Pemerintah Gaza : Yatim di Gaza Meningkat Jadi 57 Ribu Anak
Perempuan dan anak-anak adalah yang paling merasakan dampak perang dimanapun. Jumlah Yatim di Gaza Meningkat, demikian dinformasikan oleh pemerintah Gaza, yakni menjadi 57 ribu anak selepas Perang selama dua tahun penuh
rezaervani.com – 18 Oktober 2025 – Gaza – Perang Israel telah meningkatkan jumlah anak yatim di Jalur Gaza menjadi 57 ribu, setelah 40 ribu anak kehilangan salah satu atau kedua orang tuanya, dan sebagian dari mereka menjadi satu-satunya yang selamat dari seluruh anggota keluarganya, akibat agresi yang melibatkan semua jenis senjata selama dua tahun penuh.
Dr. Riyad Al-Bitar, Asisten Wakil Menteri Pembangunan Sosial di Gaza, mengatakan bahwa jumlah anak yatim sebelum perang mencapai 17 ribu, namun angka kelompok rentan ini telah berlipat dua kali lipat selama perang genosida yang dilancarkan Israel di Jalur Gaza.
Kementerian Pembangunan Sosial telah mulai menyusun rencana strategis untuk menangani anak yatim di bawah program berjudul Perawatan Komprehensif, yang mencakup kebutuhan ekonomi, sosial, psikologis, serta pengelolaan panti asuhan.

(Sumber foto: Kementerian Pembangunan Sosial)
Perawatan Anak Yatim
Dalam wawancaranya dengan Al Jazeera Net, Al-Bitar menjelaskan bahwa Jalur Gaza kini membutuhkan setidaknya lima panti asuhan tambahan, serta pemberian santunan darurat bagi anak yatim dan keluarga yang merawat mereka.
Ia menambahkan bahwa kementerian memberikan dukungan teknis kepada lembaga-lembaga sosial melalui sistem digital terpadu, yang menyediakan basis data terintegrasi dari berbagai sumber, termasuk catatan sipil, serta tautan pembaruan data yang diumumkan oleh kementerian, agar warga dapat memperbarui informasi pribadi mereka seperti alamat tempat tinggal atau pengungsian, nomor kontak, dan data sosial lainnya.
Menurut Al-Bitar, Kementerian Pembangunan Sosial juga menyediakan informasi tentang layanan yang diterima warga untuk menghindari tumpang tindih dalam pemberian bantuan antar lembaga, serta berupaya keras mewujudkan kesetaraan dalam penyediaan layanan bagi penduduk Jalur Gaza.
Asisten Wakil Menteri itu menegaskan bahwa kementerian terus berkoordinasi dengan lembaga-lembaga internasional, regional, dan lokal, dalam upaya menyatukan upaya kemanusiaan melalui sistem bantuan nasional yang mencakup basis data terpadu, dengan tetap mempertimbangkan kekhususan lembaga serta standar dan ketentuan para donor.
Kementerian menghadapi tantangan dalam menyatukan upaya bantuan dan pembangunan, di tengah ketidakjelasan situasi politik di Gaza dan kecenderungan independensi sebagian lembaga atau individu di dalamnya, yang menghambat koordinasi lebih luas.
Namun, menurut Al-Bitar, “kemajuan yang baik telah dicapai dengan semua pihak, menuju kondisi keterpaduan antara seluruh elemen yang bekerja di lapangan.”

(Sumber foto: Al Jazeera)
Meningkatnya Kemiskinan
Al-Bitar menegaskan bahwa seluruh warga Palestina di Jalur Gaza sangat terdampak oleh kemiskinan dan lumpuhnya kehidupan ekonomi, dan semuanya membutuhkan rasa aman atas hak mereka terhadap layanan yang disediakan oleh lembaga-lembaga bantuan dan pemberi bantuan kemanusiaan.
Puluhan ribu keluarga Palestina di Gaza yang tergolong dalam kategori “kemiskinan ekstrem” sebelumnya menerima bantuan tunai, namun bantuan itu tidak rutin diterima.
Selama berbulan-bulan, mereka tidak mendapatkan tunjangan yang semula didanai oleh Bank Dunia, Uni Eropa, dan Otoritas Nasional Palestina.
Kemudian datanglah perang yang menghancurkan segalanya dan menghentikan penyaluran bantuan tersebut.
