Laut Kaspia Menyusut Cepat Karena Perubahan Iklim
rezaervani.com – 17 September 2025 – Dahulu menjadi tempat berlindung bagi burung flamingo, ikan sturgeon, dan ribuan anjing laut, serta rumah bagi lingkungan unik, air yang surut dengan cepat kini mengubah pantai utara Laut Kaspia menjadi hamparan pasir kering akibat perubahan iklim yang cepat dan ekstrem.
Di beberapa tempat, permukaan laut surut lebih dari 50 kilometer, dan lahan basah dengan cepat berubah menjadi gurun. Pelabuhan-pelabuhan perikanan kini tinggi dan kering, sementara perusahaan minyak terus menggali saluran yang lebih panjang untuk mencapai fasilitas lepas pantai mereka di laut.
Perubahan iklim berperan besar dalam penurunan tajam laut tertutup terbesar di dunia ini. Laut Kaspia terletak di perbatasan antara Eropa dan Asia Tengah, dikelilingi oleh Azerbaijan, Iran, Kazakhstan, Rusia, dan Turkmenistan, serta menjadi tempat tinggal bagi sekitar 15 juta orang.
Laut Kaspia merupakan pusat perikanan, pelayaran, dan produksi minyak serta gas, dan memiliki kepentingan geopolitik yang semakin besar karena posisinya yang strategis di mana kepentingan kekuatan besar dunia saling bertemu.
Dengan semakin dangkalnya laut, pemerintah menghadapi tantangan besar untuk mempertahankan industri dan mata pencaharian, sambil melindungi ekosistem unik yang menopangnya.
Pada dekade pertama abad ke-21, bagian timur laut laut ini merupakan mosaik kolam alang-alang, dataran lumpur, dan saluran dangkal yang penuh kehidupan, menyediakan habitat bagi ikan untuk berkembang biak, burung-burung migran, dan puluhan ribu anjing laut yang berkumpul di sana untuk mengganti bulunya pada musim semi.
Kini, wilayah liar itu telah menjadi tanah kering yang berubah menjadi gurun seiring surutnya permukaan laut, dan kisah yang sama terulang di daerah basah lain di sekitar laut. Kota-kota pesisir mengalami penyusutan air tahun demi tahun, meninggalkan pelabuhan dan dermaga perikanan kering, serta infrastruktur yang kini berdiri di atas tanah yang baru mengering, membuat penduduknya cemas terhadap masa depan.
Permukaan Laut Kaspia memang selalu berfluktuasi, tetapi skala perubahan baru-baru ini tidak pernah terjadi sebelumnya. Sejak awal abad ini, permukaan air laut menurun sekitar 6 sentimeter per tahun, dan sejak 2020 mencapai 30 sentimeter per tahun. Pada Juli 2025, para ilmuwan Rusia mengumumkan bahwa permukaan laut telah turun di bawah batas minimum yang pernah tercatat sejak era pengukuran modern.
Sepanjang abad ke-20, perubahan tersebut disebabkan oleh gabungan faktor alam dan intervensi manusia, seperti pengalihan air untuk pertanian dan industri. Namun kini, pemanasan global menjadi faktor utama di balik penurunan ini. Dalam iklim yang lebih panas, pasokan air dari sungai dan hujan menurun, sementara penguapan dari permukaan laut meningkat.
Bahkan jika pemanasan global dibatasi pada target Perjanjian Paris sebesar dua derajat Celsius, permukaan laut diperkirakan akan turun hingga 10 meter dibandingkan garis pantai tahun 2010. Dengan laju emisi gas rumah kaca global saat ini, penurunannya bisa mencapai 18 meter, setara dengan tinggi bangunan enam lantai.
Karena bagian utara Laut Kaspia sangat dangkal — sebagian besar tidak lebih dari 5 meter — maka penurunan kecil saja berarti kehilangan wilayah yang luas. Penelitian terbaru yang diterbitkan di jurnal Nature menunjukkan bahwa bahkan dengan penurunan optimistis sebesar 10 meter, akan terekspos 112 ribu kilometer persegi dasar laut, wilayah yang lebih luas dari Islandia.
Perubahan Iklim Menyebabkan Penyusutan Cepat Laut Tertutup Terbesar di Dunia
Dahulu menjadi tempat berlindung bagi burung flamingo, ikan sturgeon, dan ribuan anjing laut, serta rumah bagi lingkungan unik, air yang surut dengan cepat kini mengubah pantai utara Laut Kaspia menjadi hamparan pasir kering akibat perubahan iklim yang cepat dan ekstrem.
Di beberapa tempat, permukaan laut surut lebih dari 50 kilometer, dan lahan basah dengan cepat berubah menjadi gurun. Pelabuhan-pelabuhan perikanan kini tinggi dan kering, sementara perusahaan minyak terus menggali saluran yang lebih panjang untuk mencapai fasilitas lepas pantai mereka di laut.
Perubahan iklim berperan besar dalam penurunan tajam laut tertutup terbesar di dunia ini. Laut Kaspia terletak di perbatasan antara Eropa dan Asia Tengah, dikelilingi oleh Azerbaijan, Iran, Kazakhstan, Rusia, dan Turkmenistan, serta menjadi tempat tinggal bagi sekitar 15 juta orang.
Laut Kaspia merupakan pusat perikanan, pelayaran, dan produksi minyak serta gas, dan memiliki kepentingan geopolitik yang semakin besar karena posisinya yang strategis di mana kepentingan kekuatan besar dunia saling bertemu.
Dengan semakin dangkalnya laut, pemerintah menghadapi tantangan besar untuk mempertahankan industri dan mata pencaharian, sambil melindungi ekosistem unik yang menopangnya.
