مَا مِنْكُم مِنْ أَحَدٍ إِلَّا سَيُكَلِّمُهُ رَبُّهُ
Tidak Ada Seorangpun Melainkan Pasti Diajak Bicara Rabbnya (Bagian Ketiga)
Alih Bahasa : Reza Ervani bin Asmanu
Artikel Tiap Kalian Pasti Diajak Bicara Oleh Rabbnya ini termasuk dalam Kategori Aqidah
وفي الحديث:
Dalam hadits :
(ما مِنكُم أحَدٌ إلَّا سَيُكَلِّمُه رَبُّه)
(Tidak seorang pun di antara kalian melainkan pasti akan diajak bicara oleh Rabbnya)
إثبات صفة الكلام لله تعالى، على ما يليق بجلال الله وعظمته، فالله سبحانه يتكلم كما شاء بما شاء، لا يماثل كلام المخلوقين.. والأدلة على ذلك من الآيات القرآنية والأحاديث النبوية الصحيحة، ومِنْ أقوال علماء أهل السُنة كثيرة، ومِنْ ذلك:
terdapat penetapan sifat kalam bagi Allah Ta’ala, sesuai dengan keagungan dan kebesaran-Nya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berbicara sebagaimana Dia kehendaki dan dengan apa yang Dia kehendaki, dan perkataan-Nya tidak menyerupai perkataan makhluk. Dalil tentang hal ini terdapat dalam ayat-ayat Al-Quran, hadits-hadits Nabi yang sahih, serta dalam perkataan para ulama Ahlus Sunnah, di antaranya adalah:
أولا: الأدلة من القرآن الكريم على إثبات صفة الكلام لله عز وجل:
Pertama: Dalil dari Al-Quran tentang Penetapan Sifat Kalam bagi Allah ‘Azza wa Jalla:
1 ـ قال الله تعالى: {وَكَلَّمَ اللَّهُ مُوسَى تَكْلِيمًا} (النساء:١٦٤).
1 – Allah Ta’ala berfirman: {Dan Allah telah berbicara kepada Musa dengan langsung} (An-Nisa: 164).
قال ابن كثير: “َوهذا تَشْرِيفٌ لِموسى عليه السَّلام، بهذه الصفة، ولهذا يُقال له: الكليم. وقد قال الحافظ أبو بكر بن مردويه: حدثنا أحمد بن محمد بن سليمان المالكي.. قال: جاء رجل إلى أبي بكر بن عياش فقال: سمعتُ رجلا يقرأ: {وَكَلَّمَ اللَّهَ مُوسَى تَكْلِيمًا} فقال أبو بكر: ما قرأ هذا إلا كافر، قرأتُ على الأعمش، وقرأ الأعمش على يحيى بن وثاب، وقرأ يحيى بن وثاب على أبي عبد الرحمن السُلمي، وقرأ أبو عبد الرحمن، على عليّ بن أبي طالب، وقرأ عليّ بن أبي طالب على رسول الله صلى الله عليه وسلم: {وَكَلَّمَ اللَّهُ مُوسَى تَكْلِيمًا}. وإنما اشتد غضب أبي بكر بن عياش رحمه الله، على مَنْ قرأ كذلك لأنه حرَّف لفظ القرآن ومعناه، وكان هذا من المعتزلة الذين ينكرون أن يكون اللهُ كلم موسى عليه السلام، أو يكلم أحداً مِنْ خَلْقِه، كما رويناه عن بعض المعتزلة أنه قرأ على بعض المشايخ: {وَكَلَّمَ اللَّهَ مُوسَى تَكْلِيمًا} فقال له: يا ابن اللخناء، فكيف تصنع بقوله تعالى:
