Lembaga Hak Asasi Manusia Peringatkan Bahaya Puluhan Ribu Ton Amunisi yang Belum Meledak di Jalur Gaza
Sisa-sisa Perang meninggalkan Bahaya Puluhan Ton Amunisi yang belum meledak di Gaza, dan ini menjadi ancaman lainnya di kehidupan Rakyat Gaza Pasca Perang
rezaervani.com – 24 Oktober 2025 – Lembaga Hak Asasi Manusia “Gaza” memperingatkan meningkatnya bahaya dari puluhan ribu ton sisa bahan peledak yang belum meledak, yang ditinggalkan oleh tentara pendudukan Israel di Jalur Gaza.
Dalam pernyataan pers yang diterima Quds Press pada Jumat ini, lembaga tersebut menegaskan bahwa sisa-sisa tersebut menjadi ancaman harian bagi kehidupan warga sipil dan menghambat upaya tanggap darurat kemanusiaan di lapangan. Hal ini juga menghalangi proses penyelamatan, pembersihan puing-puing, serta upaya warga untuk kembali menjalani kehidupan normal.
Lembaga itu menjelaskan bahwa “perkiraan awal menunjukkan adanya sekitar 20 ribu benda peledak yang belum meledak, berupa bom, roket, dan peluru yang dijatuhkan oleh tentara pendudukan selama agresi militer dan genosida yang berlangsung lebih dari dua tahun.”
Disebutkan pula bahwa hingga pertengahan Oktober 2025, perkiraan menunjukkan adanya tumpukan sekitar 65 hingga 70 juta ton puing-puing akibat penghancuran ribuan rumah, bangunan, serta fasilitas vital.
Lembaga tersebut menambahkan bahwa di antara puing-puing itu terdapat sekitar 71 ribu ton bahan peledak dan sisa-sisa yang belum meledak, yang kini menjadi bom waktu mematikan.
Lembaga itu memperingatkan bahwa jumlah besar puing-puing tersebut, bersama sisa-sisa bahan peledak yang belum meledak, semakin memperumit keadaan dan membuat Gaza menghadapi salah satu bencana kemanusiaan terbesar dalam sejarah modern.
Ditekankan pula bahwa “sisa-sisa dan amunisi yang belum meledak di Gaza menimbulkan bahaya besar bagi para pengungsi yang kembali ke wilayah tempat tinggal mereka dan menghambat upaya untuk memulihkan kehidupan di sana.”
Lembaga tersebut mengutip juru bicara Pertahanan Sipil, Mahmoud Basal, yang mengatakan bahwa bahan-bahan sisa tersebut menimbulkan bahaya besar, dengan perkiraan mencapai sekitar 71 ribu ton bahan peledak dan sisa yang belum meledak.
Ia menambahkan, “Dalam operasi evakuasi, kami menghadapi bahaya nyata. Setiap gerakan yang salah dapat menyebabkan ledakan yang bisa menewaskan anggota pertahanan sipil maupun warga sipil di lokasi.”
Dijelaskan bahwa banyak dari sisa bahan peledak tersebut ditemukan di dalam bangunan tempat tinggal, jalanan, dan area pertanian, sehingga setiap operasi penyelamatan atau pembersihan menjadi pekerjaan yang sarat dengan risiko kematian.
Lembaga itu mencatat bahwa dalam beberapa bulan terakhir telah terjadi sejumlah ledakan akibat bahan peledak yang belum meledak, yang terakhir terjadi di lingkungan Zeitoun, Kota Gaza.
Disebutkan bahwa ledakan sebuah peluru yang terkubur menyebabkan gugurnya tiga warga saat mereka mencoba membersihkan puing-puing di sekitar rumah mereka. Ledakan serupa juga terjadi di Kamp Nuseirat yang menyebabkan empat pekerja terluka saat memindahkan reruntuhan, serta di kota Qarara di Khan Younis.
