الموارد المالية للمرأة في الإسلام
Sumber-Sumber Keuangan untuk Perempuan dalam Islam (Bagian Pertama)
Alih Bahasa : Reza Ervani bin Asmanu
Artikel Sumber-Sumber Keuangan untuk Perempuan dalam Islam ini termasuk dalam Pendidikan Keluarga
هذا العنوان يلزمني أن أكتب تفصيلاً لتلك الموارد بلا إجمال لأمرها ، مع بيان لسندها الشرعي الذي لا يأتيه الباطل من بين يديه ولا من خلفه ، لأنه تشريع الحكيم الحميد – سبحانه وتعالى – وحتى نحسم شبهات الطاعنين الذين يحلو لهم اتخاذ شؤون المرأة هدفًا لسهامهم الكليلة التي لن تنال من شرعة الله – تعالى – بحال .
Judul ini menuntut saya untuk menulis secara rinci mengenai sumber-sumber tersebut tanpa menyamarkannya secara umum, dengan penjelasan dalil-dalil syar’inya yang tidak akan dimasuki kebatilan baik dari depan maupun belakang, karena ia merupakan syariat dari Yang Mahabijaksana dan Maha Terpuji – Subhanahu wa Ta’ala. Hal ini juga untuk menepis keraguan para penyerang yang senang menjadikan urusan perempuan sebagai sasaran panah tumpul mereka, yang tidak akan pernah mampu menjatuhkan syariat Allah – Ta‘ala – dalam keadaan apa pun.
وهذا جانب – من جوانب حقوق المرأة في الإسلام – له تحديه الصارم أمام قوانين الأرض جميعًا ليعلم ذو نَصَفَةٍ من الناس أن شرعة الله غالية ، وأنها منصفة ذات عدل ورحمة ، وتلك صورة لما حضرني من موارد المرأة المالية في الإسلام .
Ini adalah salah satu sisi dari hak-hak perempuan dalam Islam, yang secara tegas menantang seluruh hukum buatan manusia di bumi, agar orang-orang yang memiliki keadilan memahami bahwa syariat Allah itu sangat berharga, penuh keadilan dan kasih sayang. Berikut ini adalah gambaran sumber-sumber keuangan yang saya ingat berkaitan dengan perempuan dalam Islam.
1. Hak atas Nafkah
حقها في النفقة عليها : سكنًا وكسوةً ومطعمًا ومشربًا وعلاجًا ، أي ما يغطي حاجاتها جميعًا بالمعروف .
Hak perempuan untuk mendapatkan nafkah: berupa tempat tinggal, pakaian, makanan, minuman, dan pengobatan – yaitu semua kebutuhan pokoknya secara patut.
هذا الحق كفله لها الشرع ، الشريف فألزم به أبويها ، أو عصبتها ، (نشأةً إلى الدخول بها ) ، فلم يُضيعْها كما تفعل القوانين الغربية إذا بلغت الفتاة بينهم سن السادسة عشرة ؛ فإنها لا تُلزم والديها بإيوائها ولا بكفالتها ، وهذا أمر معروف لا يَعْضَى له الكاتبون ضد الإسلام .
Hak ini dijamin oleh syariat yang mulia, dan dibebankan kepada orang tuanya atau kerabat laki-laki terdekatnya (dari masa kecil hingga ia dinikahkan), sehingga ia tidak pernah ditelantarkan seperti yang dilakukan oleh undang-undang barat, yang jika seorang gadis mencapai usia enam belas tahun, maka orang tuanya tidak diwajibkan lagi untuk menampung atau menafkahinya. Ini adalah kenyataan yang diketahui umum dan tidak bisa disangkal oleh para penulis yang memusuhi Islam.
إن الأبوين ، فالعصبة ملزمون بأداء هذا الحق من حقوقها حتى تنتقل بالدخول بها إلى بيت زوجها ؛ فيكون ملزمًا بأداء هذا الحق لها ؛ فإذا فقدت الزوج – لوفاة أو طلاق – كان لهذه الحقوق عودة إلزام إلى الأبوين أو العصبة في حال افتقارها .
