Sikap Kaum Muslimin ke Penguasa Yang Tidak Berhukum Syariat



شأن المسلمين في التعامل مع من حكم بغير الشرع

Sikap Kaum Muslimin dalam Menghadapi Penguasa yang Tidak Berhukum dengan Syariat

Alih Bahasa : Reza Ervani bin Asmanu

Artikel SSikap Kaum Muslimin ke Penguasa Yang Tidak Berhukum Syariat ini masuk dalam Kategori Tanya Jawab

السؤال

Pertanyaan:

بسم الله الرحمن الرحيم أسال عن التعامل مع الحكام المحكمين لغير الشرع في بلاد المسلمين
والسلام عليكم

Bismillahirrahmanirrahim. Saya ingin bertanya tentang bagaimana menyikapi para penguasa di negeri-negeri muslim yang berhukum dengan selain syariat Allah. Wassalamu’alaikum.

الإجابــة

Jawaban:

الحمد لله، والصلاة والسلام على رسول الله، وعلى آله وصحبه، أما بعد:

Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga tercurah kepada Rasulullah, keluarga dan para sahabat beliau. Amma ba’du:

فقد بين الرسول الكريم صلى الله عليه وسلم المنهج الذي ينبغي سلوكه مع الأمراء الذين يخالفون الشرع، فقال:

Rasulullah ﷺ telah menjelaskan manhaj yang seharusnya ditempuh dalam menghadapi para pemimpin yang menyelisihi syariat. Beliau bersabda :

“ستكون أمراء، فتعرفون وتنكرون، فمن عرف برئ، ومن أنكر سلم، ولكن من رضي وتابع”

“Akan ada para pemimpin, kalian mengenal (kebaikan mereka) dan kalian mengingkari (kemungkaran mereka). Barangsiapa mengenal, ia bebas; barangsiapa mengingkari, ia selamat; tetapi barangsiapa ridha dan mengikuti, (maka ia berdosa).”

قالوا: أفلا نقاتلهم؟

Mereka (para sahabat) bertanya: “Tidakkah kita perangi mereka?”

قال: 

Beliau menjawab :

“لا، ما صلوا” رواه الإمام مسلم.

“Tidak, selama mereka masih menegakkan shalat.” (Hadits Riwayat Imam Muslim).

قال الإمام النووي: قوله صلى الله عليه وسلم:

Imam An-Nawawi berkata tentang sabda Nabi ﷺ :

ستكون أمراء، فتعرفون وتنكرون، فمن عرف فقد برئ، ومن أنكر سلم، ولكن من رضي وتابع..” 

“Akan ada para pemimpin, kalian mengenal dan kalian mengingkari. Barangsiapa mengenal, ia bebas. Barangsiapa mengingkari, ia selamat. Tetapi barangsiapa ridha dan mengikuti…”

هذا الحديث فيه معجزة ظاهرة بالإخبار بالمستقبل، ووقع ذلك كما أخبر صلى الله عليه وسلم، وأما قوله صلى الله عليه وسلم: 

Hadits ini mengandung mukjizat nyata berupa kabar tentang masa depan, dan itu terjadi sebagaimana beliau kabarkan. Adapun sabda Nabi ﷺ :

“فمن عرف فقد برئ” 

“Barangsiapa mengenal, ia bebas”

وفي الرواية التي بعدها: 

dan dalam riwayat lain :

(فمن كره فقد برئ)، 

“Barangsiapa membenci, ia bebas.”

فأما رواية من روى (فمن كره فقد برئ) فظاهره ومعناه: من كره ذلك المنكر، فقد برئ من إثمه وعقوبته، وهذا في حق من لا يستطيع إنكاره بيده، ولا لسانه، فليكرهه بقلبه وليبرأ.

Riwayat yang menyebut “membenci” maksudnya: siapa yang membenci kemungkaran itu, maka ia bebas dari dosa dan hukumannya. Hal ini bagi orang yang tidak mampu mengingkarinya dengan tangan maupun lisan, maka hendaklah ia mengingkarinya dengan hati dan ia selamat.

وأما من روى

Adapun riwayat

(فمن عرف فقد برئ)

Barangsiapa mengenal, ia bebas”,

فمعناه – والله أعلم – فمن عرف المنكر ولم يشتبه عليه، فقد صارت له طريق إلى البراءة من إثمه وعقوبته بأن يغيره بيده أو بلسانه، فإن عجز فليكرهه بقلبه، وقوله صلى الله عليه وسلم: 

maknanya — wallahu a’lam — bahwa barangsiapa mengenali kemungkaran itu dan tidak bingung dalam menilainya, maka ia telah memiliki jalan untuk terbebas dari dosa dan hukumannya, yaitu dengan mengubahnya dengan tangan atau lisannya. Jika tidak mampu, maka dengan hatinya. Sedangkan sabda Nabi ﷺ :

“ولكن من رضي وتابع”

“Tetapi barangsiapa ridha dan mengikuti”

معناه: ولكن الإثم والعقوبة على من رضي وتابع، وفيه دليل على أن من عجز عن إزالة المنكر لا يأثم بمجرد السكوت، بل إنما يأثم بالرضى به، أو بأن لا يكرهه بقلبه، أو بالمتابعة عليه، وأما قوله:

maksudnya adalah dosa dan hukuman dikenakan pada orang yang ridha dan mengikuti. Ini menunjukkan bahwa orang yang tidak mampu menghilangkan kemungkaran tidak berdosa hanya dengan diam, tetapi berdosa jika ia ridha, tidak membencinya di hati, atau ikut serta di dalamnya. Adapun sabda beliau:

 “أفلا نقاتلهم؟ قال: لا، ما صلوا”

“Tidakkah kita perangi mereka?” Beliau menjawab: “Tidak, selama mereka masih menegakkan shalat.”

ففيه معنى ما سبق أنه لا يجوز الخروج على الخلفاء بمجرد الظلم، أو الفسق ما لم يغيروا شيئاً من قواعد الإسلام. انظر شرح النووي على صحيح مسلم. كتاب الإمارة.

Hal ini sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, bahwa tidak boleh memberontak kepada khalifah hanya karena kezhaliman atau kefasikan mereka selama mereka tidak mengubah pokok-pokok ajaran Islam. Lihat: Syarh An-Nawawi ‘ala Shahih Muslim, Kitab Al-Imarah.

وفيما تقدم بيان للمنهج الذي ينبغي سلوكه، ولعله لا يحتاج منا إلى تعليق، وقد سبق جواب بخصوص حالات الحاكم نحيلك عليه هنا :

Apa yang telah disampaikan di atas sudah cukup jelas sebagai penjelasan tentang manhaj yang harus ditempuh, dan sepertinya tidak perlu tambahan komentar lagi. Kami juga telah menjawab terkait kasus-kasus penguasa dalam fatwa sebelumnya disini :

والله أعلم.

Wallahu a’lam.

Sumber : IslamWeb

penguasa zalim | fiqih politik | hukum memberontak | amar ma’ruf nahi munkar | hukum shalat penguasa



Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*


This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.