Rencana “Tanzhim” Israel (11)



مخططات “التنظيم” الإسرائيلية: الأداة الكامنة لدمج الأراضي الفلسطينية المحتلة في إسرائيل

Rencana “Tanzhim” Israel: Alat Tersembunyi untuk Mengintegrasikan Tanah Palestina yang Diduduki ke dalam Israel (Bagian Kesebelas)

Penulis: Ali al-Jarbawi dan Rami Abdul Hadi

Alih Bahasa : Reza Ervani bin Asmanu

Artikel Rencana “Tanzhim” Israel ini masuk dalam Kategori Sejarah Palestina

مخططات التنظيم الهيكلية

Rencana Tata Ruang Struktural

لم تواجه السلطة المحتلة، في مسعاها لتحقيق أهداف تخطيطها الاستيعابي للضفة المحتلة، “عوائق” كبيرة من قبل مدن الضفة. فبالإضافة إلى محدودية عدد هذه المدن وتفرق بعضها عن بعض، وتبعثرها في مختلف مناطق الضفة، يوجد لمعظمها مخططات هيكلية معدة إما في عهد الانتداب وإما خلال الحقبة الأردنية، ومصدقة وفقاً لمخططات كاندل الإقليمية. وبما أن المساحة التنظيمية للمخططات الموجودة كانت محدودة أصلاً، استطاعت السلطة المحتلة أن “تضبط” التوسع العمراني للمدن من خلال فرض التزام العمل بمقتضى هذه المخططات، والتحكم في إمكان إعداد مخططات جديدة لتوسيع حدود التنظيم المحلي.

Dalam upayanya mewujudkan tujuan perencanaan yang bersifat menyerap dan menguasai Tepi Barat, otoritas pendudukan tidak menghadapi banyak “hambatan” dari kota-kota di wilayah tersebut. Selain karena jumlah kota di Tepi Barat memang terbatas, letaknya juga terpencar-pencar dan tersebar di berbagai wilayah. Kebanyakan kota tersebut sudah memiliki rencana struktural, baik yang disusun pada masa Mandat Inggris maupun pada masa pemerintahan Yordania, dan disahkan sesuai dengan rencana regional Kendall. Karena luas area yang ditetapkan dalam rencana-rencana lama itu sudah sempit sejak awal, otoritas pendudukan dapat dengan mudah “mengendalikan” ekspansi perkotaan dengan cara mewajibkan berlakunya rencana-rencana tersebut, sekaligus mengontrol kemungkinan penyusunan rencana baru untuk memperluas batas tata ruang lokal.

لكن قرى الضفة، بعددها الكبير وانتشارها الكثيف، شكلت مبعث قلق للسلطة الإسرائيلية، وخصوصاً أنه لم يتوفر لجهاز التنظيم مخططات هيكلية قديمة لها، كي يتم التشبث بها وتوظيفها لخنق إمكانات التطور العمراني في الريف الفلسطيني. فجميع قرى الضفة، باستثناء قرية واحدة هي الطيبة، كانت عند وقوع الاحتلال من دون مخططات هيكلية. وكان البناء فيها يتم وفقاً لأحكام المخططات الإقليمية التي أعدها كاندل، والتي كانت تسمح بالبناء في المناطق الزراعية خارج حدود جذر القرى بشروط سهلة.

Namun, desa-desa di Tepi Barat—dengan jumlahnya yang besar dan penyebarannya yang padat—menjadi sumber kekhawatiran bagi otoritas Israel. Hal ini terutama karena badan perencanaan tidak memiliki rencana struktural lama yang bisa dijadikan dasar untuk membatasi pembangunan desa-desa tersebut. Semua desa di Tepi Barat, kecuali satu desa yaitu al-Tayyibah, ketika pendudukan terjadi tidak memiliki rencana struktural. Pembangunan di desa-desa itu hanya mengikuti aturan rencana regional yang disusun Kendall, yang sebenarnya masih memberi kelonggaran: memperbolehkan pembangunan di lahan pertanian di luar inti desa dengan syarat-syarat yang ringan.

وجدت السلطة الإسرائيلية أن تحقيق أهداف تخطيطها الاستيعابي للضفة المحتلة يستند إلى القيام بخطوات تحكم سيطرتها على النمو والتوسع العمراني في الريف الفلسطيني. ولذلك، كانت دائرة التنظيم المركزية، في الوقت الذي نشرت المخطط الإقليمي لمنطقة المركز، قد أوكلت إلى مكتب المهندس الإسرائيلي شمشوني مهمة إعداد مخططات هيكلية لـ 180 قرية عربية في وسط الضفة وجنوبها. وجرى العمل على إعداد هذه المخططات وفقاً للشروط والأحكام التي تضمنها المخطط الإقليمي لمنطقة المركز، والمخطط الإقليمي للطرق الذي نشر سنة 1983، وعلى أساس العمل قدر المستطاع على حصر الحدود التنظيمية للقرى بمناطقها ذات البناء الكثيف فقط. وطبعاً، لم يتم أخذ المواصفات الدولية المتعارف عليها لعملية التخطيط التنموي لهذه التجمعات، في أي اعتبار.

