Al-Barsy: Israel Rencanakan Kamp Konsentrasi Mirip Nazi
Daftar panjang pelanggaran HAM oleh tentara zionis semakin menjadi, disinyalir oleh dr al Barsy, bahwa Israel rencanakan Kamp Konsentrasi seperti Nazi
rezaervani.com – 21 September 2025 – Direktur Jenderal Kementerian Kesehatan Palestina di Jalur Gaza, dr. Munir al-Barsy, menegaskan bahwa Israel terus memaksakan pengungsian paksa terhadap penduduk Gaza dan berencana menjejalkan ratusan ribu orang ke kamp-kamp penampungan yang menyerupai kamp konsentrasi Nazi, tanpa menyediakan kebutuhan dasar untuk hidup.
Dalam wawancara dengan Al Jazeera, al-Barsy menyebut sekitar 270 ribu warga Palestina sudah terpaksa mengungsi, sementara lebih dari 900 ribu lainnya masih bertahan meski dibombardir dengan serangan dan genosida berkelanjutan. Ia menambahkan bahwa Israel hanya menyisihkan 12 persen dari luas Gaza sebagai zona penampungan, untuk menjejalkan sedikitnya 1,7 juta orang.
Pernyataan ini muncul di tengah gempuran masif pasukan Israel ke Kota Gaza dan sekitarnya sejak Sabtu dini hari, yang menewaskan puluhan warga, termasuk pengungsi dan pencari bantuan, serta menghancurkan menara hunian dan rumah-rumah berpenghuni.
Sumber medis melaporkan bahwa di antara korban terdapat anggota keluarga dr. Muhammad Abu Salmiya, direktur Kompleks Medis Syifa. Menurut al-Barsy, serangan terhadap keluarga Abu Salmiya ketika ia sedang bertugas menunjukkan betapa dalamnya tragedi kemanusiaan di Gaza.
Ia menegaskan bahwa penargetan warga sipil dan tenaga medis merupakan bagian dari strategi sistematis untuk mematahkan keteguhan rakyat Palestina. Lebih dari 1.700 tenaga kesehatan gugur sejak dimulainya agresi, sementara 361 lainnya ditahan Israel.
Genosida Kesehatan
Al-Barsy menyebut “genosida kesehatan” sebagai wajah lain dari pembantaian massal, karena rumah sakit dihancurkan dan dokter serta paramedis disasar secara sengaja. “Yang terjadi adalah kejahatan perang lengkap terhadap kemanusiaan,” tegasnya, seraya menambahkan bahwa dunia kini mengakui adanya genosida di Gaza, namun komunitas internasional tidak mengambil langkah menghentikannya.
Ia memperingatkan bahwa sektor kesehatan kini di ambang runtuh akibat krisis bahan bakar. Pasokan tersisa di Gaza hanya cukup untuk 36 jam operasi rumah sakit, sementara Rumah Sakit Sahaba khusus bersalin hanya punya cadangan untuk 24 jam. “Layanan ICU terancam berhenti, yang berarti kematian pasti bagi puluhan pasien,” ujarnya.
Al-Barsy menambahkan, Kompleks Medis Syifa juga hampir menghentikan layanannya akibat kehabisan bahan bakar. Ia menegaskan bahwa kondisi ini bukan kebetulan, melainkan bagian dari rencana sistematis untuk melenyapkan sarana kehidupan di Gaza. Selain itu, obat-obatan dan antibiotik sangat langka, yang menurutnya bila berlanjut akan menyebabkan kehancuran total sistem kesehatan.
Di sisi lain, krisis air bersih makin parah. Warga Gaza harus antre panjang untuk mendapatkan sedikit air dari tangki-tangki keliling. “Ini salah satu potret paling kejam dari penderitaan kemanusiaan,” katanya. Anak-anak, perempuan, dan lansia dipaksa menunggu berjam-jam hanya untuk beberapa liter air.
Al-Barsy juga menekankan bahwa pengungsian paksa kini berubah menjadi mimpi buruk penuh penderitaan. Banyak keluarga harus menjual perabot rumah tangga demi biaya transportasi yang bisa mencapai 7 ribu dolar, sementara kendaraan sangat langka karena ribuan unit hancur dalam perang.
“Metafora Kematian”
“Warga Palestina hidup dalam ‘labirin kematian’ yang dipaksakan Israel,” ujar al-Barsy. “Mereka dipaksa meninggalkan rumah, berpindah ke tempat tak dikenal tanpa makanan, air, atau tempat aman.” Ia menuduh Israel menggunakan blokade, kehancuran, dan pengungsian sebagai alat untuk memusnahkan penduduk, sementara dunia hanya menyaksikan bencana ini.
Pejabat kesehatan itu mendesak komunitas internasional segera bertindak melindungi tenaga medis dan fasilitas kesehatan, serta menyediakan pasokan bahan bakar, obat-obatan, dan air. Ia memperingatkan bahwa diamnya dunia menjadikan tragedi Gaza sebagai bencana kemanusiaan terbesar di era modern.
Sejak 2 Maret lalu, Israel menutup semua perlintasan masuk ke Gaza, melarang bantuan kemanusiaan. Hal itu membuat wilayah ini jatuh ke jurang kelaparan, meski ribuan truk bantuan menumpuk di perbatasan. Israel baru mengizinkan masuk sedikit bantuan kurang dari dua bulan lalu, itupun dalam jumlah minim yang tidak mencukupi kebutuhan. Sebagian besar truk bantuan bahkan dijarah oleh kelompok yang menurut Pemerintah Gaza dilindungi Israel.
Kementerian Kesehatan juga mengumumkan jumlah korban agresi Israel kini mencapai 65.208 syahid dan 166.271 terluka sejak 7 Oktober 2023.
Sumber: Al Jazeera