نعم للعلم والعلمية.. ولا للعلمانية
Ya untuk Ilmu dan Keilmiahan .. Tidak untuk Sekularisme (Bagian Kedua)
Alih Bahasa : Reza Ervani bin Asmanu
Artikel Ya Untuk Ilmu dan Keilmiahan … Tidak Untuk Sekularisme ini termasuk dalam Kategori Tsaqafah Islamiyah
وحسبنا أن أول سورة نزلت في القرآن، بدأت بقوله تعالى {اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ}، وثاني سورة نزلت بدأت بقوله {ن وَالْقَلَمِ وَمَا يَسْطُرُونَ}.
Cukuplah bagi kita bahwa surat pertama yang diturunkan dalam Al-Qur’an dimulai dengan firman Allah: “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan.”, dan surat kedua dimulai dengan: “Nun. Demi pena dan apa yang mereka tulis.”
والقرآن ينشئ “العقلية العلمية”، التي تعتبر التفكر عبادة، والعلم فريضة، وترى الإنسان والتاريخ والكون كله، مسرحا للنظر والتأمل.
Al-Qur’an membentuk “mentalitas ilmiah”, yang memandang bahwa berpikir adalah ibadah, ilmu adalah kewajiban, dan manusia, sejarah, serta seluruh alam semesta merupakan panggung untuk pengamatan dan perenungan.
{وَفِي الْأَرْضِ آيَاتٌ لِّلْمُوقِنِينَ . وَفِي أَنفُسِكُمْ أَفَلَا تُبْصِرُونَ} (سورة الذاريات:٢٠–٢١).
“Dan di bumi itu terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang yang yakin. Dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tidak memperhatikan?” (Surah adz-Dzariyat ayat 20–21).
{أَوَلَمْ يَنظُرُوا فِي مَلَكُوتِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَا خَلَقَ اللَّهُ مِن شَيْءٍ} (سورة الأعراف:١٨٥).
“Dan apakah mereka tidak memperhatikan kerajaan langit dan bumi serta segala sesuatu yang telah diciptakan Allah?” (Surah al-A’raf ayat 185).
{قُلْ سِيرُوا فِي الْأَرْضِ فَانظُرُوا كَيْفَ بَدَأَ الْخَلْقَ} (سورة العنكبوت:٢٠).
“Katakanlah: Berjalanlah di muka bumi, lalu perhatikanlah bagaimana Allah memulai penciptaan.” (Surah al-‘Ankabut ayat 20).
{أَوَلَمْ يَسِيرُوا فِي الْأَرْضِ فَيَنظُرُوا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ} (سورة الروم:٩).
“Maka apakah mereka tidak berjalan di bumi lalu memperhatikan bagaimana kesudahan orang-orang sebelum mereka?” (Surah ar-Rum ayat 9).
{أَفَلَمْ يَسِيرُوا فِي الْأَرْضِ فَتَكُونَ لَهُمْ قُلُوبٌ يَعْقِلُونَ بِهَا أَوْ آذَانٌ يَسْمَعُونَ بِهَا، فَإِنَّهَا لَا تَعْمَى الْأَبْصَارُ وَلَكِن تَعْمَى الْقُلُوبُ الَّتِي فِي الصُّدُورِ} (سورة الحج:٤٦).
“Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu hati mereka tidak dapat memahami atau telinga mereka tidak dapat mendengar? Sesungguhnya bukan mata itu yang buta, tetapi yang buta ialah hati yang di dalam dada.” (Surah al-Hajj ayat 46).
العقلية، التي لا تقبل دعوى، بغير برهان يثبت صحتها، وإلا فدعواه مردودة عليه، كائنا ما كان.
Mentalitas yang tidak menerima klaim tanpa bukti yang sahih yang dapat membuktikan kebenarannya. Jika tidak, maka klaim itu tertolak — siapa pun yang mengajukannya.
{قُلْ هَاتُوا بُرْهَانَكُمْ إِن كُنتُمْ صَادِقِينَ} (سورة البقرة:١١١).
“Katakanlah: Tunjukkan bukti kalian jika kalian orang-orang yang benar.” (Surah al-Baqarah ayat 111).
{فَأْتِ بِهَا إِن كُنتَ مِنَ الصَّادِقِينَ} (سورة الأعراف:١٠٦).
“Maka datangkanlah (bukti) itu jika kamu termasuk orang-orang yang benar.” (Surah al-A’raf ayat 106).
{إِنْ عِندَكُم مِّن سُلْطَانٍ بِهَذَا أَتَقُولُونَ عَلَى اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ} (سورة يونس:٦٨).
“Apakah kalian mempunyai bukti yang jelas tentang ini? Apakah kalian mengatakan terhadap Allah apa yang tidak kalian ketahui?” (Surah Yunus ayat 68).
{قُلْ هَلْ عِندَكُم مِّنْ عِلْمٍ فَتُخْرِجُوهُ لَنَا} (سورة الأنعام:١٤٨).