Otoritas Israel menyadari bahwa pencapaian tujuan perencanaan integratifnya di Tepi Barat bergantung pada langkah-langkah yang memungkinkan mereka mengendalikan pertumbuhan dan ekspansi pembangunan di pedesaan Palestina. Karena itu, bersamaan dengan diterbitkannya rencana regional untuk Kawasan Tengah, Dinas Penataan Pusat menyerahkan kepada kantor insinyur Israel bernama Shamshoni tugas menyiapkan rencana struktural untuk 180 desa Arab di kawasan tengah dan selatan Tepi Barat. Pengerjaannya dilakukan sesuai dengan syarat-syarat yang tercantum dalam rencana regional Kawasan Tengah dan rencana regional jalan yang diterbitkan tahun 1983, dengan prinsip utama membatasi batas tata ruang desa hanya pada area yang sudah sangat padat bangunan. Sudah tentu, standar internasional yang lazim dalam perencanaan pembangunan untuk komunitas pedesaan sama sekali tidak diperhatikan.

بعد انتهاء شمشوني من إعداد مخططات قرى وسط الضفة وجنوبها، سنة 1983، تم التعاقد معه ثانية سنة 1984 ليقوم، وعلى الأسس نفسها، بإعداد مخططات هيكلية لـ 103 قرى في منطقة شمال الضفة. وعندما أتم شمشوني مهمته سنة 1985 وأعلنت جميع المخططات، ثارت معارضة فلسطينية عارمة عليها. وقام عدد من القرى بمحاولة التصدي لمخططات شمشوني من خلال المبادرة إلى إعداد مخططات هيكلية مقابلة للمخططات التي أعدها، بحيث تستجيب للمتطلبات الحقيقية لنمو هذه القرى وتطورها المستقبلي. وكان من نتائج هذه المحاولة عدم تمكن دائرة التنظيم المركزية من إيداع أي من مخططات شمشوني للتصديق النهائي عليها، حتى بداية اندلاع الانتفاضة الفلسطينية أواخر سنة 1987. وهكذا، بقيت قرى الضفة من ناحية فعلية على وضعها السابق، إلا إن إجراءات الحصول على تراخيص بناء أصبحت، بعد إعداد مخططات شمشوني، أكثر صعوبة وتعقيداً مما كانت عليه سابقاً. وفي الواقع، أصبحت دائرة التنظيم المركزية تطبق فعلياً أحكام مخططات شمشوني غير المصدقة على الطلبات المقدمة للحصول على رخص بناء في القرى الفلسطينية.

Setelah menyelesaikan rencana desa-desa di kawasan tengah dan selatan Tepi Barat pada tahun 1983, Shamshoni kembali dikontrak pada tahun 1984 untuk menyiapkan rencana struktural bagi 103 desa di kawasan utara Tepi Barat dengan dasar yang sama. Ketika Shamshoni menuntaskan pekerjaannya pada tahun 1985 dan semua rencana diumumkan, timbul gelombang penolakan besar dari pihak Palestina. Sejumlah desa berinisiatif menyusun rencana struktural tandingan untuk menanggapi rencana Shamshoni, agar benar-benar sesuai dengan kebutuhan nyata pertumbuhan dan perkembangan masa depan desa-desa tersebut. Hasil dari perlawanan ini adalah kegagalan Dinas Penataan Pusat untuk mengajukan rencana Shamshoni mana pun ke tahap pengesahan final, hingga pecahnya Intifada Palestina pada akhir tahun 1987. Dengan demikian, secara de facto desa-desa Tepi Barat tetap berada pada kondisi sebelumnya. Namun, prosedur untuk mendapatkan izin bangunan setelah adanya rencana Shamshoni menjadi jauh lebih sulit dan rumit dibandingkan sebelumnya. Faktanya, Dinas Penataan Pusat mulai menerapkan isi rencana Shamshoni yang belum disahkan tersebut pada permohonan izin bangunan yang diajukan oleh desa-desa Palestina.

Bersambung ke bagian berikutnya in sya Allah

Sumber: Majalah ad Dirasaat Al Filisthiniyyah Edisi Musim Semi Tahun 1990



Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*


This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.