Kisah Produk Islami yang Tak Bisa Diblokade oleh Prancis (Bagian Ketiga)
oleh al-Mahdi az-Zaidawi
Artikel Kisah Produk Islami yang Tak Bisa Diblokade Prancis ini masuk dalam Kategori Sejarah
Karena ketidakpercayaan terhadap perusahaan besar, perusahaan kecil seperti Isla Délice justru menjadi pemain dominan di pasar halal Prancis. Perusahaan kecil ini sendiri menguasai sekitar setengah dari daging halal yang dijual di supermarket besar. Isla Délice didirikan pada tahun 1990 oleh dua pengusaha Yahudi Prancis, Jean-Daniel dan Frédéric Herzog, dan sempat menghadapi tuduhan mendanai Israel sebelum akhirnya dijual pada tahun 2018 kepada lembaga investasi asal Inggris seharga 80 juta euro.
Meskipun sejumlah perusahaan besar ikut terjun ke pasar halal, sebagian besar perdagangan halal di Prancis masih berlangsung secara tradisional, terutama melalui rumah potong hewan independen dan restoran kecil. Ukuran sektor ini hampir mustahil diukur secara pasti, karena menurut beberapa studi, sekitar 85% daging halal di Prancis diproduksi dan dijual melalui rumah potong tradisional independen.
Kesulitan memperkirakan ukuran pasar ini diungkap oleh Patrick Guemonet, direktur umum Federasi Rumah Potong Hewan Prancis, yang mengatakan bahwa hanya sebagian kecil rumah potong halal yang berada di bawah pengawasan resmi federasi. Ia menjelaskan bahwa ada sekitar 18.000 rumah potong tradisional, dan tidak ada yang tahu berapa banyak di antaranya yang benar-benar halal.
Dengan demikian, angka dan data mengenai ukuran serta keuntungan pasar halal di Prancis masih sangat beragam dan tidak seragam.
Dalam konteks ini, laporan France 24 pada tahun 2021 menyebut bahwa meskipun porsi penjualan produk halal masih kecil dibandingkan produk lain, para pelaku bisnis halal terus mencatat peningkatan laba yang stabil.
Laporan tersebut menambahkan bahwa produk halal kini tidak lagi terbatas di wilayah pinggiran kota, melainkan telah menyebar luas di seluruh penjuru Prancis, terutama di kota-kota besar.
Menurut France 24, peningkatan konsumsi produk halal tidak hanya terjadi selama bulan Ramadan, sebagaimana dijelaskan oleh Frédéric You, kepala divisi impor di jaringan supermarket Auchan. Ia menyebut bahwa antara 2010 hingga 2020, penjualan produk halal di Prancis telah berlipat ganda, dan tren itu diperkirakan masih akan terus naik.
Perusahaan Isla Délice juga mengalami pertumbuhan serupa, dengan tingkat pertumbuhan tahunan antara 8–10%.
Masih berdasarkan data dari Federasi Pemasaran dan Distribusi Prancis, penjualan produk halal di supermarket besar hanya mencapai 376 juta euro dari total 100 miliar euro transaksi untuk semua jenis produk (termasuk yang non-halal).
Makanan yang Tak Diinginkan
Pada 27 Oktober 2020, Gérald Darmanin — Menteri Kehakiman saat ini, yang sebelumnya menjabat sebagai Menteri Dalam Negeri dan dikenal sebagai salah satu tokoh paling keras terhadap praktik keagamaan Islam di Prancis — menjadi tamu dalam siaran radio France Inter. Dalam kesempatan itu, ia mengulangi pernyataannya terdahulu bahwa ia menolak keberadaan bagian atau tempat khusus untuk menjual produk halal. Ia menambahkan,
“Saya tidak berpikir model kapitalisme Prancis dibangun atas dasar menerima liberalisme dengan segala risikonya,”
mengisyaratkan bahwa pasar halal dianggap sebagai tantangan terhadap identitas Prancis.
Darmanin kemudian berusaha tampil sebagai “pembela Islam”, dengan mengatakan bahwa banyak Muslim Prancis tidak boleh didiskriminasi berdasarkan agama mereka atau pilihan konsumsi mereka. Namun, di saat yang sama, ia menegaskan bahwa “kebebasan” dalam arti liberal atau kapitalistik tidak boleh mengalahkan definisi Republik Prancis tentang identitas nasional dan sekularisme. Ia berkata:
“Saya hanya mengatakan bahwa ada tanggung jawab yang harus dipikul oleh seluruh masyarakat untuk menghindari pengelompokan sosial yang tertutup. Ini tentu tidak berarti bahwa seseorang tidak berhak berpakaian atau makan apa pun yang ia inginkan dalam Republik. Tapi kami juga berhak mengkritik kapitalisme di negara kami.”
Memang benar bahwa daging halal hanyalah potongan daging yang disajikan di atas piring atau di dalam roti, namun di Prancis, maknanya jauh lebih besar dari sekadar makanan. Ia telah menjadi simbol identitas penuh, yang kini diperebutkan antara masyarakat Prancis dan keturunan para imigran Muslim, sementara perusahaan — apa pun asal negaranya atau agamanya — berlomba mencari keuntungan dengan memasarkan daging halal kepada kaum Muslim.
Alhamdulillah, selesai rangkaian artikel 3 (Tiga) Seri
Sumber : al Jazeera