Catatan Harian Petugas Medis dari Jantung Gaza (Bagian 1)
Gaza – rezaervani.com – Pada Catatan Harian Petugas Medis dari Jantung Gaza ini kita bisa melihat bagaimana mereka mendedikasikan penuh jiwa dan raga mereka untuk membantu para korban kebrutalan penjajah Israel.
Waktu hampir menunjukkan pukul lima sore ketika terdengar suara ledakan dahsyat di kejauhan. Tak ada jaringan komunikasi, tak ada alat radio, hanya asap di langit yang menjadi satu-satunya petunjuk. Di tengah situasi yang seakan mengembalikan kita ke zaman dahulu — ketika orang-orang berkomunikasi dengan menyalakan api atau memukul genderang — Mu’min al-Mashharawi melaju dengan mobil ambulans, mengikuti arah kepulan asap.
Hari itu, Mu.min mengetahui dari warna debu bahwa serangan terjadi di lingkungan at-Tuffah, di pusat Kota Gaza. Ia memacu mobilnya secepat mungkin, dan sepanjang jalan, ia bertanya kepada warga yang ditemuinya, hingga akhirnya bisa menemukan lokasi serangan.
Ternyata yang dibombardir adalah sebuah pusat penampungan yang berada di dalam sekolah. Ketika ia tiba dengan ambulansnya, ia langsung berhadapan dengan pemandangan yang tak bisa digambarkan kecuali sebagai pembantaian — potongan tubuh berserakan, kepala tanpa badan, tangan dan kaki yang terpisah, anak-anak tanpa anggota tubuh, sementara orang-orang berteriak: “Ambulans! Tolong!”
Warga sendiri yang mengangkat jenazah-jenazah itu dan meletakkannya ke dalam mobilnya, sementara kepanikan, darah, dan kekacauan merajalela di setiap sudut.
Mu’min berkata, “Mobil ambulans itu sebenarnya hanya dirancang untuk membawa satu orang korban, tapi saya harus mengangkut 4 hingga 5 orang sekaligus, lalu kembali lagi dan lagi. Prioritas saya adalah korban luka terlebih dahulu, baru kemudian para syuhada.”
Namun itu bukanlah hal terburuk yang pernah disaksikan al-Mashharawi. Beberapa hari kemudian, mereka mendapat kabar bahwa pasar di Jalan An-Naq — salah satu pasar tersibuk di Gaza — telah menjadi target serangan. Ia segera meluncur bersama rekan-rekannya, hanya untuk mendapati bahwa pasar yang sebelumnya penuh kehidupan itu kini telah berubah menjadi genangan darah.
Orang-orang yang kehilangan anggota tubuh, jenazah-jenazah yang tergeletak di atas trotoar, keramaian yang kacau, kepanikan di mana-mana — orang-orang berlari, mengangkat korban luka di atas pundak mereka karena jumlah ambulans yang sangat terbatas.
Dengan Sehelai Kain Lusuh
Mu’min tak akan pernah melupakan satu lagi peristiwa yang terus menghantui pikirannya. Sebuah keluarga duduk di depan rumah mereka, bercengkerama, tertawa bersama, lalu sekejap saja sebuah serangan udara menyapu mereka — dan tawa itu pun lenyap untuk selamanya.
Seluruh anggota keluarga gugur dalam serangan itu. Hanya satu orang yang selamat — seorang pemuda — tapi tubuhnya terluka parah, dan kedua kakinya mengucurkan darah.

Karena kondisi perang, Mu’min tidak memiliki peralatan medis yang memadai untuk menghentikan pendarahan, apalagi Israel melarang masuknya peralatan semacam itu ke Gaza. Dengan cepat ia meraih sepotong kain lusuh yang tergeletak di tanah, lalu mengikatkannya ke kaki si pemuda untuk menghentikan pendarahannya — dan itulah yang menyelamatkan nyawanya.
Beberapa bulan kemudian, di salah satu jalan di Gaza, Mu’min bertemu kembali dengan pemuda itu. Ia berhasil selamat, tapi kini hidup tanpa kedua kakinya.
Pembantaian di Rumah Sakit Al-Ma’mdani (Baptis)
Meskipun banyak peristiwa memilukan yang terekam dalam ingatan paramedis Khalid Abu Na’mah, namun tragedi pembantaian di Rumah Sakit Al-Ma’mdani yang dilakukan oleh pasukan pendudukan pada tanggal 17 Oktober 2023 tetap menjadi yang paling mengerikan.
Malam itu, Khalid tiba dengan mobilnya di rumah sakit yang kala itu menjadi tempat berlindung bagi ribuan pengungsi. Pemandangan di sana tak ubahnya seperti gambaran kiamat — orang-orang berlarian sambil menjerit, memeluk anak-anak mereka yang sudah tak bernyawa, anak-anak dengan tubuh yang terbakar, potongan tubuh berserakan, dan ratusan jenazah memenuhi halaman rumah sakit.
Di dalam mobilnya, Khalid harus mengangkut lima jenazah atau korban luka sekaligus dalam setiap perjalanan, dengan pintu belakang mobil dibiarkan terbuka karena penuhnya korban luka di dalam.

Keesokan paginya, ia kembali untuk melanjutkan tugas. Ia menyusuri area di bawah mobil-mobil dan reruntuhan bangunan — di sana ia menemukan jasad-jasad yang hangus terbakar, potongan tubuh yang kecil, dan keheningan yang mencekam menyelimuti seluruh tempat.
Pembantaian ini terjadi akibat serangan langsung ke arah para pengungsi yang berada di pelataran rumah sakit, dan menyebabkan lebih dari 500 warga gugur syahid, menurut keterangan Kementerian Kesehatan Palestina.
Bersambung ke bagian berikutnya in sya Allah
Sumber : al Jazeera