Lembaga tersebut menegaskan bahwa peristiwa-peristiwa ini merupakan bukti nyata akan bahaya yang ada dan terus berlangsung di setiap jalan dan lingkungan di Jalur Gaza. Setiap tempat yang terkena serangan atau invasi Israel kini menjadi lokasi berpotensi ledakan mendadak ketika para pengungsi mencoba kembali ke sana, atau ketika tim kemanusiaan bekerja mempersiapkan lokasi untuk pengungsian, mengevakuasi jenazah, atau memulihkan lahan pertanian.
Lembaga itu menilai bahwa sisa-sisa perang yang belum meledak merupakan pelanggaran mencolok terhadap hukum humaniter internasional, khususnya Konvensi Jenewa, yang mewajibkan kekuatan pendudukan untuk mengambil semua langkah yang mungkin dilakukan guna melindungi warga sipil, memastikan pembersihan sisa-sisa perang dari daerah berpenduduk, serta mengungkap lokasi amunisi dan bom yang belum meledak.
Lembaga Gaza menyerukan pembentukan komite internasional khusus di bawah pengawasan PBB untuk melakukan survei menyeluruh dan cepat terhadap seluruh wilayah Jalur Gaza guna menentukan lokasi bahan peledak yang belum meledak.
Selain itu, lembaga tersebut menyerukan pengiriman tim teknis internasional yang dilengkapi dengan peralatan dan keahlian yang diperlukan untuk menghapus bahan peledak tersebut dan mengamankan wilayah berpenduduk.
Lembaga itu menegaskan perlunya memaksa otoritas pendudukan untuk segera mengungkap peta dan lokasi jatuhnya amunisi serta bom yang dijatuhkan ke Jalur Gaza selama perang, atau yang ditanam di beberapa lokasi, agar dapat ditangani secara aman.
Disebutkan pula bahwa keberhasilan upaya ini juga memerlukan tekanan internasional untuk segera membuka perlintasan dan mengizinkan masuknya peralatan serta alat berat yang dibutuhkan untuk membersihkan puing-puing dan mengevakuasi jenazah.
Lembaga tersebut menyerukan penyusunan rencana nasional komprehensif untuk pengelolaan puing-puing bekerja sama dengan lembaga internasional, termasuk klasifikasi risiko, daur ulang yang aman, dan penyimpanan bahan yang masih bisa digunakan sementara, agar rekonstruksi dapat dimulai dengan aman.
Ditegaskan bahwa diamnya komunitas internasional terhadap kenyataan bencana ini merupakan bentuk keterlibatan tidak langsung dalam memperpanjang penderitaan warga Gaza, yang kini hidup di tengah reruntuhan yang dipenuhi kematian.
Lembaga itu menegaskan bahwa perlindungan warga sipil setelah berakhirnya agresi tidak kalah penting dibanding perlindungan mereka selama agresi berlangsung. Tanggung jawab kini berada di pundak komunitas internasional untuk mengakhiri bencana kemanusiaan ini sebelum berubah menjadi kuburan terbuka di bawah reruntuhan.
Sejak 7 Oktober 2023, negara pendudukan—dengan dukungan Amerika Serikat dan negara-negara Eropa—telah melakukan genosida di Jalur Gaza yang mencakup pembunuhan, kelaparan, penghancuran, pengusiran, dan penangkapan, sambil mengabaikan seruan internasional serta perintah Mahkamah Internasional untuk menghentikannya.
Genosida tersebut telah menyebabkan lebih dari 238 ribu warga Palestina gugur dan terluka—sebagian besar anak-anak dan perempuan—lebih dari 11 ribu orang hilang, serta ratusan ribu menjadi pengungsi. Bencana kelaparan juga telah merenggut banyak nyawa, terutama anak-anak, di samping kehancuran besar-besaran yang menghapus sebagian besar kota dan wilayah di Jalur Gaza dari peta.
Sumber : Quds Press