Hukum Bekerja di Kantor Pajak



حكم العمل في مصلحة الضرائب

Hukum Bekerja di Kantor Pajak

Alih Bahasa : Reza Ervani bin Asmanu

Artikel Hukum Bekerja di Kantor Pajak ini masuk dalam Kategori Tanya Jawab

السؤال

Pertanyaan:

أحبكم في الله.

Aku mencintaimu karena Allah.

عندي سؤال: أنا من الجزائر، عمري 25 سنة، رزقني الله -وله الحمد- الاستقامة على طريقة، وسنة المصطفى صلى الله عليه وسلم.

Saya punya pertanyaan: saya dari Aljazair, berusia 25 tahun. Allah telah menganugerahkan kepadaku – alhamdulillah – istiqamah di atas jalan Sunnah Nabi ﷺ.

والدي من المحافظين على الصلاة، وخاصة صلاة الفجر، وهو الذي رباني على الصلاة، والصدقة، والإحسان. ونحن نعيش في مدينه صغيرة (قرية) فيها من الجهل، والبدع، الله المستعان، حتى من هو على السنة، يقولون له: يا بولحية (يا صاحب اللحية) ليس لدينا إمام، أو مشايخ على السنة.

Ayahku termasuk orang yang menjaga shalat, khususnya shalat Subuh. Beliaulah yang mendidikku untuk shalat, bersedekah, dan berbuat baik. Kami tinggal di sebuah kota kecil (desa) yang banyak kejahilan dan bid’ah, Allahul musta’an. Bahkan orang yang mengikuti sunnah pun dicemooh, dipanggil: “Ya bulihya” (wahai orang berjenggot). Kami tidak memiliki imam atau ulama yang berpegang pada sunnah.

الوالد عنده 52 سنة، يعمل في مصلحة الضرائب، لكن هذه الأيام قرأت فتوى لشيخ: أبو عبد المعز، محمد علي بن بوزيد بن علي فركوس، وهو جزائري على مذهب السنة والجماعة، يقول إن هذا العمل محرم.

Ayahku berusia 52 tahun, bekerja di kantor pajak. Baru-baru ini aku membaca fatwa seorang syekh bernama Abu Abdul Mu’iz Muhammad Ali bin Buzid bin Ali Farkus, seorang ulama Aljazair di atas manhaj Ahlus Sunnah wal Jama’ah, yang mengatakan bahwa pekerjaan ini haram.

هذا نص الفتوى http://ferkous.com/home/?q=fatwa-6

Ini teks fatwanya: http://ferkous.com/home/?q=fatwa-6

ونحن كما تعلم في دولة علمانية، لا نعرف الحلال من الحرام، وخاصة الأعمال التي فيها شبهات.

Sebagaimana engkau tahu, kami hidup di negara sekuler, sulit membedakan halal dan haram, terutama pekerjaan yang mengandung syubhat.

أريد منكم الرد، وكيفية التوبة من هذا العمل، وما يترتب عليه؛ لأن الوالد لا يعرف أنه محرم، وحتى الشباب المتخرجون من الجامعة يسجلون في مسابقة التوظيف في هذه المصلحة بالآلاف.

Aku ingin meminta jawabanmu, bagaimana cara bertaubat dari pekerjaan ini, dan apa konsekuensinya. Karena ayahku tidak tahu bahwa pekerjaan itu haram. Bahkan para pemuda lulusan universitas pun mendaftar dalam ribuan orang untuk mengikuti seleksi kerja di kantor pajak ini.

لعلمك يا شيخ الوالد يأخذ أجرا معتبرا، وهو يوشك على التقاعد، وهنالك منحة التقاعد كل شهر، وهي معتبرة.

Perlu engkau tahu wahai syekh, ayahku mendapatkan gaji yang cukup besar, dan ia hampir pensiun. Ada pula tunjangan pensiun bulanan yang cukup besar.

فأفدنا يا شيخ، إني لا أنام الليل من التفكير.
بارك الله فيكم.