Orang tua dan kerabat dekat dari jalur ayah (ʿaṣabah) diwajibkan untuk menunaikan hak ini sampai ia berpindah ke rumah suaminya melalui akad pernikahan. Setelah itu suamilah yang wajib memenuhi hak nafkah tersebut. Namun jika ia kehilangan suami karena wafat atau perceraian, maka kewajiban ini kembali dibebankan kepada orang tua atau kerabatnya, jika ia dalam keadaan membutuhkan.
وهذا الجانب مَنْ الحق المالي بجواره إلزام من يتعلق به هذا الحق بالمحافظة عليها ، وصيانتها ، وتوفير كرامتها . وقد تكفلت مصادر الفقه الإسلامي بتفصيل هذا الحق .
Aspek ini selain sebagai hak finansial, juga membawa konsekuensi wajib bagi pihak yang bertanggung jawab terhadapnya untuk menjaga, melindungi, dan memuliakannya. Sumber-sumber fikih Islam telah menguraikan hak ini secara rinci.
2. Hak Waris
وللمرأة نصيب مالي محدد – من “الميراث” حدده الكتاب العزيز على أي حال كان وضعها : زوجة ، أو جدةً ، أو أمًا ، أو بنتًا ، أو أختًا
Perempuan memiliki bagian harta yang jelas dari warisan, yang ditetapkan oleh Al Quran, apapun statusnya: sebagai istri, nenek, ibu, anak perempuan, atau saudara perempuan.
وفي سورة النساء الآيات الحادية عشرة والثانية عشرة والثالثة عشرة ، ثم آخر آياتها تفصيل لنصيبها في أي أحوالها قال تعالى :
Dalam Surah An-Nisa ayat kesebelas, kedua belas, ketiga belas, dan ayat penutupnya, dijelaskan secara rinci bagian warisan yang diterima oleh perempuan dalam setiap kondisinya. Allah Ta’ala berfirman:
يُوصِيكُمُ اللَّهُ فِي أَوْلَادِكُمْ ۚ لِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْأُنْثَيَيْنِ ۚ فَإِن كُنَّ نِسَاءً فَوْقَ اثْنَتَيْنِ فَلَهُنَّ ثُلُثَا مَا تَرَكَ ۖ وَإِن كَانَتْ وَاحِدَةً فَلَهَا النِّصْفُ ۚ وَلِأَبَوَيْهِ لِكُلِّ وَاحِدٍ مِّنْهُمَا السُّدُسُ مِمَّا تَرَكَ إِن كَانَ لَهُ وَلَدٌ ۚ فَإِن لَّمْ يَكُن لَّهُ وَلَدٌ وَوَرِثَهُ أَبَوَاهُ فَلِأُمِّهِ الثُّلُثُ ۚ فَإِن كَانَ لَهُ إِخْوَةٌ فَلِأُمِّهِ السُّدُسُ ۚ مِن بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصِي بِهَا أَوْ دَيْنٍ ۗ آبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ لَا تَدْرُونَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ لَكُمْ نَفْعًا ۚ فَرِيضَةً مِّنَ اللَّهِ ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيمًا حَكِيمًا (١١)
Allah mewasiatkan kepada kalian tentang (pembagian warisan untuk) anak-anak kalian: bagian seorang anak laki-laki sama dengan bagian dua anak perempuan. Jika anak-anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Jika hanya seorang (perempuan) saja, maka baginya setengah. Dan untuk kedua orang tuanya, masing-masing mendapat seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika almarhum memiliki anak. Jika almarhum tidak memiliki anak dan hanya diwarisi oleh kedua orang tuanya, maka ibunya mendapatkan sepertiga. Jika almarhum memiliki beberapa saudara, maka ibunya mendapatkan seperenam – (semua itu diberikan) setelah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dibayarkan) utangnya. (Ketahuilah bahwa) ayah-ayah kalian dan anak-anak kalian – kalian tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat manfaatnya bagi kalian. Ini adalah ketetapan dari Allah. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha Bijaksana.
