Sejarah Kelompok Bersenjata di Sudan dan Perjanjiannya (Bagian Ketiga)
Kelompok Bersenjata di Sudan dan gerakan mereka adalah hal yang sangat erat dengan Sudan. Apa saja kelompok-kelompok tersebut ? Apa saja perjanjian-perjanjian yang pernah dibuat terkait kelompok-kelompok bersenjata tersebut ?
Inisiatif Amerika Serikat (2001) – Perjanjian Machakos
Amerika Serikat menunjuk Senator John Danforth sebagai utusan khusus untuk Sudan, yang berupaya mencapai perjanjian damai berdasarkan kerangka inisiatif IGAD.
Rangkaian perundingan antara pemerintah Sudan dan Tentara Pembebasan Rakyat Sudan (SPLA) menghasilkan perpanjangan gencatan senjata yang dikenal sebagai Protokol Machakos, yang ditandatangani kedua pihak pada 20 Juli 2002 di Kenya.
Isi utama protokol ini meliputi kesepakatan antara pemerintah dan SPLA untuk mempertahankan persatuan selama masa transisi, serta menyepakati sejumlah poin penting untuk dimasukkan dalam perjanjian damai akhir, termasuk pengakuan atas kedaulatan nasional Sudan, hak rakyat selatan untuk berpartisipasi dalam semua tingkat pemerintahan, dan penetapan periode transisi yang diakhiri dengan penentuan nasib sendiri.
Nota Nakuru (2003)
Nota ini diajukan oleh negara-negara IGAD dalam pertemuan di Kenya, namun ditolak oleh pemerintah Sudan yang menganggapnya tidak adil dan merusak hasil negosiasi yang telah dicapai sebelumnya.
Perjanjian Abeche (2003)
Perjanjian ini merupakan upaya pertama untuk menghentikan tembakan di wilayah Darfur, seiring dengan munculnya awal krisis bersenjata di kawasan tersebut.
Perjanjian Kairo (2005)
Perjanjian ini ditandatangani oleh Pemerintah Persatuan Nasional yang dibentuk dari Gerakan Pembebasan Rakyat Sudan (SPLM), Partai Kongres Nasional, dan Aliansi Demokratik Nasional yang menaungi berbagai kelompok bersenjata.
Perjanjian Naivasha (2005)
Perjanjian ini menegaskan prinsip hak rakyat Sudan Selatan untuk menentukan nasib sendiri serta berhasil mengakhiri perang saudara yang telah berlangsung selama puluhan tahun.
Perjanjian Abuja (2006)
Perjanjian ini bertujuan untuk melucuti senjata dan membubarkan milisi, serta mengintegrasikan sebagian anggota bersenjata ke dalam angkatan bersenjata Sudan.
Perjanjian Asmara (2006)
Perjanjian ini ditandatangani di ibu kota Eritrea, Asmara, antara pemerintah pusat dan Front Timur Sudan (kelompok bersenjata dari wilayah timur).
Perjanjian tersebut mengakhiri masa panjang konflik bersenjata di perbatasan timur Sudan.
Pemisahan Sudan Selatan (2011)
Pada 9 Juli 2011, Sudan Selatan secara resmi memisahkan diri setelah pelaksanaan referendum mengenai penentuan nasib sendiri.
Pemisahan ini membentuk sebuah negara baru yang merdeka dan mengakhiri perang bersenjata selama puluhan tahun yang telah menewaskan banyak orang serta menyebabkan ribuan warga mengungsi, baik di dalam negeri maupun ke luar negeri.
Dokumen Doha untuk Perdamaian di Darfur (2011)
Dokumen Doha untuk Perdamaian di Darfur ditandatangani oleh pemerintah Sudan, Gerakan Pembebasan dan Keadilan (LJM), serta perwakilan dari Burkina Faso, Uni Afrika, Perserikatan Bangsa-Bangsa, dan Qatar — yang berperan sebagai mediator antara pihak-pihak Sudan yang bertikai.
Salah satu pihak yang menolak menandatangani dokumen ini adalah Gerakan Keadilan dan Kesetaraan (JEM).
Isi utama dokumen tersebut meliputi pembagian kekuasaan dan sumber daya, penyelesaian konflik secara damai, serta pembahasan mengenai status administratif wilayah Darfur. Berdasarkan perjanjian ini, dibentuklah Otoritas Regional Darfur.
Perjanjian Abuja untuk Perdamaian Darfur (2011)
Perjanjian ini berisi kesepakatan mengenai pembagian kekuasaan dan pembentukan dana kompensasi bagi para korban konflik Darfur.
Perjanjian Kerangka – “Perjanjian Nafi’-Agar” (2011)
Perjanjian ini ditandatangani antara pemerintah Sudan dan Gerakan Pembebasan Rakyat Sudan – Sektor Utara (SPLM-N).
Isi perjanjian mencakup pembentukan komite politik bersama dengan partisipasi Komisi Afrika Tingkat Tinggi untuk membahas berbagai persoalan terkait Kordofan Selatan dan Nil Biru, termasuk isu-isu konstitusional dan nasional.
Selain itu, perjanjian ini menegaskan hak SPLM–Sektor Utara untuk menjadi partai politik resmi, serta komitmen untuk menyelesaikan seluruh konflik melalui dialog langsung dan damai.
Perjanjian tersebut ditandatangani atas nama pemerintah pusat oleh Nafi’ Ali Nafi’ (asisten presiden) bersama Malik Agar, gubernur Nil Biru sekaligus ketua SPLM–Sektor Utara.
Deklarasi Paris (2014)
Deklarasi ini ditandatangani antara Front Revolusioner Sudan dan Partai Umma. Dalam deklarasi tersebut, Front Revolusioner berkomitmen untuk menghentikan semua serangan di wilayah operasi militer, menangani krisis kemanusiaan, serta memulai proses dialog dan penyusunan konstitusi nasional.
Deklarasi Seruan Sudan (2015)
Deklarasi ini menetapkan syarat-syarat dialog dengan pemerintah Sudan, yang meliputi:
- penghentian tembakan,
- penegakan kebebasan sipil,
- penyelesaian politik yang menyeluruh,
- penyaluran bantuan kemanusiaan bagi para korban,
- serta penghentian serangan udara terhadap warga sipil di wilayah Kordofan Selatan, Nil Biru, dan Darfur.
Koalisi Seruan Sudan ini terdiri dari Blok Oposisi Nasional (Koalisi Konsensus Nasional), Front Revolusioner Sudan (yang meliputi SPLM, Gerakan Pembebasan Sudan, dan Gerakan Keadilan dan Kesetaraan), serta Partai Umma.
Bersambung ke bagian berikutnya in sya Allah
Sumber : al Jazeera