Maka tolong berilah kami penjelasan wahai syekh. Aku sampai tidak bisa tidur di malam hari memikirkannya.
Barakallahu fikum.

الإجابــة

Jawaban:

الحمد لله، والصلاة والسلام على رسول الله، وعلى آله وصحبه، أما بعد:

Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga tercurah kepada Rasulullah, keluarga dan para sahabatnya, amma ba’du:

فالعمل في الضرائب، ينبني حكمه، على حكم الضرائب ذاتها، فمنها ما هو مباح، يجوز العمل فيه، وأخذ الراتب عليه، ومنها ما هو محرم، لا يجوز العمل فيه، ولا أخذ الراتب عليه. وقد سبق لنا بيان ذلك، مع التنبيه على أن تنزيل هذا الحكم على واقع كل بلد، يُرجع فيه إلى أهل العلم في هذا البلد.

Hukum bekerja di kantor pajak bergantung pada hukum pajak itu sendiri. Sebagiannya ada yang mubah, boleh bekerja di dalamnya dan gajinya halal. Sebagiannya lagi haram, sehingga tidak boleh bekerja di dalamnya dan gajinya juga haram. Hal ini telah kami jelaskan sebelumnya, dengan penegasan bahwa penerapan hukum ini pada realitas suatu negara dikembalikan kepada ulama di negeri tersebut.

ونبهنا أيضا على أن النوع المحرم من الضرائب، إذا عمل فيه المسلم بقصد تخفيف الظلم، ورفع ما يقدر عليه منه، فلا حرج عليه في ذلك، بل هو مأجور على قصده، وسعيه. وراجع في ذلك الفتاوى التالية

Kami juga telah mengingatkan bahwa jenis pajak yang haram, apabila seorang Muslim bekerja di dalamnya dengan tujuan meringankan kezaliman dan mengurangi sebisanya, maka tidak mengapa baginya, bahkan ia diberi pahala atas niat dan usahanya. Silakan merujuk fatwa-fatwa berikut :

ولمزيد إيضاح هذا الأمر، ننقل جوابا متينا لشيخ الإسلام ابن تيمية، حيث سئل -رحمه الله- عن رجل متول ولايات، ومقطع إقطاعات، وعليها من الكلف السلطانية ما جرت به العادة، وهو يختار أن يسقط الظلم كله، ويجتهد في ذلك بحسب ما قدر عليه، وهو يعلم أنه إن ترك ذلك وأقطعها غيره، وولى غيره، فإن الظلم لا يترك منه شيء؛ بل ربما يزداد، وهو يمكنه أن يخفف تلك المكوس التي في إقطاعه، فيسقط النصف، والنصف الآخر جهة مصارف لا يمكنه إسقاطه، فإنه يطلب منه لتلك المصارف عوضها، وهو عاجز عن ذلك، لا يمكنه ردها.

Untuk memperjelas masalah ini, kami nukilkan jawaban yang kuat dari Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, ketika beliau ditanya –rahimahullah– tentang seorang laki-laki yang memegang jabatan pemerintahan dan memiliki wilayah konsesi, yang dibebani dengan kewajiban pajak kerajaan sebagaimana biasanya. Ia berkeinginan menghapus semua bentuk kezaliman, dan berusaha semaksimal mungkin sesuai kemampuannya. Ia mengetahui bahwa jika ia melepaskan jabatan itu lalu diserahkan kepada orang lain, maka kezaliman tidak akan berkurang, bahkan bisa jadi bertambah. Ia mampu meringankan pajak yang ada di wilayahnya, dengan menghapus setengahnya, sedangkan setengah lainnya adalah untuk kepentingan yang tidak bisa ia hapus. Ia diminta mengganti biaya itu, namun tidak sanggup.

