Terkait Makanan Buka Puasa dari Orang Non Muslim
Oleh : Reza Ervani
w
Walaupun secara umum dibolehkan menerima makanan dari Non Muslim, tapi untuk hidangan berbuka puasa ada beberapa hal yang hendaknya menjadi pertimbangan :
1. Berbuka Puasa dan Memberi Makan orang yang Berpuasa ada di ranah ibadah ummat Islam
Sahur dan Berbuka Puasa adalah rangkaian ibadah shaum yang keutamaannya disebutkan dalam berbagai hadits Nabi shalallahu alaihi wa salam, dan dia adalah ekslusif ibadahnya Ummat Islam, karena perintahnya pun ditujukan kepada orang yang beriman :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa, (Al Quran Surah Al Baqarah ayat 183)
Menjadi tidak berlaku perintah itu kepada orang-orang yang tidak beriman.
Selain itu, memberikan makanan kepada orang yang sedang berpuasa juga dijanjikan pahala yang besar :
Rasulullah shalallahu alaihi wa salam bersabda :
مَنْ فَطَّرَ صَائِمًا كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ غَيْرَ أَنَّهُ لاَ يَنْقُصُ مِنْ أَجْرِ الصَّائِمِ شَيْئًا
“Siapa memberi makan orang yang berpuasa, maka baginya pahala seperti orang yang berpuasa tersebut, tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa itu sedikit pun juga.
Apakah pahala itu diberikan kepada selain Muslim ? Tentu saja tidak.
Dari Jabir radhiyallahu ‘anhu, dia berkata,
دَخَلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى أُمِّ مَعْبَدٍ حَائِطًا فَقَالَ يَا أُمَّ مَعْبَدٍ مَنْ غَرَسَ هَذَا النَّخْلَ أَ مُسْلِمٌ أَمْ كَافِرٌ فَقَالَتْ بَلْ مُسْلِمٌ قَالَ فَلاَ يَغْرِسُ الْمُسْلِمُ غَرْسًا فَيَأْكُلَ مِنْهُ إِنْسَانٌ وَلاَ دَابَّةٌ وَلاَ طَيْرٌ إِلاَّ كَانَ لَهُ صَدَقَةً إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah memasuki kebun Ummu Ma’bad, kemudian beliau bersabda, “Wahai Ummu Ma’bad, siapakah yang menanam kurma ini, seorang muslim atau seorang kafir?” Ummu Ma’bad berkata, “Seorang muslim.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah seorang muslim menanam tanaman lalu dimakan oleh manusia, hewan atau burung kecuali hal itu merupakan shadaqah untuknya sampai hari kiamat.” (Hadits Riwayat Muslim Kitab Musaqah Nomor 1552)
Imam Nawawi saat mensyarah hadits ini mengatakan :
“Dalam hadits-hadits ini juga dinyatakan bahwa pahala dan balasan di akhirat khusus bagi muslim” (Al Minhaj Syarah Shahih Muslim ibn Al Hajjaj)
Maka kita melihat di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi misalnya, orang-orang berebutan menyediakan makanan untuk mereka yang berpuasa, bahkan para penyedia buka puasa itu menunggu di pelataran masjid orang-orang yang datang, lalu menggiring para jamaah yang berpuasa ke tempat yang telah mereka sediakan untuk berbuka, takut mereka jatah pahalanya diambil orang lain.
Jadi kalau ada ladang pahala yang begitu besar bagi seorang muslim, dan dia menyia-nyiakannya, membuang kesempatan itu dengan menyerahkan peluangnya kepada non muslim yang tidak akan mendapatkan balasan apa-apa dari Allah Ta’ala, alangkah ruginya.
2. Kehati-hatian pada makanan
Jika diringkas, setidaknya ada tiga poin kehati-hatian yang harus kita perhatikan :
a. Kehati-hatian terkait kehalalan makanan, apakah dia mengandung zat-zat yang diharamkan secara syariah untuk dikonsumi oleh seorang muslim
b. Kehati-hatian terkait status makanan, apakah dia diniatkan sebagai bagian dari ritual ibadah non muslim yang memberikannya
c. Kehati-hatian terkait tujuan pemberian makanan, apakah dia ditujukan sebagai bagian “syi’ar” non muslim kepada orang-orang Islam
3. Izzah dan Da’wah Kaum Muslimin
Yang terakhir, Ramadhan adalah bulan bertaburnya kesempatan ibadah. Kita dapat melihat di negeri-negeri muslim, semaraknya Ramadhan bukan hanya membuat masjid-masjid menjadi ramai, tetapi ekonomi menjadi menggeliat dengan transaksi jual-beli yang ramai. Inilah salah satu berkah bulan Ramadhan, bergetar hati saat bulan Ramadhan, karena saat itu Allah Ta’ala tunjukkan kebesaran dan kebenaran syariat Islam.
Jangan jadi terbalik, justru di Ramadhan ummat ini menjadi target “da’wah” non muslim, karena kita kurang peka dengan kebutuhan saudara-saudara kita, termasuk untuk berbuka puasa.
Di bulan Ramadhan, sudah seharusnya orang-orang muslimlah yang berinisiatif membagi-bagikan kebaikan kepada orang-orang non muslim, termasuk dengan membagi-bagikan makanan, sehingga mereka juga dapat merasakan keagungan syariat Dienul Islam ini. Tempatkan tangan kita diatas, suburkan shadaqah, kenalkan Islam seluas-luasnya, rintis jalan hidayah selebar-lebarnya, sehingga lebih banyak yang merasakan manisnya da’wah Islam.
Semoga Allah Ta’ala menjaga hidayah yang sudah terpatri di hati kita semua.
Allahu Ta’ala ‘A’lam
ada perdebatan dikalangan masyarakat, ada setuju dan ada yg tidak setuju tentang seorang non muslim yg menyediakan makan sahur dan berbuka untuk seorang muslim yg sedang berpuasa… sebenarnya seperti apa hukumnya, dan apa yg harus kita lakukan apabila kita mengalaminya?
Sepertinya tulisan diatas sudah cukup menjawab. Secara hukum boleh saja, tetapi ada beberapa catatan seperti jaminan kehalalan hidangan serta izzah (harga diri) kaum muslimin. Sikap kita tentu mengutamakan makanan yang disediakan oleh sesama muslim.
Allahu Ta’ala ‘A’lam