UNRWA Menuntut Arus Bantuan Tanpa Batas ke Gaza
UNRWA Menuntut Arus Bantuan yang masuk ke Gaza tidak dibatasi, agar ekonomi Gaza dapat segera pulih, akan tetapi Israel terus menghalang-halangi
rezaervani.com – 17 Oktober 2025 – Gaza – Badan PBB untuk Bantuan dan Pekerjaan bagi Pengungsi Palestina (UNRWA) pada hari Jumat menyerukan agar bantuan ke Gaza dapat mengalir tanpa batas, sementara Israel terus menghalangi masuknya bahan-bahan bantuan dan peralatan berat ke wilayah tersebut.
Komisioner Jenderal UNRWA, Philippe Lazzarini, mengatakan bahwa arus bantuan ke Gaza tidak boleh dibatasi bagi lembaga tersebut maupun bagi organisasi non-pemerintah internasional.
Dalam pernyataan yang dipublikasikan sebelumnya melalui akun resminya di platform X, UNRWA menyebutkan bahwa hampir seluruh lahan pertanian di Gaza kini hancur atau tidak dapat diakses.

UNRWA menambahkan bahwa keluarga-keluarga yang sebelumnya menggantungkan hidup dari lahan mereka kini tidak memiliki sumber penghasilan, serta menekankan bahwa masyarakat tidak mampu menanggung biaya makanan yang mulai muncul kembali di pasar.
Badan tersebut menyerukan agar bantuan besar-besaran terus mengalir sampai sektor pertanian di Gaza dapat dibangun kembali.
Jonathan Fowler, Direktur Komunikasi UNRWA, menegaskan pada hari Kamis bahwa situasi kemanusiaan di Gaza masih bersifat katastrofik, dan menekankan perlunya peningkatan volume bantuan secara besar-besaran untuk memenuhi kebutuhan mendesak warga Palestina yang terperangkap di dalam wilayah tersebut.
Sejak kesepakatan penghentian perang diberlakukan seminggu lalu, Israel hanya mengizinkan masuk separuh dari bantuan yang telah disepakati.
Kesepakatan itu seharusnya memungkinkan masuknya 600 truk bantuan setiap hari ke Gaza, serta pembukaan kembali perlintasan Rafah, di mana ribuan truk masih menunggu di sisi Mesir.
Peningkatan Bantuan
Di New York, Sekretaris Jenderal PBB António Guterres kembali menegaskan seruannya agar perlintasan dibuka dan volume serta jangkauan distribusi bantuan di Jalur Gaza ditingkatkan.
Sementara itu, perwakilan Program Pembangunan PBB (UNDP) di Palestina, Jaco Cilliers, mengatakan kepada Al Jazeera bahwa pembersihan puing-puing dan limbah padat merupakan salah satu tantangan terbesar yang dihadapi Gaza saat ini.
PBB dan berbagai organisasi internasional lainnya menegaskan bahwa mereka memiliki stok bantuan yang cukup untuk Gaza selama tiga bulan, dan sebagian besar berada di sisi Mesir dari perlintasan Rafah.
Selain bantuan pangan, organisasi internasional juga menuntut dibukanya jalur medis ke luar negeri, mengingat ribuan warga Palestina yang sakit atau terluka akibat perang membutuhkan perawatan di luar Gaza.
Dalam konteks ini, Direktur Jenderal Kementerian Kesehatan di Gaza, Munir al-Barsh, dalam pernyataannya kepada Al Jazeera, menyerukan agar bantuan untuk rumah sakit segera dimasukkan demi menyelamatkan nyawa para korban luka dan pasien.
Koresponden Al Jazeera melaporkan kemarin bahwa puluhan truk bermuatan bahan makanan pokok telah masuk ke Gaza melalui perlintasan Karm Abu Salim dan Kisufim.
Namun, pasukan pendudukan Israel masih melarang masuknya sejumlah jenis barang tertentu, termasuk daging dan unggas.

Perlintasan Rafah
Di sisi lain, Menteri Luar Negeri Israel Gideon Sa’ar mengatakan bahwa perlintasan Rafah kemungkinan akan dibuka kembali pada hari Minggu mendatang.
Dalam pernyataannya pada Kamis malam di Forum Dialog Mediterania di kota Napoli, Italia, Sa’ar menambahkan bahwa Israel telah melakukan semua persiapan yang diperlukan dan tengah berkoordinasi dengan Uni Eropa terkait langkah tersebut.
Sebelumnya, kantor Koordinator Aktivitas Tentara Israel di Wilayah Palestina menyatakan bahwa persiapan pembukaan perlintasan Rafah bagi pergerakan orang sedang dilakukan dengan koordinasi penuh antara Israel dan Mesir.
Perlintasan tersebut seharusnya dibuka kembali pada hari Rabu lalu sesuai tahap pertama dari perjanjian penghentian perang antara Gerakan Perlawanan Islam (Hamas) dan Israel, yang mulai berlaku seminggu sebelumnya.
Sejak Mei 2024, Israel telah menduduki sisi Palestina dari perlintasan Rafah, menghancurkan dan membakar bangunan-bangunannya, serta melarang warga Palestina bepergian. Hal ini menyebabkan krisis kemanusiaan besar, terutama bagi para pasien yang membutuhkan perjalanan ke luar untuk pengobatan.

Sumber: Al Jazeera