فهل يجوز لمثل هذا بقاؤه على ولايته وإقطاعه؟ وقد عرفت نيته واجتهاده، وما رفعه من الظلم بحسب إمكانه، أم عليه أن يرفع يده عن هذه الولاية والإقطاع، وهو إذا رفع يده لا يزول الظلم، بل يبقى ويزداد. فهل يجوز له البقاء على الولاية، والإقطاع كما ذكر؟ وهل عليه إثم في هذا الفعل؟ أم لا؟ وإذا لم يكن عليه إثم، فهل يطالب على ذلك؟ أم لا؟ وأي الأمرين خير له: أن يستمر مع اجتهاده في رفع الظلم وتقليله، أم رفع يده مع بقاء الظلم وزيادة. وإذا كانت الرعية تختار بقاء يده؛ لما لها في ذلك من المنفعة به، ورفع ما رفعه من الظلم. فهل الأولى له أن يوافق الرعية؟ أم يرفع يده والرعية تكره ذلك؛ لعلمها أن الظلم يبقى ويزداد برفع يده؟

Maka, apakah boleh baginya tetap memegang jabatan dan wilayah itu, padahal niat dan usahanya sudah diketahui, serta ia telah mengurangi kezaliman sesuai kemampuannya? Ataukah ia harus melepaskan jabatan tersebut, walaupun dengan melepaskannya kezaliman tidak hilang, bahkan tetap ada dan bertambah? Bolehkah ia tetap memegang jabatan dan wilayah tersebut sebagaimana disebutkan? Apakah ia berdosa karena perbuatannya ini atau tidak? Jika tidak berdosa, apakah ia akan diminta pertanggungjawaban atau tidak? Mana yang lebih utama baginya: tetap melanjutkan dengan berusaha mengurangi kezaliman, atau melepaskannya dengan tetap bertambahnya kezaliman? Jika rakyat lebih memilih ia tetap memegang jabatan karena mendapat manfaat darinya dan berkurangnya sebagian kezaliman, maka apakah lebih utama baginya mengikuti pilihan rakyat, atau melepaskan jabatannya meski rakyat membencinya karena tahu kezaliman akan bertambah jika ia melepaskannya?

فأجاب -رحمه الله -: الحمد لله، نعم إذا كان مجتهدا في العدل، ورفع الظلم بحسب إمكانه، وولايته خير وأصلح للمسلمين من ولاية غيره، واستيلاؤه على الإقطاع، خير من استيلاء غيره كما قد ذكر: فإنه يجوز له البقاء على الولاية والإقطاع، ولا إثم عليه في ذلك؛

Beliau –rahimahullah– menjawab: Segala puji bagi Allah. Ya, jika ia bersungguh-sungguh dalam menegakkan keadilan dan mengurangi kezaliman sesuai kemampuannya, dan kepemimpinannya lebih baik serta lebih maslahat bagi kaum Muslimin daripada kepemimpinan orang lain, serta kekuasaannya atas wilayah itu lebih baik daripada dikuasai orang lain sebagaimana disebutkan, maka boleh baginya tetap memegang jabatan dan wilayah itu, dan tidak ada dosa atasnya.

بل بقاؤه على ذلك، أفضل من تركه إذا لم يشتغل إذا تركه بما هو أفضل منه. وقد يكون ذلك عليه واجبا، إذا لم يقم به غيره، قادرا عليه. فنشر العدل بحسب الإمكان، ورفع الظلم بحسب الإمكان، فرض على الكفاية، يقوم كل إنسان بما يقدر عليه من ذلك إذا لم يقم غيره في ذلك مقامه، ولا يطالب والحالة هذه بما يعجز عنه من رفع الظلم.

Bahkan keberadaannya di posisi tersebut lebih baik daripada ia meninggalkannya, selama jika ia meninggalkan tidak digantikan dengan sesuatu yang lebih baik. Bahkan terkadang bisa menjadi wajib baginya jika tidak ada orang lain yang mampu melakukannya. Menegakkan keadilan sesuai kemampuan dan mengurangi kezaliman sesuai kemampuan adalah fardhu kifayah; setiap orang mengerjakan sesuai kadar kemampuannya jika tidak ada orang lain yang melaksanakannya. Ia tidak dituntut atas apa yang tidak mampu ia lakukan dalam menghapus kezaliman.

