Yahudisasi al-Quds Melalui Pembangunan: Proyek-Proyek yang Mengubah Wajah Kota (Bagian Pertama)
Oleh : Ali Ibrahim (Peneliti urusan Yerusalem dan Al-Aqsha, spesialis sejarah)
Artikel Yahudisasi al-Quds Melalui Pembangunan ini masuk dalam Kategori Analisa
Rencana pendudukan tidak berhenti pada batas tertentu dalam upaya men-Yahudi-kan Yerusalem dan mengubah identitasnya. Tangan-tangan mereka terus bekerja untuk melaksanakan proyek-proyek Yahudisasi yang mengacaukan ciri khas kota, merusak arsitekturnya yang asli, dan berupaya memaksakan perubahan mendasar pada karakter Arab dan Islam kota tersebut — tujuan yang sejalan dengan upaya pendudukan menghapus identitas peradaban Yerusalem yang diduduki dan menegaskannya sebagai ibu kota penjajahan.
Artikel ini menyoroti bagaimana pendudukan merusak tata arsitektur di Yerusalem yang diduduki dan secara sistematis menargetkan karakter arsitektur khas kota itu — yang mencakup peninggalan-peninggalan bersejarah, arkeologis, dan visual yang otentik — serta menganalisis dampak dari proyek-proyek asing tersebut terhadap identitas sejarah dan budaya kota, dengan menyoroti proyek-proyek Yahudisasi utama yang telah dilaksanakan dalam beberapa tahun terakhir.
Proyek-proyek modern paling menonjol yang bertujuan mengubah wajah kota
Dengan sejarah panjang Yerusalem yang sangat tua dan peninggalan yang berasal dari berbagai periode berturut-turut, otoritas pendudukan berupaya menanamkan bangunan dan monumen asing ke dalam kota tanpa menghormati sejarah maupun kedudukan religiusnya. Melalui upaya mereka untuk membentuk kembali panorama visual Yerusalem dan memasukkan lebih banyak elemen asing — sebagian besar dibungkus alasan “pembangunan” atau “peningkatan infrastruktur dan transportasi” — pada akhirnya proyek-proyek tersebut memberi jalan bagi pendudukan untuk mengacaukan pola arsitektur kota dan melemahkan peran sentral situs-situs suci. Berikut beberapa proyek yang paling menonjol:
Kereta gantung ringan
Otoritas pendudukan bersikeras melanjutkan proyek ini meskipun ada berbagai penolakan baik dari pihak Palestina maupun dari sebagian pemukim sendiri. Tujuan proyek kereta gantung ini (“teleferik”) tidak sekadar untuk memudahkan transportasi seperti yang diklaim oleh otoritas pendudukan, tetapi justru menjadi proyek paling mencolok yang merusak tampilan umum Kota Tua, dengan memasukkan simbol pemukiman baru yang merusak panorama bersejarah Yerusalem.
Selain itu, proyek ini akan mempermudah perpindahan lebih banyak pemukim ke Kota Tua khususnya, dan ke bagian timur Yerusalem secara umum. Ketika rampung, “teleferik” ini direncanakan dapat menampung sekitar 3.000 penumpang per jam melalui 72 kabin, dengan biaya sekitar 200 juta shekel (sekitar 58 juta dolar AS).
Kementerian Pariwisata pemerintah pendudukan mengadopsi proyek ini, sementara “Komite Nasional Infrastruktur” mengawasi pelaksanaannya, dan “Badan Pembangunan Yerusalem” bertugas menjalankannya di lapangan. Tahap pertama proyek ini mencakup tiga stasiun: pertama di bekas stasiun kereta kawasan Baq‘a di sisi barat kota, kemudian jalur melintasi lingkungan Ats-Thuri menuju stasiun kedua di dekat tempat parkir Gunung Zion, sebelum melanjutkan jalur sepanjang tembok bersejarah Yerusalem hingga ke stasiun ketiga di lingkungan Silwan, dekat “Pusat Kedem” yang dikelola asosiasi pemukim “Elad”. Proyek ini masih dalam tahap perencanaan di pintu masuk Silwan, dan jalur “teleferik” akan berjalan sejajar dengan tembok Kota Tua dan Masjid Al-Aqsha.
Selama beberapa tahun terakhir, otoritas pendudukan terus berupaya keras melanjutkan proyek tersebut. Pada 15 Mei 2022, Mahkamah Agung Israel menyetujui pembangunan jalur “teleferik” yang membentang hingga ke dalam Kota Tua, setelah menolak gugatan yang diajukan untuk menghentikannya.
