Pejabat Palestina dan Internasional: Pendudukan Melancarkan Perang Sistematis Terhadap Sektor Pertanian (Bagian Kedua)
Israel tidak akan melepaskan Palestina begitu saja, perang terus mereka gencarkan, termasuk Perang Sistematis Israel pada Sektor Pertanian Palestina. Hal ini diungkap dengan jelas oleh Menteri Pertanian Palestina pada Selasa, 21 Oktober 2025
Lembaga Bantuan Pertanian: 36 Ribu Dunum Kebun Zaitun Dihancurkan di Gaza
Di pihak lain, Direktur Lembaga Bantuan Pertanian Palestina, Munjid Abu Jish, mengungkapkan bahwa perang genosida yang dilancarkan Israel di Jalur Gaza selama dua tahun terakhir telah menghancurkan 36 ribu dunum lahan zaitun, lebih dari 1,85 juta pohon zaitun, dan 31 pabrik pengolahan minyak zaitun.
Ia menjelaskan bahwa sebelum perang, Jalur Gaza telah mencapai tahap swasembada minyak dan buah zaitun, namun kini wilayah tersebut membutuhkan rencana nasional terpadu untuk memulihkan posisinya.
Terkait wilayah Tepi Barat, Abu Jish menegaskan bahwa serangan oleh tentara pendudukan dan pemukim kini terjadi di seluruh daerah, tidak lagi terbatas pada beberapa desa atau kota. Ia juga menyoroti peningkatan fenomena pencurian buah zaitun yang kini terlihat semakin meluas.
Ia menambahkan bahwa kegiatan Kementerian Pertanian dan lembaga-lembaga mitra tidak terbatas pada musim panen zaitun saja, yang menjadi sumber penghidupan bagi 100 ribu keluarga Palestina secara parsial, tetapi juga mencakup aktivitas sepanjang tahun untuk melindungi tanah dan pohon-pohon, seperti pembuatan jalan pertanian, reklamasi lahan, dan distribusi sarana produksi.
Menurutnya, perhatian terhadap pohon zaitun bukan hanya soal ekonomi, tetapi juga menyangkut aspek nasional sebagai simbol keterikatan dan keteguhan rakyat Palestina terhadap tanah air mereka.
Direktur Munjid Abu Jish menekankan bahwa Kampanye Zaitun Dunia 2025 bersifat terpadu, menggabungkan upaya lembaga resmi dan organisasi masyarakat sipil yang relevan, demi memperoleh dukungan terbesar bagi para petani Palestina.
Ia menjelaskan bahwa tujuan utama kampanye ini adalah memperkuat solidaritas nasional dengan tanah dan para petani, terutama di tengah perkiraan hasil panen minyak zaitun yang rendah dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, di mana produksi diperkirakan hanya sekitar 7.000 ton — jumlah terendah dalam beberapa dekade.
Abu Jish menambahkan bahwa kampanye ini juga berperan penting dalam mendokumentasikan serangan yang dilakukan oleh pendudukan dan para pemukim terhadap pohon zaitun.
Komisioner Tinggi: Kekerasan Pemukim Meningkat Dengan Dukungan Pendudukan
Ajith Sunghay, Direktur Kantor Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia di Palestina, menyatakan bahwa peningkatan kekerasan terhadap musim panen zaitun bertujuan untuk memutus hubungan mendalam antara rakyat Palestina dan tanah mereka, dengan maksud mengambil alih wilayah tersebut dan mencabut hak kepemilikan warga, demi memudahkan ekspansi permukiman ilegal Israel.
Ia menjelaskan bahwa tiga tahun terakhir merupakan periode yang sangat sulit, di mana kekerasan pemukim dan pembatasan akses telah mencegah banyak petani Palestina memanen hasil pertanian mereka.
Sunghay menambahkan, “Kekerasan para pemukim meningkat tajam baik dalam jumlah maupun frekuensi, dengan adanya keterlibatan, dukungan, dan dalam banyak kasus partisipasi langsung dari pasukan Israel — serta selalu terjadi dalam impunitas.”
Ia menegaskan bahwa hanya dua minggu setelah dimulainya musim panen tahun ini, telah terjadi serangan brutal oleh pemukim bersenjata terhadap laki-laki, perempuan, dan anak-anak Palestina, serta terhadap aktivis dan relawan asing.
Menurutnya, pada paruh pertama tahun 2025, tercatat 757 serangan oleh pemukim yang menyebabkan korban luka dan kerusakan properti, meningkat 13% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Perusakan Lahan dan Pembatasan Akses
Sunghay menjelaskan bahwa perusakan langsung terhadap lahan pertanian juga terus meningkat. Para pemukim telah membakar kebun, menebang pohon zaitun menggunakan gergaji mesin, serta menghancurkan rumah dan infrastruktur pertanian.