وما يقرره الملوك من الوظائف التي لا يمكنه رفعها، لا يطالب بها، وإذا كانوا هم ونوابهم يطلبون أموالا، لا يمكن دفعها إلا بإقرار بعض تلك الوظائف، وإذا لم يدفع إليهم أعطوا تلك الإقطاعات والولاية لمن يقرر الظلم، أو يزيده، ولا يخففه: كان أخذ تلك الوظائف ودفعها إليهم، خيرا للمسلمين من إقرارها كلها، ومن صرف من هذه إلى العدل والإحسان، فهو أقرب من غيره، ومن تناوله من هذا شيء، أبعد عن العدل والإحسان من غيره، 

Adapun kewajiban yang ditetapkan para penguasa yang tidak mampu ia hapus, ia tidak akan dituntut karenanya. Jika para penguasa dan pejabatnya menuntut harta yang tidak mungkin ditolak kecuali dengan menetapkan sebagian kewajiban itu, maka jika ia tidak menyerahkannya, mereka akan memberikan jabatan itu kepada orang lain yang akan menetapkan kezaliman lebih banyak, tidak menguranginya. Maka mengambil kewajiban tersebut dan menyerahkannya kepada mereka lebih baik bagi kaum Muslimin daripada membiarkan semuanya, dan siapa pun yang menyalurkan sebagian darinya kepada keadilan dan kebaikan, maka ia lebih dekat kepada kebenaran daripada yang lain. Siapa pun yang mengambil bagian dari itu dengan niat baik, maka ia lebih jauh dari keadilan dan kebaikan daripada orang lain.

والمقطع الذي يفعل هذا الخير، يرفع عن المسلمين ما أمكنه من الظلم، ويدفع شر الشرير بأخذ بعض ما يطلب منهم، فما لا يمكنه رفعه هو محسن إلى المسلمين، غير ظالم لهم، يثاب، ولا إثم عليه فيما يأخذه على ما ذكره، ولا ضمان عليه فيما أخذه، ولا إثم عليه في الدنيا والآخرة إذا كان مجتهدا في العدل والإحسان، بحسب الإمكان … “. إلى آخر ما قال، وراجعه بطوله في (مجموع الفتاوى 30 / 356 : 360).

Penguasa yang berusaha melakukan kebaikan, meringankan umat dari kezaliman semampunya, dan menolak keburukan orang jahat dengan mengambil sebagian dari yang dituntut dari mereka, maka apa yang tidak bisa ia hapus adalah kebaikan baginya untuk kaum Muslimin, bukan kezaliman atas mereka. Ia diberi pahala dan tidak berdosa atas apa yang diambilnya sebagaimana disebutkan. Ia tidak dituntut tanggung jawab atas apa yang diambilnya, dan tidak berdosa di dunia maupun akhirat jika ia benar-benar berijtihad dalam menegakkan keadilan dan kebaikan sesuai kemampuannya.” Selesai kutipan, lihat secara lengkap dalam Majmu’ al-Fatawa (30/356–360).

ونرى في ذلك مخرجا لوالدك، إن كانت الضرائب في بلدكم جائرة محرمة، فما كان من عمله في الماضي لا يعلم بحرمته، فهو معذور فيه بجهله.

Kami melihat ada jalan keluar bagi ayahmu. Jika pajak di negeri kalian termasuk yang zalim dan haram, maka pekerjaan yang pernah dilakukan di masa lalu—dalam keadaan tidak mengetahui keharamannya—maka ia dimaafkan karena ketidaktahuannya.

قال الشيخ ابن باز: إذا كان عن جهالة، فله ما سلف، وأمره إلى الله، قال الله جل وعلا: {وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا فَمَنْ جَاءَهُ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّهِ فَانْتَهَى فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللَّهِ وَمَنْ عَادَ فَأُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ} فإذا كان جاهلا، فله ما سلف، أما إذا كان عالما ويتساهل، فليتصدق بالكسب الحرام، إذا كان نصف أمواله، أو ثلثها، أو ربعها كسب حرام، يتصدق به على الفقراء والمساكين، أما إذا كان جاهلا، لا يعلم، ثم علم، وتاب إلى الله، فله ما سلف. اهـ.

