Ribuan Warga Sipil Terjebak di Al-Fashir, RSF Dituduh Lakukan Pembersihan Etnis
Warga Sipil Terjebak di al-Fasyir, ada kekhawatiran bahwa mereka juga akan menjadi korban genosida yang dilakukan oleh RSF
rezaervanii.com – 3 November 2025 – Jaringan Dokter Sudan menyatakan bahwa pasukan Rapid Support Forces (RSF) masih menahan ribuan warga sipil di dalam kota Al-Fashir dan melarang mereka keluar. Menurut jaringan tersebut, RSF telah menyita sarana transportasi yang digunakan untuk mengevakuasi pengungsi, serta memaksa sebagian dari mereka kembali ke dalam kota — termasuk di antaranya orang-orang yang terluka akibat tembakan dan yang menderita kekurangan gizi.
Jaringan itu menyerukan pembebasan warga sipil, pembukaan jalur kemanusiaan yang aman, serta pemberian izin bagi organisasi kemanusiaan untuk menguburkan jenazah yang berserakan di jalan-jalan.
Kota Al-Fashir, ibu kota negara bagian Darfur Utara di barat Sudan, kini menghadapi krisis kemanusiaan yang belum pernah terjadi sebelumnya setelah dikuasai oleh RSF pada akhir Oktober lalu. Laporan-laporan menunjukkan terjadinya pelanggaran berat, pembunuhan, pemerkosaan, dan gelombang pengungsian besar-besaran.
Dengan dikuasainya Al-Fashir, RSF kini mengontrol seluruh ibu kota dari lima negara bagian di wilayah Darfur — dari total 18 negara bagian di Sudan. Sementara itu, tentara Sudan masih menguasai sebagian besar wilayah di 13 negara bagian lainnya di selatan, utara, timur, dan tengah, termasuk ibu kota Khartoum.
Wilayah Darfur sendiri mencakup sekitar seperlima luas Sudan, namun mayoritas dari 50 juta penduduk negara itu tinggal di daerah-daerah yang dikuasai oleh tentara.
Sementara itu, Menteri Negara Urusan Sosial Sudan, Salima Ishaq, mengungkapkan bahwa pasukan RSF telah membunuh sekitar 300 perempuan dan memperkosa 25 lainnya di kota tersebut. Ia menyebut apa yang terjadi sebagai bentuk “pembersihan etnis yang sistematis,” dan membandingkannya dengan pembantaian di kota Al-Jeneina pada tahun 2023, yang menewaskan lebih dari 10.000 orang.
Ishaq menambahkan bahwa anggota RSF “mendokumentasikan kejahatan mereka dengan suara dan gambar seolah itu merupakan simbol kemenangan.” Ia menegaskan bahwa perempuan dan anak-anak di Al-Fashir “mengalami kekerasan seksual, penyiksaan, dan pembunuhan tanpa pandang bulu.”
Menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa, ribuan warga sipil melarikan diri dari Al-Fashir dengan berjalan kaki menuju kota Tawila, sekitar 60 kilometer jauhnya — rute yang kini dikenal sebagai “Jalan Kematian.” Para pengungsi menghadapi rasa haus, kelaparan, serta berbagai pelanggaran selama perjalanan mereka untuk melarikan diri.
Di Sudan bagian utara, seorang pejabat lokal mengatakan kepada Al Jazeera bahwa daerah Ad-Dabbah kini menerima ratusan pengungsi dari Darfur setiap hari. Pemerintah setempat telah membangun kamp-kamp baru di wilayah Al-Afad untuk menampung gelombang pengungsian yang meningkat, dengan dukungan lembaga-lembaga kemanusiaan termasuk Qatar Charity, yang menyediakan ribuan tenda serta bantuan makanan dan medis.
Pada hari Minggu ini, ratusan warga Sudan dilaporkan tiba di kota Golo, sebelah barat Al-Fashir, dalam kondisi kemanusiaan yang sangat sulit — tanpa makanan maupun pakaian. Sumber-sumber lapangan menegaskan bahwa arus pengungsian dari Al-Fashir belum berhenti sejak kota itu jatuh ke tangan RSF.
Dalam perkembangan terbaru, citra satelit yang diambil oleh perusahaan Amerika Vantor menunjukkan kebakaran besar dan kepulan asap di kawasan sekitar bandara Al-Fashir, serta keberadaan kendaraan RSF di dekat Rumah Sakit Anak dan Rumah Sakit Bersalin Saudi.
Situasi ini terjadi di tengah meningkatnya kecaman internasional dan seruan gencatan senjata, sementara warga sipil terus menjadi korban perang dahsyat yang meletus pada April 2023 antara tentara Sudan dan RSF — perang yang telah menewaskan puluhan ribu orang dan menyebabkan sekitar 13 juta pengungsi, menjadikannya salah satu krisis kemanusiaan terburuk di dunia.
Sumber: Al Jazeera + Kantor Berita