Hukum Hajr Istri: Di Tempat Tidur atau Keluar dari Rumah ?



الهجر في الفراش والبيت

Hukum Hajr (Menjauhi) Istri: Di Tempat Tidur atau Keluar dari Rumah ?

Alih Bahasa : Reza Ervani bin Asmanu

Artikel Hukum Hajr Istri: Di Tempat Tidur atau Keluar dari Rumah ? ini masuk dalam Kategori Tanya Jawab

السؤال

Pertanyaan:

معنى هجر الزوجة؟ هل في الفراش فقط، بأن يصد عنها أثناء النوم مغاضبا، أم هو عدم معاشرتها جنسيا، أم المبيت في غرفة أخرى، وهل إذا بات عنها في غرفة أخرى بنتيجة غضب، يكون آثما؟ أرجو بيان أحكام ذلك بالتفصيل للحاجة إليه، ولكم وافر التقدير

Apa yang dimaksud dengan hajr (menjauhi) istri? Apakah itu hanya di tempat tidur saja, dengan memalingkan diri darinya saat tidur karena marah? Ataukah maksudnya tidak berhubungan seksual dengannya? Atau tidur di kamar terpisah? Dan apakah seseorang berdosa jika tidur di kamar lain karena marah pada istrinya? Mohon penjelasan hukum tentang hal ini secara rinci karena saya sangat membutuhkannya. Semoga Allah membalas Anda dengan kebaikan.

الإجابــة

Jawaban:

الحمد لله، والصلاة والسلام على رسول الله، وعلى آله وصحبه، أما بعد:

Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga tercurah kepada Rasulullah, keluarga dan para sahabat beliau, amma ba’du:

فهجر الزوجة أحد وسائل إصلاحها عند نشوزها ودليله قوله تعالى :

Hajr (menjauhi) istri merupakan salah satu cara memperbaikinya jika dia melakukan nusyuz (pembangkangan), sebagaimana Firman Allah Ta’ala :

وَاللَّاتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ … {النساء:٣٤}

“Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuz-nya, maka nasehatilah mereka, tinggalkanlah mereka di tempat tidur, dan pukullah mereka…” (Surah an-Nisa: 34)

وقول النبي صلى الله عليه وسلم:

Dan sabda Nabi ﷺ :

ألا واستوصوا بالنساء خيرا، فإنما هن عوان عندكم، ليس تملكون منهن شيئا غير ذلك إلا أن يأتين بفاحشة مبينة، فإن فعلن فاهجروهن في المضاجع، واضربوهن ضربا غير مبرح، فإن أطعنكم فلا تبغوا عليهن سبيلا، ألا إن لكم على نسائكم حقا، ولنسائكم عليكم حقا، فأما حقكم على نسائكم فلا يوطئن فرشكم من تكرهون، ألا وحقهن عليكم أن تحسنوا إليهن في كسوتهن وطعامهن” رواه الترمذي، وقال: هذا حديث حسن صحيح.

“Ingatlah! Berlaku baiklah kalian kepada wanita, karena mereka adalah tawanan di sisi kalian. Kalian tidak memiliki hak atas mereka kecuali jika mereka melakukan perbuatan keji yang nyata. Jika mereka melakukannya, maka jauhilah mereka di tempat tidur dan pukullah mereka dengan pukulan yang tidak menyakitkan. Jika mereka menaati kalian, maka jangan cari-cari alasan untuk menyakiti mereka…” (Hadits Riwayat Imam at-Tirmidzi, ia berkata: Hadits hasan shahih)

ومعنى الهجر الوارد في الآية والحديث هو أن لا يضاجعها ولا يجامعها بل يوليها ظهره في الفراش ، وأما النوم في غرفة أخرى أو خارج البيت ففيه خلاف والراجح جوازه.

Makna hajr dalam ayat dan hadits tersebut adalah tidak menggaulinya dan tidak tidur bersamanya, yaitu memalingkan punggung darinya di atas ranjang. Adapun tidur di kamar lain atau keluar rumah terdapat perbedaan pendapat, dan yang rajih (kuat) adalah bolehnya hal tersebut.