Ibnu Katsir berkata: “Ini adalah bentuk pemuliaan bagi Musa ‘alaihis salam dengan sifat ini, dan karena itulah ia disebut ‘Kalīmullah’ (yang diajak berbicara langsung oleh Allah). Al-Hafizh Abu Bakr bin Mardawaih berkata: Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Muhammad bin Sulaiman al-Maliki… Ia berkata: Seorang laki-laki datang kepada Abu Bakr bin ‘Ayyasy dan berkata: Aku mendengar seseorang membaca {Wa kallamallāha Mūsā taklīmā}, maka Abu Bakr berkata: ‘Tidak ada yang membaca seperti ini kecuali kafir. Aku membaca kepada Al-A‘masy, dan Al-A‘masy membaca kepada Yahya bin Watsab, dan Yahya bin Watsab membaca kepada Abu Abdurrahman As-Sulami, dan Abu Abdurrahman membaca kepada Ali bin Abi Thalib, dan Ali bin Abi Thalib membaca kepada Rasulullah ﷺ: {Wa kallamallāhu Mūsā taklīmā}.’ Besarnya kemarahan Abu Bakr bin ‘Ayyasy rahimahullah terhadap orang yang membaca demikian adalah karena ia telah merubah lafaz dan makna Al-Quran. Orang itu adalah dari kalangan Mu’tazilah yang mengingkari bahwa Allah telah berbicara kepada Musa ‘alaihis salam atau kepada makhluk-Nya. Sebagaimana telah kami riwayatkan dari sebagian Mu’tazilah bahwa ia membaca kepada salah satu masyayikh {Wa kallamallāha Mūsā taklīmā}, lalu sang guru berkata: ‘Wahai anak yang busuk! Bagaimana engkau akan berbuat terhadap Firman Allah Ta’ala :
{وَلَمَّا جَاءَ مُوسَى لِمِيقَاتِنَا وَكَلَّمَهُ رَبُّهُ} (الأعْراف:١٤٣)، يعني: أن هذا لا يحتمل التحريف ولا التأويل”.
{Dan tatkala Musa datang untuk (munajat) pada waktu yang telah Kami tentukan, dan Rabbnya berbicara kepadanya} (Al-A‘raf: 143),’ yang artinya ayat ini tidak mungkin ditahrif atau dita’wil.”
وقال السعدي: “وأنه كلم موسى تكليما أي: مشافهة منه إليه، لا بواسطة، حتى اشتهر بهذا عند العالمين فيقال “موسى كليم الرحمن”.
As-Sa‘di berkata: “Bahwa Allah berbicara kepada Musa secara langsung, tanpa perantara, hingga ia terkenal di seluruh alam dengan sebutan ‘Musa Kalim ar-Rahman’.”
وقال البغوي: “العرب تسمي ما يوصل إلى الإنسان كلاما بأي طريق وصل، ولكن لا تحققه بالمصدر، فإذا حقق بالمصدر لم يكن إلا حقيقة الكلام”.
Al-Baghawi berkata: “Orang Arab menyebut segala sesuatu yang sampai kepada manusia sebagai ‘kalam’ (perkataan) dengan cara apa pun ia sampai, tetapi tidak membenarkannya dengan bentuk mashdar. Jika dibenarkan dengan bentuk mashdar, maka itu tidak lain adalah hakikat dari perkataan yang sebenarnya.”
2 ـ قال تعالى: {فَلَمَّا أَتَاهَا نُودِيَ مِنْ شَاطِئِ الْوَادِ الْأَيْمَنِ فِي الْبُقْعَةِ الْمُبَارَكَةِ مِنَ الشَّجَرَةِ أَنْ يَا مُوسَى إِنِّي أَنَا اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ} (القصص:٣٠).
2 – Allah Ta’ala berfirman: {Maka tatkala ia datang ke sana (tempat api itu), diserulah ia dari pinggir lembah sebelah kanan pada tempat yang diberkahi dari sebatang pohon: “Wahai Musa, sesungguhnya Aku adalah Allah, Rabb semesta alam”} (Al-Qashash: 30).