وَلَكُمْ نِصْفُ مَا تَرَكَ أَزْوَاجُكُمْ إِن لَّمْ يَكُن لَّهُنَّ وَلَدٌ ۚ فَإِن كَانَ لَهُنَّ وَلَدٌ فَلَكُمُ الرُّبُعُ مِمَّا تَرَكْنَ ۚ مِن بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصِينَ بِهَا أَوْ دَيْنٍ ۚ وَلَهُنَّ الرُّبُعُ مِمَّا تَرَكْتُمْ إِن لَّمْ يَكُن لَّكُمْ وَلَدٌ ۚ فَإِن كَانَ لَكُمْ وَلَدٌ فَلَهُنَّ الثُّمُنُ مِمَّا تَرَكْتُم ۚ مِن بَعْدِ وَصِيَّةٍ تُوصُونَ بِهَا أَوْ دَيْنٍ ۗ وَإِن كَانَ رَجُلٌ يُورَثُ كَلَالَةً أَوِ امْرَأَةٌ وَلَهُ أَخٌ أَوْ أُخْتٌ فَلِكُلِّ وَاحِدٍ مِّنْهُمَا السُّدُسُ ۚ فَإِن كَانُوا أَكْثَرَ مِن ذَٰلِكَ فَهُمْ شُرَكَاءُ فِي الثُّلُثِ ۚ مِن بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصَىٰ بِهَا أَوْ دَيْنٍ غَيْرَ مُضَارٍّ ۚ وَصِيَّةً مِّنَ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَلِيمٌ (١٢)
Dan bagi kalian (para suami), setengah dari harta yang ditinggalkan oleh istri-istri kalian, jika mereka tidak mempunyai anak. Namun jika mereka mempunyai anak, maka kalian mendapatkan seperempat dari harta yang mereka tinggalkan – setelah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dibayarkan) utangnya. Dan bagi mereka (para istri), seperempat dari harta yang kalian tinggalkan jika kalian tidak mempunyai anak. Namun jika kalian mempunyai anak, maka mereka memperoleh seperdelapan dari harta yang kalian tinggalkan – setelah dipenuhi wasiat yang kalian buat atau (dibayarkan) utang kalian. Jika seseorang (laki-laki atau perempuan) yang diwarisi dalam keadaan kalalah (tidak punya ayah dan anak), dan ia mempunyai satu saudara laki-laki atau satu saudara perempuan, maka masing-masing dari keduanya mendapat seperenam. Tetapi jika mereka lebih dari itu, maka mereka bersama-sama mendapat sepertiga – setelah dipenuhi wasiat yang dibuat atau (dibayarkan) utangnya, dengan catatan tidak untuk merugikan (ahli waris). (Itulah) wasiat dari Allah. Dan Allah Maha Mengetahui, Maha Penyantun. (Surah An-Nisa ayat 11–12)
ولا يفوتني – عقب الحديث عن حقها في الميراث – أن أبين هنا أمرين :
Dan tidak boleh saya lewatkan – setelah membahas hak warisnya – untuk menjelaskan di sini dua hal penting:
أولها : أن المرأة ليست ملزمة بنفقة شرعية قِبلَ نفسها ، أو قِبَلَ أحد .
Pertama: Bahwa perempuan tidak dibebani kewajiban nafkah secara syar’i, baik untuk dirinya sendiri maupun untuk orang lain.
ثانيهما : أنها – باعتبار ما كفل لها الشرع الشريف من (ذمة مالية مستقلة) لها أن تستغل مالها بطرق مشروعة ، مما يجعل نصيبها المالي يتضاعف دون أن تنتقصه واجبة عكس الحال في الرجال .
Kedua: Bahwa berdasarkan jaminan syariat mulia tentang hak kepemilikan finansial yang mandiri, perempuan memiliki hak untuk mengelola hartanya sendiri dengan cara yang halal. Hal ini memungkinkan harta miliknya bertambah berlipat tanpa dikurangi oleh kewajiban nafkah — tidak seperti halnya laki-laki.
Bersambung ke bagian berikutnya in sya Allah
Sumber : IslamWeb
Leave a Reply