Al-Bitar menegaskan pentingnya mengaktifkan kembali program transfer tunai tanpa syarat dan memperluas cakupannya agar sesuai dengan kondisi sulit yang ditinggalkan oleh perang, sehingga dapat menjangkau lebih banyak warga Palestina di Jalur Gaza.
Ia menekankan bahwa kemiskinan di Gaza kini telah menjadi kemiskinan menyeluruh, sehingga sulit untuk menentukan siapa yang paling miskin, mengingat kehancuran total terhadap kehidupan ekonomi, sosial, dan keamanan.
Masyarakat telah kehilangan semua sumber pendapatan, dan masih menghadapi kelaparan serta kebijakan pemiskinan sistematis yang dijalankan oleh pendudukan Israel, yang telah menyebabkan tingkat kemiskinan di Jalur Gaza melampaui 95%.
Masa Kecil yang Hilang
Kementerian Pembangunan Sosial memberikan perhatian besar terhadap perlindungan anak-anak, kelompok yang paling terdampak oleh perang genosida yang telah merenggut ayah dan ibu mereka, menghancurkan hak mereka untuk memperoleh pendidikan dan stabilitas keluarga, meningkatkan kekerasan terhadap mereka, serta menyebabkan mereka mengalami kerja anak di usia dini.
Al-Bitar mengatakan,
“Anak-anak kini bangun setiap hari bukan untuk berangkat ke sekolah atau menikmati segelas susu, melainkan untuk berdiri dalam antrean mengisi air, mencoba mendapatkan makanan dari dapur umum, mencari kayu bakar untuk memasak, dan hidup di tenda yang tidak menyediakan ruang sosial apa pun.”
Ia menjelaskan bahwa dalam kondisi seperti ini, kekerasan dalam rumah tangga, penyimpangan perilaku, dan konflik hukum diperkirakan akan meningkat, sehingga “kita akan menghadapi kenyataan yang sangat sulit bagi anak-anak,” ujarnya.
Al-Bitar juga menegaskan bahwa pasukan pendudukan telah menghancurkan lembaga-lembaga perawatan anak, termasuk pemboman terhadap Lembaga Ar-Rabi’ di Kota Gaza yang khusus menangani rehabilitasi anak-anak, serta kerusakan pada Pusat Perlindungan Anak di Kota Deir Al-Balah, Institut Al-Amal untuk Anak Yatim, Mabarrah Ar-Rahmah, dan Desa Anak SOS di Rafah.
Selain itu, banyak taman kanak-kanak, sekolah, taman, dan taman bermain anak-anak turut hancur akibat serangan.
Perlindungan Perempuan
Perempuan di Gaza menanggung beban paling berat selama perang, setelah kehilangan suami, anak-anak, keluarga, dan rumah mereka.
Mereka terpaksa mengungsi berkali-kali dalam kondisi yang sangat keras, hidup di tenda-tenda yang tidak melindungi dari panas musim panas maupun dingin musim dingin, tanpa privasi sosial, serta menghadapi tekanan ekonomi, tingkat kemiskinan yang belum pernah terjadi sebelumnya, dan hilangnya layanan kesehatan.
Menurut Asisten Wakil Menteri Pembangunan Sosial, semua kondisi ini membuat perempuan semakin rentan terhadap kekerasan dalam rumah tangga.
Namun, pasukan pendudukan menghancurkan satu-satunya pusat perlindungan perempuan di Jalur Gaza — Pusat Bait Al-Amān.
Kementerian kini berupaya menyediakan pusat alternatif, dan Al-Bitar menyerukan kepada lembaga-lembaga terkait untuk segera turun tangan membangun kembali pusat tersebut secepat mungkin.
Ia juga menegaskan bahwa meskipun Kementerian Pembangunan Sosial menghadapi kondisi yang sangat sulit akibat kehancuran fasilitas sosial dan layanan kemasyarakatan, serta gugurnya sejumlah pegawai, kementerian tidak pernah berhenti bekerja.
Kementerian terus menyalurkan bantuan, melindungi perempuan dan anak-anak, menyediakan tempat tinggal sementara bagi mereka, mengadopsi sistem nasional digital, serta melaksanakan berbagai layanan lainnya untuk mendukung dan memperkuat ketahanan rakyat Palestina di Jalur Gaza.
Sumber: Al Jazeera