“Katakanlah: Apakah kalian memiliki ilmu yang dapat kalian tunjukkan kepada kami?” (Surah al-An’am ayat 148).
{نَبِّئُونِي بِعِلْمٍ إِن كُنتُمْ صَادِقِينَ} (سورة الأنعام:١٤٣).
“Beritahukanlah kepadaku berdasarkan ilmu jika kamu memang benar.” (Surah al-An’am ayat 143).
{ائْتُونِي بِكِتَابٍ مِّن قَبْلِ هَذَا أَوْ أَثَارَةٍ مِّنْ عِلْمٍ إِن كُنتُمْ صَادِقِينَ} (سورة الأحقاف:٤).
“Datangkanlah kitab sebelum ini atau peninggalan ilmu jika kamu benar.” (Surah al-Ahqaf ayat 4).
{وَمَا يَتَّبِعُ أَكْثَرُهُمْ إِلَّا ظَنًّا، إِنَّ الظَّنَّ لَا يُغْنِي مِنَ الْحَقِّ شَيْئًا} (سورة يونس:٣٦).
“Dan kebanyakan mereka tidak mengikuti kecuali dugaan belaka. Sesungguhnya dugaan itu tidak berguna sedikit pun untuk mencapai kebenaran.” (Surah Yunus ayat 36).
{وَمَنْ أَضَلُّ مِمَّنِ اتَّبَعَ هَوَاهُ بِغَيْرِ هُدًى مِّنَ اللَّهِ} (سورة القصص:٥٠).
“Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang mengikuti hawa nafsunya tanpa petunjuk dari Allah?” (Surah al-Qashash ayat 50).
{ثُمَّ جَعَلْنَاكَ عَلَىٰ شَرِيعَةٍ مِّنَ الْأَمْرِ فَاتَّبِعْهَا وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَ الَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ} (سورة الجاثية:١٨).
“Kemudian Kami jadikan engkau berada di atas syariat dari urusan (agama), maka ikutilah ia, dan janganlah engkau mengikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui.” (Surah al-Jatsiyah ayat 18).
{أَوَلَوْ كَانَ آبَاؤُهُمْ لَا يَعْلَمُونَ شَيْئًا وَلَا يَهْتَدُونَ} (سورة المائدة:١٠٤).
“Meskipun nenek moyang mereka tidak mengetahui apa pun dan tidak mendapat petunjuk?” (Surah al-Ma’idah ayat 104).
{وَقَالُوا رَبَّنَا إِنَّا أَطَعْنَا سَادَتَنَا وَكُبَرَاءَنَا فَأَضَلُّونَا السَّبِيلَا} (سورة الأحزاب:٦٧).
“Dan mereka berkata: Wahai Tuhan kami, sesungguhnya kami telah menaati para pemimpin dan tokoh kami, lalu mereka menyesatkan kami dari jalan (yang benar).” (Surah al-Ahzab ayat 67).
وحسبنا أن القرآن نوه بالعلم، وأشاد بآثاره في عدد من قصص الأنبياء الكرام. فهو في قصة آدم، المرشح الأول لخلافة الإنسان في الأرض، وبه أثبت آدم تفوقه على الملائكة المقربين.
Cukuplah bagi kita bahwa Al-Qur’an telah mengangkat kedudukan ilmu dan memuji pengaruhnya dalam sejumlah kisah para nabi yang mulia. Dalam kisah Nabi Adam — calon pertama sebagai khalifah di bumi — dengan ilmu itulah ia membuktikan keunggulannya atas para malaikat yang mulia.
وهو في قصة يوسف الذي أنقذ الله به مصر وما حولها من المجاعة الماحقة، نتيجة التخطيط الاقتصادي الزراعي المحكم ـ إنتاجا وادخارا واستهلاكا ـ لمدة خمسة عشر عاما،
Demikian pula dalam kisah Nabi Yusuf, yang dengan ilmu, Allah menyelamatkan Mesir dan wilayah sekitarnya dari kelaparan dahsyat, melalui perencanaan ekonomi pertanian yang matang — mencakup produksi, penyimpanan, dan konsumsi — selama lima belas tahun.
وهو في قصة سليمان، الذي استطاع به صاحبه {الَّذِي عِندَهُ عِلْمٌ مِّنَ الْكِتَابِ} أن يحضر به عرش ملكة سبأ من اليمن إلى الشام، قبل أن يرتد إليه طرفه، وهو ما لم يستطعه {عِفْريتٌ مِّنَ الْجِنِّ}، فدل على أن قوة الإنسان بالعلم تفوق قوة الجن، على ما لهم من قدرات وإمكانات.
Dan dalam kisah Nabi Sulaiman, sahabat beliau yang “memiliki ilmu dari kitab” mampu memindahkan singgasana Ratu Saba’ dari Yaman ke Syam sebelum mata beliau berkedip. Padahal hal itu tidak mampu dilakukan oleh “Ifrit dari golongan jin”. Ini menunjukkan bahwa kekuatan manusia dengan ilmu melebihi kekuatan jin, meskipun jin memiliki kemampuan luar biasa.