Syaikh Ibnu Baz berkata: Jika dilakukan karena ketidaktahuan, maka baginya apa yang telah lalu, dan urusannya kepada Allah. Allah Ta’ala berfirman: “Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Maka barangsiapa mendapat peringatan dari Rabb-nya lalu berhenti, maka baginya apa yang telah lalu, dan urusannya kepada Allah. Barangsiapa mengulangi, maka mereka itulah penghuni neraka.” (Al-Baqarah: 275). Maka jika ia tidak tahu, baginya apa yang telah lalu. Namun jika ia tahu dan bermudah-mudah, maka ia wajib menyedekahkan harta haram itu. Jika setengah, sepertiga, atau seperempat hartanya hasil haram, hendaknya disedekahkan kepada fakir miskin. Adapun bila ia tidak tahu lalu kemudian tahu dan bertaubat, maka baginya apa yang telah lalu. Selesai.

وقال الشيخ ابن عثيمين: إذا كان قد أخذه، فإن كان جهلاً منه ولا يدري أنه حرام، فإن توبته تجب ما قبلها، وهو له؛ لقوله تعالى:

Syaikh Ibnu Utsaimin berkata: Jika ia telah mengambilnya, maka apabila karena ketidaktahuan dan tidak tahu bahwa itu haram, maka taubatnya menghapus dosa sebelumnya, dan harta itu menjadi miliknya. Allah Ta’ala berfirman :

فَمَنْ جَاءَهُ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّهِ فَانْتَهَى فَلَهُ مَا سَلَفَ [البقرة:٢٧٥] 

“Barangsiapa mendapat peringatan dari Rabb-nya lalu berhenti, maka baginya apa yang telah lalu.” (Al-Baqarah: 275).

وأما إذا أخذه وهو يعلم أنه حرام، لكنه كان ضعيفاً في الدين، قليل البصيرة, فهنا يتصدق به, إن شاء في بناء المساجد، وإن شاء في قضاء الديون عمن عجز عن قضائها, وإن شاء في أقاربه المحتاجين؛ لأن كل هذا خير. اهـ.

Adapun jika ia mengambilnya dalam keadaan tahu bahwa itu haram, tetapi lemah agamanya, sedikit wawasannya, maka ia harus menyedekahkannya. Boleh disalurkan untuk pembangunan masjid, untuk melunasi hutang orang yang tidak mampu, atau untuk kerabatnya yang membutuhkan. Semua itu adalah kebaikan. Selesai.

وأما ما يستقبل من أمره، فلينظر إن كان له مدخل في رفع الظلم أو تخفيفه، وقصد بعمله أن يسعى في ذلك، فله أن يبقى فيه، ويتأكد ذلك إن كان من سيخلفه في العمل لا يبالي بظلم الناس، والإجحاف بهم. وإن كان ليس له مدخل في رفع الظلم، أو تخفيفه، فلا يجوز له البقاء في هذا العمل.

Adapun mengenai masa depannya, maka hendaklah dilihat: bila ia punya andil dalam mengurangi atau meringankan kezhaliman, dan ia berniat dengan pekerjaannya untuk berusaha melakukannya, maka boleh ia tetap berada di pekerjaannya. Bahkan lebih ditekankan bila penggantinya kelak adalah orang yang tidak peduli menzalimi manusia dan memberatkan mereka. Namun bila ia tidak punya andil dalam mengurangi atau meringankan kezhaliman, maka tidak boleh baginya tetap berada dalam pekerjaan tersebut.

والله أعلم.

Wallahu a’lam.

Sumber : IslamWeb

hukum kerja di pajak | fatwa pajak aljazair | bekerja di kantor pajak | halal haram pajak | syubhat pajak



Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*


This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.