Sanksi Kelompok Den Haag Pada Israel
Laporan Oleh : Muhammad Sanajleh dan Muhammad Afazaz
Tidak hanya Dana Investasi dan Negara-negara Tertentu saja yang Mencabut Investasinya dari Israel. Beberapa Kelompok Ekonomi yang terdiri dari Beberapa Negara juga melakukan hal serupa. Salah satunya Sanksi Kelompok Den Haag pada Israel mulai diterapkan
rezaervani.com – 1 Oktober 2025 – Selain langkah-langkah di atas, Kelompok Den Haag untuk Mengadili Israel dalam pertemuan darurat yang digelar di Kolombia pada Juli lalu mengumumkan bergabungnya 12 negara untuk menjatuhkan sanksi terhadap Israel. Tujuannya adalah menghentikan aliran senjata, amunisi, dan peralatan militer yang diduga digunakan untuk melakukan kejahatan perang atau genosida di Gaza, menurut platform Mondoweiss.
Dua belas negara tersebut adalah: Bolivia, Kolombia, Kuba, Indonesia, Irak, Libya, Malaysia, Namibia, Nikaragua, Kesultanan Oman, Saint Vincent dan Grenadines, serta Afrika Selatan.
Negara-negara ini sepakat pada 6 poin utama sebagai kerangka sanksi dan praktik pendukungnya, yaitu:
- Melarang penyediaan atau pengiriman senjata, amunisi, bahan bakar militer, serta peralatan terkait ke Israel.
- Melarang kapal yang membawa bahan-bahan tersebut masuk ke Israel atau diterima di pelabuhan negara-negara ini.
- Melarang kapal yang mengibarkan bendera negara-negara ini digunakan untuk mengangkut senjata atau amunisi ke Israel, dengan ancaman sanksi bagi yang melanggar.
- Meninjau ulang kontrak publik untuk mencegah pendanaan atau kerja sama institusional yang mendukung pendudukan ilegal di wilayah Palestina.
- Komitmen membuka penyelidikan dan penuntutan politik terkait kejahatan internasional yang berhubungan dengan konflik ini.
- Mendukung prinsip “universal jurisdiction” (yurisdiksi universal) untuk menghukum para pelaku, tanpa memandang di mana kejahatan itu dilakukan.
Menghambat Masuknya Investor ke Israel
Ekonom dan mantan dosen di Universitas An-Najah Palestina, Dr. Yusuf Awwadah, mengatakan bahwa keputusan Dana Pensiun Guru Denmark baru-baru ini — dan sebelumnya Dana Kekayaan Negara Norwegia — untuk menarik investasinya dari Israel, merupakan awal dari gelombang penarikan yang lebih luas, yang bisa mengguncang salah satu pilar utama ekonomi Israel.
Ia menambahkan bahwa sekitar 60% investasi asing di Israel terkonsentrasi di sektor teknologi tinggi (high-tech), dan lebih dari 50% ekspor Israel juga berasal dari sektor tersebut. Sektor ini merupakan pilar utama PDB Israel sekaligus penyedia lapangan kerja besar.
Menurut Awwadah, semakin luasnya kampanye boikot terhadap produk Israel — khususnya produk high-tech — serta potensi penurunan permintaan global, dapat mendorong investor asing untuk menarik investasinya sekaligus menghambat masuknya investor baru.
Ia juga menekankan bahwa semakin banyaknya pengakuan internasional terhadap negara Palestina, ditambah keputusan sejumlah pemerintah untuk membatalkan kontrak dengan Israel (seperti yang dilakukan Spanyol baru-baru ini), memperkuat kemungkinan berkembangnya gelombang penarikan investasi di masa mendatang.
Awwadah berpendapat bahwa kandidat paling mungkin bergabung dalam gelombang ini adalah dana investasi yang paling sensitif terhadap opini publik Eropa dan isu hak asasi manusia dibandingkan kepentingan keuntungan bisnis, seperti dana kekayaan negara, dana pensiun, dan dana jaminan sosial.
Langkah Nyata
Sementara itu, pendiri situs Wasla untuk ekonomi dan bisnis, Nabil Armaly, mengatakan bahwa “semua yang sebelumnya dibicarakan tentang sanksi ekonomi, menguatnya gerakan boikot, dan tuntutan untuk menghentikan kerja sama dengan perusahaan serta lembaga Israel, baru berubah menjadi langkah nyata pada paruh kedua tahun 2025.”
Dalam wawancara dengan Al Jazeera Net, ia menjelaskan: “Dunia baru mulai bergerak — meski sangat lambat — setelah foto-foto kelaparan mengerikan, kematian anak-anak karena kelaparan, serta kehancuran dan genosida tersingkap di depan mata dunia. Hanya setelah itu kita mulai mendengar keputusan dana kekayaan negara dan pemerintah untuk menarik investasi, membatalkan kontrak, dan mengancam dengan sanksi.”
Armaly menambahkan bahwa penarikan investasi oleh dana kekayaan negara di negara-negara seperti Norwegia dan Denmark bisa menjadi awal gelombang yang lebih luas dari perusahaan global, lembaga keuangan, dan investor internasional. Hal ini dapat menempatkan Israel pada risiko semakin terisolasi dari pasar global.
Menurutnya, pembatalan kontrak senjata Spanyol senilai 1 miliar euro bisa menjadi contoh dari apa yang mungkin dilakukan negara lain. Selain itu, fenomena brain drain (hijrahnya para tenaga ahli) dari Israel berarti penurunan investasi di sektor high-tech, yang berbasis pada pengetahuan dan keterampilan manusia.
Tantangan Belum Pernah Terjadi Bagi Investasi di Israel
Lebih jauh, Armaly menambahkan bahwa para industrialis Israel kini mengeluhkan keengganan pemasok Eropa untuk bekerja sama dengan mereka. Hal serupa juga terjadi di sektor akademik dan dalam kerja sama penelitian.
Ia menilai bahwa perubahan ini memang tidak akan langsung terlihat hasilnya, namun jika meluas hingga mencakup sistem perbankan atau perjanjian perdagangan bebas, maka ekonomi Israel akan menghadapi tantangan yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Armaly berkeyakinan bahwa langkah-langkah ini, serta yang mungkin muncul kemudian, akan memberikan dampak pada ekonomi Israel dalam jangka menengah dan panjang, meskipun dalam jangka pendek kondisi ekonomi masih relatif kuat.
Ia mengatakan bahwa ekonomi Israel saat ini masih mampu menyerap tekanan dan menghadapi ancaman, tetapi bukan berarti situasi akan tetap stabil.
Sebagai bukti, ia menunjuk pada naiknya Indeks Tel Aviv 125 sebesar 25% hingga akhir kuartal ketiga tahun ini, serta catatan investasi di sektor high-tech yang mencapai 7 miliar shekel (2 miliar dolar) hingga Agustus. Sementara itu, proyeksi pertumbuhan ekonomi diperkirakan berada di kisaran 4,6% hingga 5% untuk tahun 2026, dengan asumsi perang di Gaza berhenti.
Sumber : Al Jazeera dan Reuters