{قَالَ الَّذِي عِندَهُ عِلْمٌ مِّنَ الْكِتَابِ أَنَا آتِيكَ بِهِ قَبْلَ أَن يَرْتَدَّ إِلَيْكَ طَرْفُكَ} (سورة النمل:٤٠).
“Berkatalah seseorang yang mempunyai ilmu dari Al-Kitab: ‘Aku akan membawanya kepadamu sebelum matamu berkedip.’” (Surah an-Naml ayat 40).
وفي السنة نرى النبي صلى الله عليه وسلم يحمل على الأوهام والخرافات، التي يعتمد عليها الكهنة والعرافون في الجو الوثني.
Dalam sunnah pun, kita melihat Nabi ﷺ memerangi takhayul dan khurafat yang menjadi andalan para dukun dan peramal dalam suasana jahiliyah yang penuh kesyirikan.
كما أنكر ـ بشدة ـ الاعتماد على التمائم والأحجبة ونحوها، دون أن يبحث عن الدواء المناسب له، معلنا: أن الله لم ينزل داء إلا أنزل له شفاء، علمه من علمه، جهله من جهله.
Beliau juga dengan tegas mengingkari ketergantungan kepada jimat, azimat, dan semacamnya, tanpa mencari pengobatan yang sesuai. Nabi menyatakan bahwa Allah tidak menurunkan penyakit melainkan juga menurunkan obatnya — diketahui oleh yang mengetahui dan tidak diketahui oleh yang belum mengetahuinya.
ونرى الرسول الكريم ينزل عن رأيه الخاص، إلى رأي الخبراء، كما في موقعة بدر، ونزوله على رأي الحباب بن المنذر.
Kita melihat Rasulullah ﷺ meninggalkan pendapat pribadinya dan mengikuti pendapat para ahli, sebagaimana dalam Perang Badar, ketika beliau mengikuti saran dari al-Hubab bin al-Mundzir.
ونراه عليه الصلاة والسلام بعد الهجرة إلى المدينة، يبادر بعمل “إحصاء” للمؤمنين به، ليعرف منه مدى “القوة الضاربة” لديه، فقال: “أحصوا لي عدد من يلفظ بالإسلام” فأحصوا له، فكانوا ألفا وخمسمائة رجل، كما رواه البخاري.
Setelah hijrah ke Madinah, beliau segera melakukan sensus terhadap para pengikutnya untuk mengetahui kekuatan militer yang beliau miliki. Beliau bersabda: “Hitunglah berapa orang yang mengucapkan Islam (syahadat).” Maka dihitunglah mereka, dan jumlahnya seribu lima ratus orang, sebagaimana diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari.
ونراه صلى الله عليه وسلم يعتمد نتائج التجربة في الشئون الفنية المتعلقة بشئون الدنيا، من كيفيات الزراعة والصناعة والتسليح والطب ونحوها، وفي هذا جاء الحديث الصحيح:
Kita juga melihat Nabi ﷺ menerima hasil-hasil eksperimen dalam urusan teknis duniawi seperti pertanian, industri, persenjataan, pengobatan, dan lain-lain. Dalam hal ini beliau bersabda dalam hadits shahih :
“أنتم أعلم بأمر دنياكم”.
“Kalian lebih mengetahui urusan dunia kalian.”
لم تكن هذه التعاليم القرآنية والنبوية حبرا على ورق، فقد آتت أكلها، وقامت في ظلها حضارة شامخة البنيان، وطيدة الأركان، آخت بين الإيمان والعلم، بين العقيدة والفكر، بين الشريعة والحكمة، ولم يصطدم فيها معقول صريح، بمنقول صحيح، بل قرر علماؤها أن العقل أساس النقل، فلو ألغينا العقل ما ثبت لنا نقل ولا وحي، فإن الحقائق الكبرى في الدين، إنما ثبتت بالعقل أولا، قبل أن يثبت الوحي.
Ajaran-ajaran Al-Qur’an dan sunnah ini bukanlah sekadar tinta di atas kertas. Ia telah membuahkan hasil dan melahirkan sebuah peradaban yang megah dan kokoh, yang memadukan antara iman dan ilmu, antara akidah dan pemikiran, antara syariat dan hikmah. Dalam peradaban itu, akal yang murni tidak pernah berbenturan dengan wahyu yang sahih. Bahkan para ulama Islam menetapkan bahwa akal adalah fondasi dari wahyu. Jika akal dibatalkan, maka tidak akan ada landasan untuk menetapkan adanya wahyu. Sesungguhnya kebenaran-kebenaran besar dalam agama ditetapkan terlebih dahulu oleh akal sebelum datangnya wahyu.
Bersambung ke Bagian Berikutnya in sya Allah
Sumber : Qaradawi.Net
Leave a Reply