قال في فيض القدير: في شرح حديث: حق المرأة على الزوج أن يطعمها إذا طعم ويكسوها إذا اكتسى ولا يضرب الوجه ولا يقبح.

Disebutkan dalam kitab  Faidh al-Qadir  dalam penjelasan hadits :  “Hak istri atas suami adalah diberi makan jika suami makan, diberi pakaian jika suami berpakaian, tidak dipukul wajahnya, dan tidak dikata-katai buruk…”

قال 🙁 ولا يهجر ) كذا في كثير من النسخ وفي رواية: أن تطعمها إذا طعمت، وتكسوها إذا اكتسيت. ورأيت في أصول صحيحة من كتب كثيرة ولا يهجرها (إلا في البيت) وفي رواية للبخاري: غير أن لا يهجر إلا في البيت.

Dikatakan: “Dan tidak menghajrnya” — demikian terdapat dalam banyak naskah. Dalam satu riwayat disebutkan: “Engkau memberinya makan jika engkau makan, dan memberinya pakaian jika engkau berpakaian.” Aku melihat dalam banyak manuskrip yang valid dari berbagai kitab bahwa disebutkan: “Dan tidak menghajrnya kecuali di dalam rumah.” Dalam riwayat Bukhari: “Tidak menghajrnya kecuali di rumah.”

والحصر الواقع في خبر معاوية هذا غير معمول به بل يجوز الهجر في غير البيوت كما وقع للمصطفى صلى الله عليه وسلم من هجره أزواجه في المشربة، قال ابن حجر : والحق أن ذلك يختلف باختلاف الأحوال فربما كان الهجر في البيت أشق منه في غيره وعكسه، والغالب أن الهجر في غير البيت آلم للنساء لضعف نفوسهن. 

Adapun pembatasan dalam hadits Muawiyah ini tidak dijadikan dasar, karena diperbolehkan menghajr di luar rumah sebagaimana yang dilakukan Nabi ﷺ saat menghajr istri-istrinya dengan tinggal di mushraba (ruang atas). Ibnu hajr berkata: “Yang benar, hal ini bergantung pada kondisi. Bisa jadi menghajr di rumah lebih berat daripada di luar rumah, dan sebaliknya. Umumnya, menghajr di luar rumah lebih menyakitkan bagi perempuan karena lemahnya jiwa mereka.”

واختلف المفسرون في المراد بالهجر فالجمهور على أنه ترك الدخول عليهن والإقامة عندهن على ظاهر الآية من الهجران وهو البعد وظاهره أنه لا يضاجعها، وقيل: يضاجعها ويوليها ظهره، وقيل: يترك جماعها، وقيل: يجامعها ولا يكلمها . 

Para ahli tafsir berbeda pendapat tentang makna hajr. Jumhur (mayoritas ulama) berpendapat bahwa maksudnya adalah tidak masuk menemui istri dan tidak tinggal bersamanya, sebagaimana tampak dari kata “hajr” yang berarti menjauh. Tampak dari ayat tersebut bahwa suami tidak tidur bersamanya. Ada yang mengatakan: suami tetap tidur bersamanya namun memalingkan punggung. Ada juga yang mengatakan: meninggalkan hubungan seksual. Pendapat lain mengatakan: suami tetap menggaulinya namun tidak berbicara dengannya.

انتهى كلامه.

Demikian akhir dari kutipan perkataannya.

ومنه يتبين للسائل معنى الهجر واختلاف أهل العلم فيه وأنه يجوز لمسوغ شرعي كنشوز المرأة.

Dari sini jelas bagi penanya makna hajr (menjauhi istri) serta adanya perbedaan pendapat di kalangan ulama tentang hal itu, dan bahwa hajr dibolehkan jika ada alasan yang dibenarkan secara syar’i, seperti ketika istri melakukan nusyuz (pembangkangan).

والله أعلم.

Wallahu a’lam

Sumber: IslamWeb



Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*


This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.