قال ابن كثير: “قوله تعالى: {أَنْ يَا مُوسَى إِنِّي أَنَا اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ} أي: الذي يخاطبك ويكلمك هو رب العالمين، الفعَّال لما يشاء، لا إله غيره، ولا رب سواه، تعالى وتقدَّس وتنزَّه عن مماثلة المخلوقات في ذاته وصفاته، وأقواله وأفعاله سبحانه”.
Ibnu Katsir berkata: “Firman Allah Ta’ala: {Wahai Musa, sesungguhnya Aku adalah Allah, Rabb semesta alam} maksudnya adalah bahwa yang berbicara kepadamu dan menyampaikan kalam kepadamu adalah Rabb semesta alam, yang Maha berkuasa melakukan apa saja yang Dia kehendaki. Tidak ada ilah selain-Nya, dan tidak ada Rabb selain Dia. Mahatinggi, Mahasuci, dan Maha bebas dari segala keserupaan dengan makhluk dalam Dzat-Nya, sifat-sifat-Nya, perkataan-Nya, dan perbuatan-Nya.”
3 ـ قال الله تعالى: {وَإِنْ أَحَدٌ مِنْ الْمُشْرِكِينَ اسْتَجَارَكَ فَأَجِرْهُ حَتَّى يَسْمَعَ كَلَامَ اللَّهِ ثُمَّ أَبْلِغْهُ مَأْمَنَهُ} (التوبة:٦).
3 – Allah Ta’ala berfirman: {Dan jika seorang di antara orang-orang musyrikin meminta perlindungan kepadamu, maka lindungilah dia supaya ia dapat mendengar kalam Allah, kemudian antarkanlah dia ke tempat yang aman baginya} (At-Taubah: 6).
قال ابن كثير: “{اسْتَجَارَكَ} أي: استأمنك، فأجبه إلى طلبته {حَتَّى يَسْمَعَ كَلَامَ اللَّهِ} أي: القرآن”.
Ibnu Katsir berkata: “Kata {استجارك} artinya adalah meminta perlindungan kepadamu, maka penuhilah permintaannya itu {supaya ia dapat mendengar kalam Allah} yaitu Al-Quran.”
وقال السعدي: “وفي هذا حُجة صريحة لمذهب أهل السُنة والجماعة، القائلين بأن القرآن كلام الله غير مخلوق، لأنه تعالى هو المتكلم به، وأضافه إلى نفسه إضافة الصفة إلى موصوفها”.
As-Sa‘di berkata: “Ayat ini merupakan hujjah yang tegas bagi madzhab Ahlus Sunnah wal Jamaah yang berpendapat bahwa Al-Quran adalah kalam Allah yang bukan makhluk, karena Allah Ta’ala adalah Dzat yang berbicara dengannya, dan Dia menisbahkannya kepada diri-Nya sebagaimana penisbahan sifat kepada yang disifati.”
وقال ابن تيمية في “العقيدة الواسطية”: “ومِنَ الإيمان بالله وكتبه: الإيمان بأن القرآن كلام الله، مُنَزَّل، غير مخلوق، منه بدأ، وإليه يعود، وأن الله تكلم به حقيقة، وأن هذا القرآن الذي أنزله على مُحَمَّد صلى الله عليه وسلم هو كلام الله حقيقة، لا كلام غيره”.
Ibnu Taimiyah dalam Al-‘Aqidah Al-Wasithiyyah berkata: “Termasuk iman kepada Allah dan kitab-kitab-Nya adalah beriman bahwa Al-Quran adalah kalam Allah yang diturunkan, bukan makhluk, darinya ia bermula, dan kepada-Nya ia kembali. Allah benar-benar berbicara dengannya, dan Al-Quran yang diturunkan kepada Muhammad ﷺ adalah kalam Allah secara hakiki, bukan kalam selain-Nya.”
وقال الشيخ ابن عثيمين: “القرآن كلام الله”.
Syaikh Ibnu ‘Utsaimin berkata: “Al-Quran adalah kalam Allah.”
Bersambung ke bagian berikutnya in sya Allah
Sumber: IslamWeb
Leave a Reply