Bank-bank di Gaza Kembali Beroperasi, namun “Uang Tunai” Masih Langka
Bank-bank di Gaza Mulai Beroperasi, hal ini diharapkan menjadi pertanda baik untuk kembalinya perekonomian Gaza. Akan tetapi diinformasikan pula bahwa ketersediaan Uang Tunai masih langka
rezaervani.com – 20 Oktober 2025 – Gaza – Otoritas Moneter Palestina pada hari Minggu memulai kembali kegiatan di sejumlah cabang bank Palestina di Jalur Gaza secara terbatas setelah terhenti lama akibat perang Israel terhadap wilayah tersebut. Langkah ini dianggap sebagai awal kembalinya aktivitas perbankan di Gaza, namun upaya tersebut akan tetap tidak lengkap jika tidak disertai penyediaan likuiditas tunai yang diperlukan untuk mengaktifkan layanan penarikan dan penyetoran.
Bank of Palestine mengumumkan pembukaan dua cabangnya di Deir al-Balah dan Nuseirat. Bank al-Quds dan Bank Islam Arab juga mengumumkan pembukaan cabang mereka di Nuseirat untuk menyediakan layanan perbankan, kecuali penarikan dan penyetoran. Sementara itu, Bank Islam Palestina mengumumkan dimulainya kembali operasi di kantor pusat Gaza dan menerima nasabah di sana.
Layanan yang Tersedia
Direktur Jenderal Bank Islam Palestina, Imad al-Saadi, mengatakan kepada Al Jazeera Net bahwa “tim bank telah menyiapkan cabang untuk menerima nasabah dalam jam kerja yang terbatas,” seraya menambahkan bahwa layanan tetap tersedia melalui cabang Deir al-Balah yang beroperasi selama perang, serta melalui saluran digital yang memungkinkan transaksi dilakukan secara elektronik.
Ia menambahkan, “Layanan yang tersedia mencakup sebagian besar operasi perbankan, kecuali penarikan dan penyetoran tunai, karena tidak tersedianya likuiditas saat ini,” sambil menegaskan bahwa bank berupaya keras memfasilitasi akses nasabah ke rekening mereka hingga kondisi keuangan stabil dan peredaran uang tunai kembali normal.
Al-Saadi menjelaskan bahwa penyediaan likuiditas tunai bukan merupakan tanggung jawab bank komersial, tetapi berada di bawah wewenang lembaga moneter yang bertugas menyalurkan uang ke Gaza, menegaskan bahwa penyelesaian krisis uang tunai merupakan syarat utama untuk memulihkan siklus ekonomi di wilayah tersebut.
Membuka kembali bank tanpa menyediakan uang tunai tidak akan menyelesaikan krisis, karena rekening tetap dibekukan dan warga terpaksa beralih ke pasar gelap, di mana komisi antara 20 hingga 30% dikenakan untuk mendapatkan uang tunai.
Perkiraan lembaga internasional menunjukkan bahwa sekitar 95% infrastruktur perbankan di Gaza telah rusak akibat perang genosida Israel terhadap wilayah tersebut. Tentara Israel menghancurkan sebagian besar kantor bank, dan banyak di antaranya dijarah dan dirampok.
Kebutuhan mendesak saat ini adalah mengalirkan uang tunai dan mengaktifkan mesin ATM untuk memastikan aktivitas keuangan dapat kembali normal.
Ekonom Ahmed Abu Qamar menilai bahwa likuiditas tunai merupakan urat nadi ekonomi karena memungkinkan keberlanjutan aktivitas perdagangan, pembayaran upah, dan pembiayaan pembelian. Tanpanya, sektor publik maupun swasta tidak dapat berfungsi normal, yang mengarah pada resesi lebih dalam, menurunkan kepercayaan terhadap sektor perbankan, dan meningkatkan ketergantungan pada saluran tidak resmi yang berisiko tinggi.
Abu Qamar mengatakan kepada Al Jazeera Net bahwa “rekonstruksi finansial tidak bisa terbatas pada pembukaan cabang bank, melainkan harus mencakup rencana komprehensif yang menjamin tersedianya uang tunai di cabang dan ATM, memperluas sistem pembayaran elektronik, serta menghapus komisi berlebihan agar kepercayaan masyarakat dapat pulih dan stabilitas pasar lokal meningkat.”

Kembalinya Bank, Langkah dengan Dampak Terbatas
Banyak warga Gaza, terutama pegawai dan pedagang, menganggap kembalinya bank beroperasi sebagai langkah penting untuk memulihkan kehidupan ekonomi secara bertahap setelah berbulan-bulan mengalami kelumpuhan finansial total. Mereka melihatnya sebagai secercah harapan akan pemulihan dalam waktu dekat, namun mereka menekankan bahwa pembukaan cabang bank tanpa ketersediaan uang tunai dan layanan penarikan serta penyetoran tidak memenuhi kebutuhan nyata mereka.