Pada dekade pertama abad ke-21, bagian timur laut laut ini merupakan mosaik kolam alang-alang, dataran lumpur, dan saluran dangkal yang penuh kehidupan, menyediakan habitat bagi ikan untuk berkembang biak, burung-burung migran, dan puluhan ribu anjing laut yang berkumpul di sana untuk mengganti bulunya pada musim semi.
Kini, wilayah liar itu telah menjadi tanah kering yang berubah menjadi gurun seiring surutnya permukaan laut, dan kisah yang sama terulang di daerah basah lain di sekitar laut. Kota-kota pesisir mengalami penyusutan air tahun demi tahun, meninggalkan pelabuhan dan dermaga perikanan kering, serta infrastruktur yang kini berdiri di atas tanah yang baru mengering, membuat penduduknya cemas terhadap masa depan.
Permukaan Laut Kaspia memang selalu berfluktuasi, tetapi skala perubahan baru-baru ini tidak pernah terjadi sebelumnya. Sejak awal abad ini, permukaan air laut menurun sekitar 6 sentimeter per tahun, dan sejak 2020 mencapai 30 sentimeter per tahun. Pada Juli 2025, para ilmuwan Rusia mengumumkan bahwa permukaan laut telah turun di bawah batas minimum yang pernah tercatat sejak era pengukuran modern.
Sepanjang abad ke-20, perubahan tersebut disebabkan oleh gabungan faktor alam dan intervensi manusia, seperti pengalihan air untuk pertanian dan industri. Namun kini, pemanasan global menjadi faktor utama di balik penurunan ini. Dalam iklim yang lebih panas, pasokan air dari sungai dan hujan menurun, sementara penguapan dari permukaan laut meningkat.
Bahkan jika pemanasan global dibatasi pada target Perjanjian Paris sebesar dua derajat Celsius, permukaan laut diperkirakan akan turun hingga 10 meter dibandingkan garis pantai tahun 2010. Dengan laju emisi gas rumah kaca global saat ini, penurunannya bisa mencapai 18 meter, setara dengan tinggi bangunan enam lantai.
Karena bagian utara Laut Kaspia sangat dangkal — sebagian besar tidak lebih dari 5 meter — maka penurunan kecil saja berarti kehilangan wilayah yang luas. Penelitian terbaru yang diterbitkan di jurnal Nature menunjukkan bahwa bahkan dengan penurunan optimistis sebesar 10 meter, akan terekspos 112 ribu kilometer persegi dasar laut, wilayah yang lebih luas dari Islandia.

Lingkungan di Ujung Tanduk
Para ilmuwan memperingatkan bahwa dampak lingkungan dari penyusutan Laut Kaspia akan sangat parah, karena 4 dari 10 jenis ekosistem unik di laut ini diperkirakan akan lenyap sepenuhnya.
Anjing laut Kaspia yang terancam punah dapat kehilangan hingga 81% dari habitat berkembang biaknya saat ini, sementara ikan sturgeon Kaspia akan kehilangan akses ke wilayah pemijahan pentingnya.
Seperti halnya bencana Laut Aral — danau besar lain di Asia Tengah yang hampir sepenuhnya mengering — debu beracun dari dasar laut yang kini terbuka akan tersebar ke udara, menimbulkan risiko kesehatan yang serius.
Akibatnya, jutaan orang akan menghadapi ancaman pengungsian karena surutnya laut, atau terpaksa hidup dalam kondisi yang sangat memburuk.
Satu-satunya jalur penghubung Laut Kaspia dengan jaringan pelayaran dunia adalah melalui delta Sungai Volga, yang bermuara ke Laut Kaspia, kemudian melalui kanal yang mengarah ke Sungai Don, membuka akses ke Laut Hitam, Laut Tengah, dan sistem sungai lainnya. Namun, Sungai Volga sendiri kini mengalami penurunan kedalaman air yang signifikan.
Pelabuhan-pelabuhan seperti Aktau di Kazakhstan dan Baku di Azerbaijan memerlukan pekerjaan pengerukan besar-besaran agar tetap bisa beroperasi. Demikian pula, perusahaan minyak dan gas harus menggali saluran panjang menuju fasilitas lepas pantai mereka di bagian utara Laut Kaspia.
Laut Kaspia juga merupakan bagian penting dari “Koridor Tengah” (Middle Corridor) — jalur perdagangan yang menghubungkan Cina dengan Eropa. Dengan menurunnya permukaan air, beban kargo harus dikurangi, biaya transportasi meningkat, dan permukiman serta infrastruktur menjadi terisolasi sejauh puluhan bahkan ratusan kilometer dari garis laut.
Dalam kondisi seperti ini, negara-negara di sekitar Laut Kaspia dipaksa beradaptasi dengan memindahkan pelabuhan, menggali jalur pelayaran baru, dan menyesuaikan infrastruktur. Namun, langkah-langkah tersebut sering kali bertentangan dengan tujuan pelestarian lingkungan.
Negara-negara di kawasan ini sudah mulai menyadari ancaman eksistensial akibat penurunan permukaan laut, dan telah memulai penyusunan perjanjian antar-pemerintah untuk mengatasi krisis tersebut. Akan tetapi, menurut Simon Goodman, dosen biologi evolusioner di Universitas Leeds, Inggris, kecepatan penyusutan laut tampaknya melampaui kecepatan kerja sama politik antarnegara.
Goodman menekankan bahwa signifikansi ekologis, iklim, dan geopolitik Laut Kaspia menjadikannya contoh utama tentang bagaimana perubahan iklim yang parah dapat memengaruhi perairan pedalaman besar di seluruh dunia.
Sumber: Al Jazeera + Kantor-kantor berita