“Garis Kuning”: Batas Imajiner Israel yang Menjadi Zona Maut bagi Warga Palestina di Gaza
Laporan Oleh: Mohammed Hamood Ali Al Ragawi dan Betul Yilmaz
Garis Kuning Israel, Pasukan Israel menembak langsung setiap warga sipil yang melintasi atau mendekati garis demarkasi tak berwujud ini
rezaervani.com – 20 Oktober 2025 – Sebuah garis imajiner yang ditetapkan dalam kesepakatan gencatan senjata yang disponsori AS untuk penarikan pasukan Israel telah berubah menjadi zona mematikan bagi banyak warga Palestina di Jalur Gaza.
Pada 10 Oktober, pasukan Israel menyelesaikan fase pertama penarikan mereka di bawah perjanjian gencatan senjata menuju apa yang disebut “garis kuning” (yellow line), yakni garis demarkasi tak terlihat yang memisahkan posisi pasukan Israel dari wilayah tertentu di Gaza, sambil tetap mempertahankan kendali atas sekitar 50% wilayah enklaf tersebut.
Pasukan Israel masih ditempatkan di lingkungan Shejaiya, sebagian kawasan Al-Tuffah dan Zeitoun di Kota Gaza, serta di Beit Hanoun dan Beit Lahia di utara, Rafah di selatan, dan sepanjang pesisir Gaza.
Menurut Pertahanan Sipil Gaza, pasukan Israel menembak langsung tanpa peringatan terlebih dahulu terhadap warga Palestina yang melintasi atau bahkan mendekati “garis kuning” tersebut.
Berdasarkan peta Israel yang disertakan dalam rencana gencatan senjata 20 poin Presiden AS Donald Trump untuk Gaza, garis kuning itu membentang dari selatan Gaza utara hingga pinggiran Rafah di bagian selatan Jalur Gaza.
Meski pihak militer Israel menyatakan telah mulai menempatkan blok-blok beton berwarna kuning untuk menandai batas imajiner tersebut, fakta di lapangan dan terus bertambahnya korban sipil menunjukkan sebaliknya.
Tumpukan puing akibat pemboman Israel di seluruh Gaza membuat warga Palestina makin sulit mengenali atau menghindari area yang disebut sebagai “garis kuning”.
Menurut Kantor Media Pemerintah Gaza, hampir 90% infrastruktur di Jalur Gaza telah hancur akibat serangan Israel sejak dimulainya perang genosida Tel Aviv pada Oktober 2023.
Pelanggaran Israel
Kantor media tersebut menyatakan pada Minggu bahwa Israel telah melakukan 80 pelanggaran terhadap perjanjian gencatan senjata sejak 10 Oktober, yang menyebabkan tewasnya 97 warga Palestina, melukai 230 lainnya, dan menahan puluhan warga sipil.
Serangan-serangan itu dilakukan dengan kendaraan militer dan tank yang ditempatkan di pinggiran permukiman penduduk, serta dengan derek elektronik yang dilengkapi sistem sensor jarak jauh dan penargetan otomatis. Pesawat tempur dan drone juga terus beroperasi setiap hari di atas wilayah padat penduduk, menembaki dan menargetkan warga sipil secara langsung.
Sebanyak 21 pelanggaran terjadi hanya pada hari Minggu, ketika Israel membombardir wilayah barat dari garis kuning — area yang disebut-sebut sebagai zona aman — yang menewaskan 44 warga Palestina, menurut Direktur Kantor Media Pemerintah Gaza, Ismail Al-Thawabta, kepada kantor berita Anadolu.
Kelompok perlawanan Palestina Hamas juga melaporkan sejumlah pelanggaran oleh Israel terkait aktivitas militer di luar garis kuning, termasuk serangan artileri dan drone terhadap warga sipil yang mencoba kembali ke rumah mereka.
Hamas menggambarkan serangan Israel terhadap warga Palestina di sepanjang garis tersebut sebagai “kejahatan yang lengkap, yang mengungkap niat sengaja penjajah (Israel) untuk menargetkan warga sipil tak bersenjata tanpa alasan apa pun.”
Kelompok itu menyerukan kepada Presiden AS Donald Trump dan para mediator agar menindaklanjuti pelanggaran Israel dan memaksa Tel Aviv mematuhi perjanjian gencatan senjata serta menghentikan tindakan yang membahayakan nyawa warga Palestina.
Israel dan Hamas sebelumnya menyepakati fase pertama perjanjian tersebut yang mulai berlaku pada 10 Oktober, dengan mediasi dari Amerika Serikat, Turki, Qatar, dan Mesir.
Sejak Oktober 2023, perang genosida Israel telah menewaskan lebih dari 68.000 orang dan melukai lebih dari 170.000 lainnya, menurut Kementerian Kesehatan Gaza.
Sumber : Anadolu Agency