Saluran Ibrani ke-7 melaporkan bahwa rencana yang disetujui mencakup jalur sepanjang 1,4 kilometer dengan empat stasiun.
Pada Mei 2023, organisasi Israel “Emek Shaveh” menerbitkan laporan yang menyebutkan bahwa pemerintah Israel terus melanjutkan rencana proyek “teleferik”, dan “Komite Perencanaan” telah menyetujui banyak kontrak yang membuka jalan bagi dimulainya pembangunan.
Kereta cepat (stasiun di dekat Tembok Al-Buraq)
Proyek ini merupakan ancaman besar bagi struktur arsitektur Kota Tua karena akan melewati bawah kawasan Palestina hingga mencapai tembok barat Al-Aqsha, yang mengancam bangunan-bangunan tua di atas dan sekitarnya.
Pada awal 2020, setelah “Komite Nasional Infrastruktur” Israel menolak memperpanjang jalur kereta, tekanan dari organisasi pemukim berhasil mengembalikan rencana itu ke meja pembahasan. Pada 17 Februari 2020, komite tersebut mengumumkan jalur kereta yang akan berakhir di titik baru dekat tembok barat Al-Aqsha dengan nama “Stasiun Trump” — sebagai bentuk penghargaan atas dukungan terang-terangan Presiden Amerika Serikat Donald Trump terhadap pendudukan dan proyek-proyek Yahudisasi selama masa jabatannya.

Organisasi “Emek Shaveh” melaporkan bahwa Dewan Nasional Investasi menyetujui rencana tersebut akibat tekanan politik dari kelompok pemukim, yang menganggap proyek kereta ini sebagai cara lain untuk menghubungkan permukiman dan situs-situs wisata di Yerusalem timur langsung dengan permukiman di sisi barat.
Rute kereta ini melewati area di bawah puluhan rumah warga Palestina di lingkungan Wadi Hilweh, Silwan, di selatan Al-Aqsha, sejajar dengan tembok selatan Kota Tua. Menurut laporan organisasi tersebut, bagian jalur yang melintas di atas tanah menuju “Stasiun Trump” akan menghancurkan lapisan arkeologis di lokasi itu, serta merusak dan mencemari mata air bersejarah Silwan.
Pada Mei 2020, media Israel melaporkan bahwa otoritas pendudukan telah memulai penggalian percobaan di luar Kota Tua sebagai bagian dari proyek kereta cepat yang akan mencapai kawasan sekitar Al-Aqsha, tepatnya di dekat Bab al-Maghariba (Gerbang Maroko) di tembok selatan Kota Tua. Menurut sumber-sumber Ibrani, rencana akhir proyek ini mencakup terowongan bawah tanah sepanjang tiga kilometer yang menghubungkan Stasiun “Ha’Uma” dengan Lapangan Al-Buraq dan “Kawasan Yahudi”.
Menurut rencana tersebut, terowongan dan stasiun-stasiun bawah tanah akan dibangun pada kedalaman 52 meter, dan akan menjadi kelanjutan dari jalur kereta cepat antara Tel Aviv dan Yerusalem. Biaya proyek ini, menurut pernyataan juru bicara Kementerian Transportasi Israel pada Desember 2017, diperkirakan mencapai sekitar 700 juta dolar Amerika.
Kereta Bawah Tanah “Metro”
Proyek ini terkait dengan jalur kereta cepat dan diumumkan oleh Direktorat “Perencanaan dan Pembangunan” di Yerusalem yang diduduki pada Januari 2023. Mereka menyebutkan bahwa tahap perencanaan telah dimulai untuk membangun jaringan “metro” dengan tujuan menghubungkan kota yang diduduki itu dengan sejumlah kota dan daerah Israel. Langkah ini merupakan bagian dari visi Israel untuk memisahkan Yerusalem sepenuhnya dari lingkungannya yang Palestina dan menghubungkannya dengan permukiman yang mengelilingi kota, serta dengan kota-kota besar terutama Tel Aviv dan kawasan “Gush Dan”. Proyek ini juga bertujuan memindahkan sebanyak mungkin pemukim dari sisi barat Yerusalem ke sisi timurnya, termasuk ke daerah-daerah pendudukan dan sekitar Masjid Al-Aqsha.
Otoritas pendudukan akan memperpanjang jalur kereta api untuk menghubungkan asrama Universitas Ibrani dan bangunan-bangunan di dekat desa Palestina Al-‘Isawiyah dengan kawasan “Giv’at Ram” di bagian barat Yerusalem.
Bersambung ke bagian berikutnya in sya Allah
Sumber : Al Jazeera