Selain itu, pos-pos pemeriksaan baru dan gerbang besi yang didirikan oleh pasukan pendudukan menyebabkan petani terisolasi dari lahan mereka, hingga dalam banyak kasus hasil panen mereka membusuk sebelum bisa dipanen.
Ia menambahkan bahwa pada tahun 2023, sebanyak 96.000 dunum lahan zaitun tidak dapat dipanen, menyebabkan kerugian lebih dari 10 juta dolar AS bagi para petani Palestina.
“Tren ini berlanjut pada musim 2024,” katanya, “karena tidak adanya perlindungan dan akuntabilitas. Risiko terus meningkat. Sejak 7 Oktober 2023, lebih dari seribu warga Palestina telah dibunuh oleh pasukan Israel atau para pemukim di Tepi Barat, dan ribuan lainnya dipaksa mengungsi akibat serangan, pembatasan pergerakan, serta penghancuran rumah.”
Upaya PBB dan Tanggung Jawab Hukum Israel
Sunghay menjelaskan bahwa Kantor PBB untuk Hak Asasi Manusia di wilayah pendudukan Palestina sedang mengkoordinasikan kelompok perlindungan, termasuk dalam upaya pengawasan musim panen zaitun. PBB juga bekerja sama dengan organisasi-organisasi perlindungan untuk memperkuat pemantauan dan dokumentasi, memberikan dukungan hukum, dan menambah kehadiran relawan sipil guna mencegah serangan dan perusakan lahan.
Ia menekankan bahwa musim panen, yang menjadi tulang punggung ekonomi bagi komunitas pedesaan Palestina, kini disertai kekerasan dan pembatasan yang mengkhawatirkan, terjadi di tengah percepatan pencaplokan tanah oleh Israel. Pejabat pemerintah Israel, katanya, bahkan secara terbuka menyatakan niat untuk mencaplok seluruh Tepi Barat dan mengusir warga Palestina secara paksa.
Sunghay menegaskan bahwa Israel memiliki kewajiban hukum untuk mengakhiri pendudukan dan membatalkan pencaplokan Tepi Barat.
Ia menilai bahwa penolakan Israel terhadap hak rakyat Palestina untuk hidup layak, aman, bermartabat, dan menentukan nasib sendiri adalah tindakan ilegal dan tidak dapat diterima.
Ia juga menegaskan bahwa perang di Gaza tidak hanya menyebabkan puluhan ribu kematian dan pengungsian massal, tetapi juga menciptakan preseden berbahaya berupa impunitas dan pengabaian terhadap hukum internasional serta nilai kemanusiaan, yang dampaknya kini meluas hingga ke Tepi Barat.
Sunghay memperingatkan, “Jika tidak ada langkah nyata untuk menjamin akuntabilitas dan menciptakan jalur menuju keadilan serta perdamaian, konsekuensinya akan dirasakan di seluruh dunia. Jalur hukum sudah sangat jelas.”
Ia menambahkan bahwa Mahkamah Internasional telah menegaskan kewajiban untuk mengakhiri pendudukan dan menarik diri dari seluruh wilayah Palestina yang diduduki, baik di Tepi Barat maupun Gaza, termasuk pembongkaran semua permukiman dan evakuasi para pemukim secara segera.
Seruan Internasional
Direktur Kantor Komisaris Tinggi HAM di Palestina itu menegaskan bahwa Israel adalah kekuatan pendudukan dan oleh karena itu memiliki tanggung jawab hukum internasional yang luas, termasuk melindungi warga Palestina dan menjamin mereka dapat menjalankan hak-hak politik, ekonomi, dan sipil secara penuh.
Sunghay menyerukan kepada komunitas internasional — khususnya negara-negara berpengaruh — untuk menekan Israel secara maksimal, menghentikan kebijakan pencaplokan yang semakin cepat, dan memastikan adanya pertanggungjawaban atas puluhan tahun pelanggaran terhadap hak-hak rakyat Palestina.
Ia menambahkan bahwa langkah pertama harus dimulai dari musim panen zaitun, dengan mendesak negara-negara anggota PBB untuk mendukung upaya perlindungan dan memastikan akses aman bagi para petani ke tanah mereka, tanpa mengabaikan akuntabilitas atas pelanggaran yang terjadi di musim-musim sebelumnya atau yang mungkin terjadi pada musim mendatang.
Sunghay menutup pernyataannya dengan mengatakan bahwa ini adalah saatnya untuk bertindak dan memperkuat solidaritas internasional demi melindungi musim panen serta menjamin keselamatan para petani dan pekerja di lapangan.
Alhamdulillah, selesai rangkaian artikel 2 (Dua) Seri
Sumber : Kantor Berita Palestina