuk segera bertindak mengungkap nasib keluarganya, menjamin keselamatan mereka, dan meminta pertanggungjawaban pihak yang bertanggung jawab atas penghilangan paksa tersebut.
Dokter yang Hilang
Kisah lain yang tak kalah menyayat hati dialami oleh Alaa Murtaja, yang sejak Maret lalu menunggu kabar apa pun tentang ayahnya, dokter Ahmad (66 tahun), dan saudaranya Muhammad, yang hilang di sekitar Kompleks Medis al-Shifa di Kota Gaza saat pasukan pendudukan menyerbu kawasan itu.
Alaa menuturkan bahwa kontak terakhir dengan ayahnya terjadi saat rumah mereka yang berlantai tujuh dikepung. Sang ayah sempat berkata kepadanya, “Tentara sudah berada di wilayah ini, api membakar lantai pertama dan kedua, kami bersembunyi di dapur.” Setelah itu, sambungan telepon terputus sepenuhnya.
Setelah pasukan Israel mundur, keluarga mencari di lokasi tersebut tetapi tidak menemukan tanda-tanda apa pun yang menunjukkan bahwa keduanya tewas. Alaa mengatakan bahwa beberapa tawanan yang telah dibebaskan memberitahunya bahwa mereka melihat ayahnya di salah satu penjara Israel, namun tanpa rincian lebih lanjut mengenai lokasi atau kondisi kesehatannya.
Keluarga itu menuntut lembaga-lembaga lokal dan internasional untuk segera turun tangan mengungkap nasib dokter Ahmad dan putranya, memastikan keselamatan mereka, serta menindaklanjuti status hukum keduanya.
Menurut Ketua Pusat Palestina untuk Korban Hilang dan Orang yang Dihilangkan Secara Paksa, Rami Abdu, jumlah orang hilang di Gaza melebihi 5.000 jiwa. Pusat tersebut telah berhasil mendokumentasikan sekitar 1.300 kasus sejauh ini, di tengah kesulitan besar dalam pendataan lapangan akibat kehancuran total, sulitnya menjangkau keluarga korban, serta terputusnya komunikasi. Selain itu, sebagian keluarga meyakini bahwa anak-anak mereka ditahan, bukan hilang.
Abdu, dalam keterangannya kepada Al Jazeera Net, memperkirakan bahwa sebagian besar korban hilang masih berada di bawah reruntuhan bangunan yang hancur, yang sulit dijangkau atau diangkat jenazahnya karena tidak adanya peralatan yang memadai. Ia menambahkan bahwa kekuatan penghancur besar yang digunakan oleh pasukan pendudukan menyebabkan tubuh sebagian korban benar-benar lenyap.
Ia juga memperkirakan bahwa sebagian korban hilang telah dimakamkan tanpa diketahui identitasnya, baik oleh warga sipil selama proses evakuasi maupun oleh pasukan pendudukan yang diyakini telah mendirikan kuburan massal di beberapa lokasi.
Abdu menunjukkan bahwa korban hilang juga mencakup para pejuang yang berada di dalam terowongan serta para tawanan yang ditahan Israel tanpa pemberitahuan mengenai lokasi penahanan mereka, selain juga korban serangan yang dimulai pada 7 Oktober 2023.
Upaya Pendataan
Pusat Palestina untuk Korban Hilang bekerja untuk membuat berkas individu bagi setiap kasus melalui tim penelitian lapangan khusus yang mengumpulkan data dari keluarga korban, sebagai langkah awal untuk tindak lanjut secara hukum dan kemanusiaan.
Pusat tersebut bersiap untuk bekerja sama dengan Working Group on Enforced or Involuntary Disappearances (WGEID) — tim kerja PBB yang menangani kasus penghilangan paksa — dengan menyediakan informasi terdokumentasi yang mencakup identitas korban hilang, tanggal dan lokasi hilangnya, serta pihak-pihak yang diduga bertanggung jawab. Selain itu, pusat ini akan menyerahkan laporan berkala tentang pola-pola penghilangan paksa di Gaza.
Abdu berharap bahwa dalam beberapa minggu mendatang akan terungkap kebenaran mengenai nasib ribuan korban hilang, seiring dengan berlanjutnya upaya evakuasi jenazah dari bawah reruntuhan serta penggunaan metode uji DNA untuk identifikasi, atau melalui kesepakatan pertukaran tawanan yang mewajibkan Israel memberikan informasi tentang jenazah dan tahanan.
Sejak pertengahan pekan lalu, tentara pendudukan menyerahkan 150 jenazah warga Palestina melalui Komite Internasional Palang Merah, tanpa memberikan daftar nama kepada pihak Palestina. Hal ini menimbulkan kecurigaan mengenai praktik penghilangan paksa dan manipulasi data para korban.
Kementerian Kesehatan di Gaza mengumumkan bahwa identitas 25 jenazah telah berhasil dikenali, sementara 125 lainnya masih belum teridentifikasi. Kementerian juga melaporkan bahwa beberapa jenazah menunjukkan tanda-tanda penyiksaan, gantung, serta ikatan di tangan dan kaki, yang memperkuat dugaan adanya pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia.
Peran Palang Merah
Komite Internasional Palang Merah memainkan peran penting dalam menangani kasus orang hilang. Menurut juru bicaranya di Gaza, Hisham Mehanna, sejak 7 Oktober 2023, komite tersebut telah menerima lebih dari 11.000 laporan tentang kasus hilangnya orang.
Dalam keterangannya kepada Al Jazeera Net, Mehanna menjelaskan bahwa tim Palang Merah telah berhasil menutup lebih dari 4.000 berkas setelah berhasil mengidentifikasi korban hilang atau melalui upaya mempertemukan kembali keluarga mereka, sementara sekitar 7.000 orang masih tercatat sebagai korban hilang.
Ia menjelaskan bahwa penyebab hilangnya orang-orang tersebut beragam, termasuk kematian saat pertempuran, terkubur di bawah reruntuhan, luka parah, atau penahanan di rumah sakit maupun oleh pasukan Israel. Mehanna menegaskan bahwa komite terus melakukan upaya intensif untuk berkomunikasi dengan keluarga korban dan memverifikasi informasi, meskipun menghadapi kesulitan besar di lapangan akibat kehancuran infrastruktur dan terganggunya jaringan komunikasi.
Mehanna menambahkan bahwa tim Palang Merah berupaya mengembalikan komunikasi antara keluarga dan para tahanan, serta memungkinkan mereka yang dibebaskan untuk melakukan panggilan dengan keluarga mereka. Selain itu, komite juga memantau daftar pasien dan tahanan di rumah sakit Israel.
Ia menegaskan bahwa dengan diberlakukannya gencatan senjata, kondisi kerja akan menjadi lebih kondusif untuk melanjutkan upaya pencarian dan pengumpulan informasi, serta memastikan bahwa isu orang hilang tetap menjadi prioritas kemanusiaan utama bagi Komite Internasional Palang Merah.
Sumber: Al Jazeera