Sebagian lainnya menilai bahwa ketiadaan uang tunai membuat langkah ini hanya bersifat simbolis dan berdampak terbatas, karena mereka tetap tidak dapat mengakses gaji atau membiayai usaha kecuali melalui pasar gelap dengan komisi tinggi.
Dalam konteks ini, warga Khalil Abu Karim –seorang pegawai negeri– mengatakan, “Pembukaan kembali beberapa cabang bank di Gaza merupakan langkah positif ke arah yang benar,” seraya menyatakan harapannya agar hal ini menjadi awal kembalinya kehidupan ekonomi secara bertahap.
Ia menambahkan kepada Al Jazeera Net, “Meskipun uang tunai belum tersedia, yang penting adalah roda aktivitas perbankan mulai berputar kembali, dan langkah ini disertai solusi cepat untuk menyalurkan uang tunai serta mengoperasikan mesin ATM agar masyarakat dapat mengakses gaji dan tabungan mereka tanpa pemerasan dari para pedagang uang tunai yang sangat kami derita selama perang.”
Sementara itu, warga Mohammad Hamdan –seorang pedagang bahan makanan– berpendapat bahwa pembukaan cabang bank tanpa memungkinkan masyarakat untuk menarik atau menyetor uang tidak mengubah kenyataan yang sulit, dan menggambarkan langkah tersebut lebih bersifat formalitas daripada praktis.
Ia mengatakan kepada Al Jazeera Net, “Apa gunanya membuka bank jika rekening tetap dibekukan? Warga terpaksa beralih ke pasar gelap untuk mendapatkan uang tunai dan harus membayar komisi tinggi. Masalahnya bukan pada pembukaan cabang, tetapi pada ketiadaan uang tunai yang menggerakkan ekonomi.”
Sementara itu, peneliti ekonomi Khaled Abu Amer mengatakan kepada Al Jazeera Net bahwa “pembukaan kembali cabang bank di Gaza merupakan langkah penting untuk menghidupkan kembali sistem keuangan, tetapi belum cukup untuk mencapai tujuan ekonomi yang diharapkan selama krisis uang tunai masih berlanjut.”
Ia menjelaskan bahwa layanan perbankan tidak dapat berfungsi secara efektif tanpa tersedianya likuiditas yang memungkinkan masyarakat melakukan penarikan dan penyetoran, menambahkan bahwa para pegawai dan pedagang menghadapi kesulitan besar dalam menjalankan pekerjaan dan memenuhi kewajiban harian mereka karena ketiadaan uang tunai.
Abu Amer menegaskan bahwa penyelesaian krisis ini memerlukan intervensi langsung dari Otoritas Moneter dan Kementerian Keuangan untuk mengalirkan uang tunai melalui saluran resmi dan mengoperasikan ATM secara bertahap, disertai kebijakan pengendalian pasar gelap guna memulihkan kepercayaan terhadap sektor perbankan.
Menurut Abu Amer, pemulihan cepat sistem keuangan dan perbankan akan berdampak positif pada proses rekonstruksi yang diperkirakan dimulai bertahap dalam beberapa minggu mendatang, sehingga Otoritas Moneter harus segera bertindak untuk mengaktifkan kembali bank serta memfasilitasi kerja perusahaan konstruksi tanpa hambatan logistik atau administratif.
Sikap Otoritas Moneter
Terkait krisis likuiditas tunai, Otoritas Moneter menegaskan kepada Al Jazeera Net bahwa masalah ini memerlukan serangkaian langkah, termasuk memperoleh banyak izin dan memenuhi kebutuhan di bidang keamanan serta logistik.
Krisis ini akan ditangani secara bertahap seiring membaiknya situasi dan meluasnya proses pengoperasian kembali cabang-cabang bank.
Otoritas Moneter menyatakan, “Kami terus melakukan upaya intensif bekerja sama dengan pihak terkait untuk memastikan masuknya uang tunai ke Gaza dan mengatasi krisis ini yang telah menyebabkan banyak penderitaan bagi warga selama masa perang.”
Mereka menambahkan, “Kami bekerja sama dengan bank-bank untuk menerapkan rencana operasional bertahap yang menjamin tersedianya layanan keuangan bagi masyarakat secara aman dan teratur. Tahap transisi ini dikelola melalui kombinasi langkah lapangan dan pengawasan, dengan tujuan meringankan beban warga, memenuhi kebutuhan perbankan mereka, dan menciptakan kondisi agar siklus kehidupan finansial dapat kembali normal secara bertahap.”
Sumber: Al Jazeera